Beranda / Opini / Salida La Nova

Salida La Nova

Sabtu, 21 Agustus 2021 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Alumni Politik Lokal dan Otda UGM, Masri Amin, SE, M.Si. [Foto: Ist]


Jalan keluar bagi Gubernur Nova Iriansyah tetap terbuka lebar, walau Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dalam Rapat Paripurna, Jum'at malam (20/08/21) mengetok palu keputusan dengan tidak dapat menyetujui Rancangan Qanun yang diajukan tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan (PP) Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun Anggaran 2020 menjadi Qanun Aceh.

Keputusan resmi ini diambil setelah Lima (5) Fraksi (Partai Aceh, Gerindra, Golkar, PPP dan PNA) secara seksama menolak atau belum dapat menyetujui Raqan Aceh tentang PP APBA 2020 yang diajukan Gubernur. Sementara itu, empat (4) Fraksi lainnya (Demokrat, PAN, PKS dan PKB-PDA) menerima Raqan Aceh PP APBA 2020 untuk menjadi Qanun Aceh.

Usaha Gubernur untuk mendapatkan persetujuan DPRA cukup maksimal, diluar meyakinkan dengan pembahasan disemua tahapan formal, termasuk jawaban yang disuguhkan dalam tingkat paripurna DPRA, juga membangun komunikasi politik non formal.

Komunikasi politik non formal dilakukan sendiri secara langsung maupun lewat Tim TAPA atau "Kabinet" lainnya dengan para aktor di BANGGAR DPRA. Namun hasilnya tidak seperti diinginkan untuk upaya mendapatkan persetujuan DPRA.

Sikap DPRA yang berakhir dengan tidak memberi "persetujuan ", maka kesimpulannya adalah tidak ada Persetujuan Bersama sebagai salah satu syarat utama untuk PP APBA TA 2020 dapat ditabalkan dalam bentuk Qanun Aceh.

Melihat terminologi regulasi, khususnya terkait Keuangan Daerah, PP APBA T.A 2020 tidak akan menemui jalan buntu atau "cul-de-sac".

Dalam ketentuan Pasal 197 ayat (1),(2),(3) dan (4) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah secara terang dan jelas ada solusinya, bila mengambil istilah sepakbola, ada teori taktik dengan jenius yang diperagakan oleh Pep Guardiola ketika melatih Barcelona dengan mengadopsi racikan mantan Pelatih Timnas Meksiko Ricardo La Volpe dengan sebutan "Salida LaVolpiana" atau jalan keluar ala La Volpe, artinya masih ada jalan keluar yang tersedia dan terbuka lebar bagi Gubernur Nova Iriansyah, Salida La Nova !.

PP APBA TA 2020 berdasarkan ketentuan tersebut dapat dipastikan menjadi Peraturan Kepala Daerah atau Peraturan Gubernur. Aktornya menurut ketentuan hanya antara Gubernur dengan Menteri Dalam Negeri seperti yang disebutkan dalam regulasi. Namun nila mencermati dinamika politik yang terjadi dalam perjalanan pembahasan PP APBA T.A.2020, tentu tidak begitu saja ketentuan Pasal 197 dengan mudah dijalankan tanpa membuka ruang untuk DPRA.

Bila merujuk pada ketentuan Pasal 197 PP 12 Tahun 2019, tenggat waktu yang diberikan sejatinya telah habis yaitu tiga puluh (30) hari. Seperti diketahui, Raqan PP APBA T.A.2020 secara resmi disampaikan oleh Sekda Aceh dr.Taqwallah mewakili Gubernur Aceh pada 7 Juli 2021 di forum paripurna DPRA, artinya 8 Agustus 2021 kemaren seharusnya telah tuntas. Namun kenapa tidak serta-merta Gubernur Aceh menyampaikan Rapergub PP APBA T.A.2020 ke Mendagri ?.

Hal ini dapat dipastikan karena DPRA sebelumnya telah berkomunikasi atau menyampaikan secara resmi ke Mendagri terkait alasan rasional mengapa terjadinya tenggat waktu terlampaui sesuai ketentuan dalam melakukan pembahasan sebelum tenggat waktu berakhir. Itulah sebabnya nanti, Rapergub PP APBA T.A.2020 akan mengalami dinamika kembali dalam pengesahannya walau lokusnya bergeser ke Jalan Medan Utara - Jakarta.

Bagi Gubernur Nova, celah regulasi ini merupakan jalan keluar yang diberikan secara sah. Tujuh (7) hari paling lambat setelah DPRA dan Gubernur tidak dapat membuat kesepakatan bersama,maka Gubernur wajib menyampaikan Rapergub PP APBA T.A.2020 ke Mendagri, tentu dengan menyertakan alasan formil yang mengikatnya. Mekanisme ini membuka ruang gerak Gubernur kembali untuk merasionalkan dan meyakinkan Kemendagri bahwa Rapergub secepatnya dapat disahkan dan selanjutnya diundangkan. 

Disisi lain, mencermati kronologis dinamika politik pembahasan, Kemendagri tentu tidak akan begitu saja secara tafsir tunggal dalam proses menyetujui Rapergub PP APBA T.A.2020, mengingat sebelumnya terkait tenggat waktu 30 hari saja diperkenankan untuk dilewatkan oleh DPRA dalam pembahasan, artinya DPRA akan tetap diundang dan diberi ruang oleh Kemendagri, paling tidak menyerap sudut pandang berbeda dalam upaya untuk menyelesaikan kemelut ini. 

Dititik ini, Gubernur Nova tentu punya kesempatan dan waktu berdiskusi lebih intensif dan bebas karena difasilitasi oleh Kemendagri. Perdebatan kembali antara Gubernur dengan DPRA sebuah keniscayaan. Namun perdebatan itu membuka celah negoisiasi politik atau bermusyawarah secara lebih mendalam dan setara.

Dinamika politik terkait pembahasan PP APBA T.A.2020 ini setelah sikap DPRA tidak memberikan persetujuan, disana juga telah menyisakan residu politik, ada isyarat lain bagi DPRA untuk dapat menggunakan amunisi-nya tersebut membangun gerakan politik kembali lewat kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Antisipasi Gubernur diperlukan agar tidak terjadi kemelut politik kembali di ujung kekuasaannya.

Disisi lain, Konfigurasi politik di DPRA bergeser, tentunya pergeseran ini dapat menjadi bola liar untuk membongkar ulang komposisi selama ini,khususnya Alat Kelengkapan Dewan (AKD) setelah komponen koalisi besar bergerak retak di panggung Paripurna PP APBA TA 2020. Dua Fraksi yang sebelumnya berada dikubu kontra Nova kini menyokongnya, Fraksi PAN dan PKS. Kursi AKD yang diduduki PAN dan PKS kini menjadi incaran Fraksi lainnya.

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda