Beranda / Berita / Aceh / ForBINA Minta Achmad Marzuki dan Investor Aktif Kawal Kebijakan Tataruang

ForBINA Minta Achmad Marzuki dan Investor Aktif Kawal Kebijakan Tataruang

Minggu, 25 September 2022 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Direktur ForBINA, Muhammad Nur. [Foto: ist]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Forum Bangun Investasi Aceh (ForBINA) menyoroti sikap dan respon para pelaku usaha di Aceh yang terkesan minim pemahaman terkait dengan kebijakan tata ruang. Mestinya, pelaku usaha baik perusahaan plat merah, maupun swasta seharusnya mengambil peran dalam proses Revisi Qanun tersebut.  

Respon tersebut disampaikan Muhammad Nur, Direktur ForBINA di tengah-tengah pelaksanaan Revisi Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh.

“Kesadaran ini penting untuk dipahami para pelaku usaha di Aceh, agar investasi di Aceh kedepan tidak bermasalah dengan kebijakan penyelenggaraan penataan ruang” kata Muhammad Nur Direktur ForBINA, Minggu (25/9/2022).

Sebagaimana diketahui, saat ini Pemerintah Aceh sedang mengevaluasi kebijakan penyelenggaraan penataan ruang melalui Revisi Qanun Nomor 19 Tahun 2013 Tentang RTRW Aceh.

“Kami menyoroti rencana pemerintah untuk melakukan percepatan kebijakan satu peta (one map policy). Kebijakan ini perlu didukung untuk menghindari penyimpangan dan tumpang tindih dalam pemanfaatan ruang di Aceh ke depan,” tanbah Muhammad Nur.

Disampaikan, banyak persoalan investasi di Aceh saat ini terjadi tidak bisa berjalan sesuai harapan banyak pihak, hal itu disebabkan oleh pelaku usaha yang minim pemahamannya tentang kebijakan penyelenggaraan penataan ruang, sehingga terjadi penyimpangan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang.

Disebutkan, percepatan kebijakan satu peta melalui Perpres No. 23 Tahun 2021 khususnya para pelaku usaha agar persoalan investasi di Aceh kedepan tidak bermasalah dengan kebijakan lingkungan hidup, sosial dan jaminan kepastian hukum.

Perpres No. 23 Tahun 2021 Tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta bertujuan untuk terpenuhinya satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal guna percepatan pelaksanaan pembangunan nasional agar; investasi ke depan sesuai dengan Kebijakan pembangunan berbasis spasial; Perencanaan dan pemanfaatan ruang yang terintegrasi dalam rencana tata ruang di darat, laut, dalam bumi, dan udara, dan juga harus kesesuaian dengan perizinan pemanfaatan ruang masing-masing sektor; Penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang; dan Perbaikan data Informasi Geospasial Tematik (IGT) masing-masing sektor.

Untuk itu ForBINA mengingatkan bahwa revisi Qanun RTRW Aceh harus dimaknai sebagai peluang sekaligus kesempatan bagi pelaku usaha di Aceh untuk melakukan sinkronisasi rencana kerja investasi ke depan.

Agar rencana kerja investasi tersebut dapat terintegrasi dengan rencana pola ruang dan struktur ruang Aceh pasca pengesahan RTRW hasil perbaikan nanti.

Muhammad Nur memastikan bahwa ForBINA tentu akan mendukung langkah Pj Gubernur Aceh untuk mempercepat proses investasi. Dukungan ini merupakan komitmen ForBINA untuk mendukung pembangunan Aceh kedepan secara menyeluruh. Pihaknya juga berharap pembangunan Aceh kedepan, khususnya di sektor lingkungan harus sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan. Sehingga Aceh punya harapan dalam investasi yang berwawasan lingkungan hidup dengan memperhatikan daya rusak lingkungan yang tidak massif.

ForBINA mengingatkan juga bahwa gagal tidaknya investasi di Aceh sangat tergantung pada Kebijakan Penataan Ruang, jika kebijakan tersebut tidak diperhatikan secara serius oleh para pelaku usaha di Aceh.

Maka dikhawatirkan investasi di Aceh tidak akan berjalan dengan mulus, akibat salah dalam memahami kebijakan ruang mengakibatkan adanya gugatan dari pihak strategis, yang pada akhirnya akan berhadapan dengan persoalan hukum. Akibatnya, iklim investasi di Aceh tidak ada jaminan disebabkan tidak adanya kepastian hukum bagi pelaku usaha.

“Kami, punya keyakinan, jika investasi di sektor perkebunan dan kehutanan di Aceh di evaluasi secara menyeluruh. Sangat besar potensi penyimpangan yang terjadi baik dari segi pemanfaatan ruang, fungsi ruang serta peruntukannya, belum lagi persoalan administrasi yang sangat carut-marut. Pun demikian Revisi RTRW Aceh bukanlah pemutihan atas penyimpangan pemanfaatan ruang yang telah terjadi selama ini,” demikian kata Direktur ForBINA.[]


Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda