kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Apakah Aceh Menjadi Tempat Transit Pengungsi Rohingya?

Apakah Aceh Menjadi Tempat Transit Pengungsi Rohingya?

Selasa, 07 Februari 2023 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Rizkita Gita
Etnis Rohingya kembali terdampar di Pantai Kuala Gigieng Gampong Baro Kabupaten Aceh Besar, Minggu (8/1/2023). [Foto: Naufal Habibi/Dialeksis.com]

DIALEKSIS.COM | Indepth - Aceh adalah negeri yang aman, apalagi rakyat Aceh seiman dan satu kepercayaan. Sebagai manusia seiman, rakyat Aceh akan menampung mereka dan menjadikan tamu yang baik.

Sudah menjadi catatan sejarah, bagi warga Rohingya, Aceh adalah tempat mereka “mendapatkan” perhatian. Mendapatkan kasih sayang sesama muslim. Aceh sudah memperlakukan etnis Rohingya dengan baik, bagaikan saudara.

Ada catatan sejarah, tidak kurang dari 25 gelombang manusia asal Myanmar sudah menapakkan kakinya di bumi Aceh sejak 2009. Namun, alunan manusia dari negeri Burma itu pada tahun 2015 - 2023 intensitasnya meningkat. Total pengungsi Rohingya berhasil mendarat ke tanah rencong sekitar 3.077 jiwa. 

Namun setelah diberikan tempat sementara, tanpa diketahui petugas, satu persatu pengungsi Rohingya kabur dari kamp di Aceh. Kepergian warga asal Myanmar ini disebabkan, karena bukan Indonesia menjadi negara tujuan akhir perjalanan mereka.

Bukanlah berita baru bila etnis Rohingya ini “kabur” dari Aceh. Karena Aceh dijadikan tempat persinggahan sementara. Di Aceh mereka aman, karena rakyat Aceh menyambut mereka sebagai tamu yang dibalut satu kepercayaan.

Demikian dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat tergerak membantu para pengungsi Rohingya atas dasar kemanusiaan antara umat muslim. Tapi sistemnya dalam menyiapkan sarana dalam penanganan pengungsi tersebut membutuhkan koordinasi antara pihak Pemerintah, UNHCR dan IOM. 

Proses itu dilalui karena Indonesia belum meratifikasi Konvensi Internasional PBB 1951 mengenai penanganan pengungsi luar negeri. Meski berbagai upaya desakan kerap dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Akan tetapi sejauh ini Indonesia bukan menandatangani Konvensi Pengungsi PBB tahun 1951.

Sebagaimana diketahui, Indonesia bukan termasuk anggota negara yang meratifikasi konvensi pengungsi (1951). Kendati demikian, kasus kapal-kapal yang tiba di Aceh mengangkut pengungsi Rohingya terjadi berulang kali.

Catatan penulis, United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) selaku Komisioner Tinggi PBB yang menangani pengungsi, saat ini fokus menangani pengungsi di sejumlah titik pengungsian sementara di Aceh. 

“Kami sangat berterima kasih kepada pemerintah Indonesia, baik di tingkat pusat atau pemerintah daerah, atas penerimaan mereka terhadap para pengungsi Rohingya di Aceh. Atas dasar kemanusiaan, pengungsi Rohingya diberikan izin untuk masuk dan mendapatkan pertolongan di Aceh,” kata Mitra, Humas UNHCR, kepada Dialeksis.com, Senin (6/2/2023). 

UNHCR berharap, ke depan agar pintu solidaritas tersebut senantiasa diberikan kepada kelompok pengungsi untuk diberikan pertolongan. Terutama manakala terdapat kapal pengungsi Rohingya terkatung - katung di lautan. 

“Kami harap mereka dapat diberikan izin pendaratan yang tepat waktu, untuk mengurangi resiko tenggelam dan kehilangan jiwa. Selain itu, berdasarkan arahan dalam Perpres Nomor 125 terkait penanganan pengungsi dari luar negeri, Pemerintah juga menentukan lokasi atau menunjuk tempat untuk menampung para pengungsi,” kata Mitra. 

Selanjutnya »     Tidak Ada Anggaran Pemerintah Pemer...
Halaman: 1 2 3
Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda