Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Apakah Aceh Menjadi Tempat Transit Pengungsi Rohingya?

Apakah Aceh Menjadi Tempat Transit Pengungsi Rohingya?

Selasa, 07 Februari 2023 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Rizkita Gita
Etnis Rohingya kembali terdampar di Pantai Kuala Gigieng Gampong Baro Kabupaten Aceh Besar, Minggu (8/1/2023). [Foto: Naufal Habibi/Dialeksis.com]

Pengungsi Rohingya Masih Tercecer di Aceh 

Berdasarkan catatan UNHCR, total pengungsi di Aceh saat ini sekitar 400 jiwa. Dari jumlah itu mereka ditampung di tiga lokasi yang berbeda, yaitu di eks Gedung Imigrasi Lhokseumawe, Kabupaten Pidie dan Aceh Besar. 

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak pemerintah untuk membentuk Tim Satgas Penanganan Pengungsi Luar Negeri (PPLN) di Aceh. Hingga saat ini di Aceh belum menjadi tempat penampungan yang ditetapkan oleh Negara.

“Dokumennya sudah ada tapi belum ditandatangani,” kata Koordinator KontraS Aceh Azharul Husna, kepada media Dialeksis.com melalui telepon. 

Menurut Azharul Husna, yang akrab disapa Nana, berdasarkan catatan KontraS Aceh, pengungsi Rohingya sudah 25 kali mendarat ke tanah rencong sejak 2009. Sehingga pentingnya ada satgas dan aturan yang komprehensif terkait penanganan pengungsi luar negeri.

“Berita terbaru soal terlibatnya warga lokal atau masyarakat Aceh dalam tindakan penyelundupan orang ini amat sangat disayangkan. Pertanyaannya apakah mereka tahu konsekuensi dari tindakan mereka?“ tanya Nana.

Dalam 25 kali kedatangan pengungsi Rohingya, sebut Nana, pihak menanganinya dengan cara yang berbeda-beda. Celah-celah aturan hukum itu membuat ada peluang dalam tindak pidana penyelundupan orang,” ujarnya. 

Sebelumnya diberitakan, salah satu pintu masuk imigran Rohingya ke Indonesia khususnya Aceh adalah jalur laut. Berdasarkan data, sejak 2015 hingga 2023, ada tujuh wilayah yang sudah pernah didarati Imigran Rohingya, yaitu Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, dan Tamiang.

"Sejak 2015, ada tujuh wilayah yang sudah pernah terdampar imigran Rohingya, yaitu Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, dan Tamiang," kata Kapolda Aceh Irjen Ahmad Haydar, melalui Direskrimum Kombes Ade Harianto, Jumat (27/1/2023).

Ade Harianto merinci, pada tahun 2015 ada 1.719 imigran Rohingya yang mendarat di berbagai wilayah di Aceh. Kemudian, tahun 2016 ada 43 orang, 2018 ada 79 orang, 2020 ada 396 orang, 2021 ada 81 orang, 2022 ada 575 orang, dan pada tahun 2023 tercatat 184 orang.

Sejak 2015 hingga sekarang, ada 17 kasus yang ditangani Polda Aceh dan jajaran terkait pengungsi Rohingya, yaitu terkait kasus penyelundupan manusia atau tindak pidana keimigrasian, tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dan kasus narkotika.

Dari kasus-kasus tersebut, polisi telah menetapkan 32 orang sebagai tersangka. Proses hukum kasus tersebut dilakukan sampai tuntas (P21) hingga ke persidangan.

Pihak kepolisian juga berkoordinasi dengan stakeholder dan instansi terkait, termasuk dengan UNHCR dan IOM untuk penanganan warga Rohingnya tersebut. Karena, dalam hal penanganan imigran atau pencari suaka merupakan kewenangan pemerintah, lembaga resmi yang ditunjuk, baik nasional maupun internasional.

"Polisi masih terus berkoordinasi dengan instansi terkait dan lembaga-lembaga yang memiliki domain dalam penanganan pengungsi Rohingya, baik IOM atau UNHCR," ujar Ade Hariyanto.

Ade mengimbau masyarakat agar ikut serta mengawasi imigran Rohingya untuk jangan kabur atau dijemput oleh pihak-pihak yang ingin menjadikan mereka lahan bisnis.

Bagaimanapun peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam menunggu proses penanganan lebih lanjut.

Catatan sejarah telah membuktikan. Aceh senantiasa menjadi daerah transit bagi etnis Rohingnya. Rasa persaudaraan rakyat Aceh dalam menerima mereka, membuat warga Myanmar ini merasa nyaman. Bagaikan tinggal ditempat saudaranya.

Sejak 2009 sudah ada 25 gelombang “lautan” manusia yang berwarna kulit agak sedikit legam itu, namun dibalut dengan satu kepercayaan dengan rakyat Aceh, telah mendatangi tanah Serambi Mekkah. Sampai kapankah mereka akan terus bergelombang menjadikan Aceh sebagai tempat perlindungan mereka? [RG]

Halaman: 1 2 3
Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda