Banjir lagi, Apakah Kita Manusia Pecundang?
Font: Ukuran: - +
Reporter : Baga
Banjir Aceh Utara. [Foto: Dialeksis]
Jika ini yang terjadi, maka perlu dilakukan proses yang disebut reboisasi (penghijauan kembali), agar alam menjadi hijau dan berfungsi sebagai penyimpan cadangan air, pelindung manusia, dan juga aneka satwa.
“Dengan ditanaminya kembali hutan yang gundul tersebut, persediaan udara, air dan bencana alam bisa dicegah. Oleh karena itu perbaiki hutan. Kerahkan semua penduduk agar membangun kesadaran thd lingkungan dan kembalikan peran hutan untuk menyerap air,” ujarnya.
“Bekerjasamalah dengan rakyat agar bersama-sama menanam pohon dan mencintai alam. Kalau pemerintah daerah tidak punya uang, bangun kesadaran meuripe-ripe,” imbuhnya.
Cara kedua adalah dengan melakukan rekayasa, yaitu dengan mengalirkan air atas tanah maupun bawah tanah ke sistem saluran tertentu.
Bisa berupa waduk dan irigasi (aliran di permukaan), bisa juga membuat semacam gorong-gorong, kanal, atau terowongan air bawah tanah seperti dilakukan oleh Jepang.
“Di Tokyo semua air ditampung di terowongan bawah tanah, ketika air melimpah dialirkan ke sungai dan laut, jika musim kemarau dipakai untuk cadangan bagi penduduk dan petani,” ujarnya.
Mereka yang menaruh perhatian kepada banjir yang melanda Aceh menandakan mereka mencintai negeri ini, berharap agar kedepannya persoalan yang menyengsarakan rakyat ini dapat diatasi.
Tanpa keseriusan dan kemauan semua pihak persoalan ini sulit diatasi dan akan menjadi langganan banjir setiap tahunnya. Apakah persoalan ini akan dibiarkan terus berlarut-larut, sehingga menjadi momok bagi masyarakat?
Ingat, tuhan memberikan akal dan pikiran kepada kita manusia untuk menggunakanya. Tuhan memberikan kekuatan kepada hambanya untuk mengatasi persoalan. Kembali kepada kita, apa mau berjuang untuk menghadapinya.
Selanjutnya » Tuhan memberikan cobaan karena sudah men...