kip lhok
Beranda / Ekonomi / Polemik APBA 2024 Dinilai Karena Keterbatasan Anggaran dan Kebijakan Pusat Menyulitkan

Polemik APBA 2024 Dinilai Karena Keterbatasan Anggaran dan Kebijakan Pusat Menyulitkan

Rabu, 07 Februari 2024 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Ahli Akuntansi Nasional Dr. Syukriy Abdullah. [Foto: for Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2024 masih menjadi polemik antara eksekutif dan legislatif di Aceh. Hal itu tentu memengaruhi kualitas pelayanan publik yang membutuhkan alokasi anggaran yang memadai dan efisien.

Menurut Ahli Akuntansi Nasional Dr. Syukriy Abdullah, salah satu sumber perselisihan kedua pihak tersebut adalah pelaksanaan program pokok pikiran (pokir) dewan yang tidak dapat dipenuhi oleh eksekutif. Pokir dewan merujuk pada usulan-usulan anggota dewan terkait pembangunan di daerah pemilihan mereka, mencakup bidang infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lainnya. 

Di sisi lain, kata Dr Syukriy, target kinerja eksekutif yang terkait dengan pelayanan publik juga tak dimengerti oleh legislatif. Target kinerja tersebut mencakup indikator-indikator yang harus dicapai dalam pembangunan, seperti pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan, dan lainnya.

"Ketidakharmonisan antara dua cabang pemerintahan menandakan adanya kepentingan yang tidak dapat diselaraskan, baik dari eksekutif maupun legislatif. Kompromi sulit tercapai di kedua pihak," ujar Syukriy Abdullah yang merupakan Dosen FEB Universitas Syiah Kuala (USK) kepada Dialeksis.com, Rabu (7/2/2024).

Selain faktor internal, kata dia, juga disebabkan faktor eksternal seperti kebijakan alokasi dana umum (DAU) dari pemerintah pusat juga mempersulit penyusunan APBA 2024. DAU merupakan sumber pendapatan daerah yang signifikan, namun penyalurannya kini lebih ketat.

"Pemerintah pusat kini menetapkan alokasi DAU dengan penandaan yang mengikat, membatasi kewenangan daerah dalam alokasi dana sesuai kebutuhan dan prioritas mereka," kata Syukriy.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, pelabelan DAU oleh pusat memaksa pemerintah daerah untuk mematuhi alokasi dana yang telah ditentukan, terutama untuk sektor-sektor tertentu seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

"Jika daerah melanggar alokasi yang ditetapkan, pencairan DAU tahun berikutnya dapat ditunda, merugikan kegiatan-kegiatan daerah," tambahnya.

Menurutnya, polemik APBA 2024 ini mempengaruhi pelayanan publik di Aceh karena keterbatasan anggaran, yang menghambat kebijakan dan langkah-langkah daerah. Terlebih lagi, tahun ini akan ada Pemilu yang berpotensi mengganggu kinerja pemerintah daerah.

"Anggaran yang terbatas menghambat pelayanan publik karena keterbatasan dana. Karena tanpa dana yang cukup, pemerintah daerah sulit untuk membiayai kegiatan-kegiatan mereka. Ini juga dipersulit oleh adanya Pemilu yang membatasi langkah-langkah mereka," ungkapnya.

Dia juga menyoroti potensi penyalahgunaan anggaran oleh pihak-pihak tertentu, baik di pusat maupun di daerah, yang dapat merusak tata kelola keuangan daerah.

"Penyalahgunaan anggaran, baik oleh pejabat tinggi maupun daerah, dapat merusak stabilitas keuangan daerah. Kita harus waspada terhadap praktik-praktik tersebut," tegasnya.

Untuk itu, Syukriy menyarankan agar anggota DPRA lebih bijak dalam menanggapi situasi saat ini yang penuh dengan keterbatasan sumber daya. Dia juga menekankan pentingnya netralitas pejabat daerah dalam Pemilu.

"Anggota DPRD perlu bijak dalam menanggapi situasi ini. Pejabat kepala daerah harus netral dalam pemilihan umum dan tidak memihak kepada calon tertentu. Ini penting untuk menjaga integritas ASN," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda