Nurdin AR Mantan Bupati Bireun Telah Menyelesaikan Tugas
Font: Ukuran: - +
Aceh kembali kehilangan putra terbaiknya. Kali ini giliran Nurdin Abdul Rahman yang memenuhi panggilan ilahi. Mantan Bupati Biruen ini menghembuskan nafas terahir, Senin (8/6/2020) sekikar jam 5.05 WIB, menjelang salat subuh.
Kepergianya mengejutkan, karena sebelumnya tokoh akademisi ini tidak sakit. Almarhum sehat dan bugar menjelang dia berpisah dengan alam dunia.
Kepergian mantan mediator internasional juru runding dan pejuang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini menambah daftar duka atas berpulangnya putra terbaik yang telah banyak mengukir sejarah di Aceh.
Almarhum menghembuskan nafas terahir dikediamanya, Komplek Meuligoe Residen, Desa Cot Gapu, Kota Juang, Bireuen. Jamaah masjid di tempat kediaman alrmarhum kehilangan teman setia. Namun, pada pagi ini, Senin (8/6/2020) tidak keluar dari kediamanya untuk berjamah.
Sosok Nurdin AR bukan hanya dikenal sebagai mantan Bupati Bireun priode 2007-2012. Dia adalah dosen tetap FKIP Unsyiah 1986-2007. Sosoknya juga dikenal membawa perubahan Aceh, almarhum dipercayakan menjadi runding dari GAM, saat dilangsungkan perdamaian Aceh.
Sekilas inilah sosok alrmarhum yang sudah mengukir sejarah di bumi Aceh.Drs. Tgk. Nurdin Abdul Rahman dilahirkan di Bireuen, 28 Desember 1948. Ayah empat anak ini menyelesaikan pendidikanya SD saat bumi pertiwi muncul gejolak PKI (1965).
Menamatkan SMP tahun 1968 dan SMA pada 1970. Menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi pada tahun 1986, kemudian dipercayakan menjadi dosen tetap FKIP Unsyiah sejak 1986 sampai dengan tahun 2007 menjelang dia dinobatkan sebagai Bupati Biruen. Meraih S2 tahun 2004 in Political Sciance, Wollonjeng University Australia.
Pendidikan kedinasan yang pernah dikecap almarhum Short Course in Language Teaching Managemen, Reading University UK 2. Workshop on Teaching Methodology USU - Medan By USIS/Fulbright.
Selain sebagai dosen, almarhum juga mengembang amanah di Sponsorship and Training Coordinator Save The Children Aceh Field Office. 1982 - 1987. Director Rehabilitation Action for Torture Victims in Aceh. 1999 - 2002.
Nurdin AR semasa mengikuti bangku pendidikan sudah dikenal sebagai orang organisasi. Dia bergelut di organisasi pelajar yang sangat militan dan bergengsi. Almarhum bergabung dengan Pelajar Islam Indonesia sejak 1964 sampai tahun 1970.
Kemudian melanjutkan ke organisasi yang jenjangnya lebih tinggi. Sejak tahun 1971 sampai tahun 1986 bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI) cabang Banda Aceh. Di organisasi kepemudaan Nurdin masuk dalam pengurus KNPI tahun 1982-1989.
Soal goresan sejarah Aceh, Nurdin AR dikenal memiliki peran yang besar. Dia masuk sebagai juru runding perdamaian GAM- RI. MoU Helsinki, yang ditandatangani pimpinan GAM bersama Perwakilan Pemerintah Republik Indonesia, 15 Agustus 2005.
Almarhum semasa hayatnya, kepada media menjelaskan, selama kurun waktu setelah perjanjian damai, kiprah masyakarat Aceh sudah sangat meningkat, baik pendidikan, ekonomi maupun kegiatan sosial lainnya.
Nurdin AR mengakui walau kiprah rakyat Aceh sudah meningkat, namun masih ada point-point MoU yang belum terpenuhi. Karena itu, jajaran GAM dan semua elemen masyarakat Aceh harus satu suara dan sikap.
"Artinya, memperjuangkan supaya pemerintah Indonesia komit dengan apa yang telah ditandatangani. Baik MoU Helsinki maupun UU Nomor 11 Tahun 2006, tentang Pemerintah Aceh,” jelasnya kepada media awal Desember 2019 lalu.
Nurdin menyebutkan, yang harus diperjuangkan sekarang adalah, semua point MoU dilaksanakan dan diiplementasikan secara menyeluruh oleh Pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia harus memiliki niat baik untuk benar-benar menerapkan MoU Helsinki di Aceh.
Menjawab media soal bendera, mantan bupati ini menyebutkan, tidak perlu bersikukuh untuk bisa bendera GAM menjadi bendera Aceh. Karena ada beberapa kendala psikologis maupun politis dengan bendera GAM, sebutnya.
Tokoh Aceh yang sudah banyak makan asam garam, sejak kecil sudah menunjukan kualitas dirinya ketika bergabung dengan PII. Dia dipercayakan sebagai dosen tetap Unsyiah, namun kemudian dia memilih berkarya di jalur politik, menjadi bupati.
Almarhum meninggalkan seorang istri (Siti Ftahimah Binti Murad) dan empat orang anak,serta sejumlah karya yang sudah dilukis dengan tinta emas untuk bumi di ujung barat Pulau Sumatera ini.
Aceh kembali kehilangan sosok yang telah berjasa. Sudah banyak melahirkan karya karya. Semoga Allah menempatkanmu di tempat yang layak dengan jannahnya. Selamat jalan Nurdin Abdul Rahman. (Bahtiar Gayo)