Penetapan Tersangka dan Penahanan AYH Tidak Sah Secara Hukum
Font: Ukuran: - +
Suasana pada saat permohonan Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. [Foto: IST]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Tim Penasehat Hukum Gabungan Ahmad Yaniarsyah Hasan (AYH), masing-masing Hasan Madani, SH, Aristo Yanuarius Seda, SH., Mahmuddin, SH., MH, J. Kamal Farza, SH., MH., dan Kuasa Hukum AYH, Ifdhal Kasim, SH. LLM., baru saja mendaftarkan permohonan Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, untuk penetapan tersangka dan penahanannya.
Menurut Kuasa Hukum AYH , penetapan tersangka dan penahanan AYH itu bertentangan dengan ketentuan formil yang diwajibkan oleh KUHAP. Terkesan tergesa-gesa, dipaksakan, dan eksesif menggunakan rambu hukum yang ada.
"Karna itu, hari ini kami menguji di hadapan yang mulia Majelis Hakim, apakah penetapan dan penahanan tersangka seperti yang dilakukan oleh Jaksa seperti itu dapat dibenarkan secara hukum?," tanyanya dalam keterangan tertulis yang diterima Dialeksis.com, Senin (18/10/2021).
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, yang secara tegas dan jelas menentukan bahwa Penetapan Tersangka merupakan objek praperadilan.
Dasar pertimbangannya adalah, karena penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap Hak Asasi Manusia, maka seharusnya penetapan tersangka oleh penyidik merupakan objek yang dapat dimintakan perlindungan melalui ikhtiar hukum pranata praperadilan.
Putusan MK tersebut jelas selaras dan sesuai dengan maksud dan tujuan diselenggarakannya Lembaga Praperadilan yang terdapat dalam KUHAP, yaitu terjaminnya Hak Asasi Manusia sehingga tersangka (manusia) tidak dapat diperlakukan secara semana-mena.
Permohonan Praperadilan yang kami ajukan hari ini adalah bermaksud menguji sah tidaknya penggunaan wewenang yang digunakan Penyidik dalam menetapkan dan melakukan penahanan terhadap klien kami (AYH).
Lembaga Praperadilan saat ini tidak hanya terbatas menguji wewenang Penyidik yang ditentukan dalam Pasal 77 KUHAP yaitu sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, melainkan juga penggunaan kewenangan lainnya seperti penetapan tersangka dan penahanan yang berindikasi pelanggaran Hak Asasi Manusia
Hubungan klien kami AYH dengan PD Sumsel (BUMD) adalah hubugan bisnis dengan bisnis. AYH madalah seorang profesional, pengusaha, yang membangun usaha patungan dengan BUMD, dalam badan hukum perseroan terbatas yang legal dan sah.
Dalam kerjasama patungan tersebut pihak swasta menggunakan uang dari modal sendiri bukan uang negara, membeli dan menjual secara sah. Usaha patungan tersebut tidak menggunakan fasilitas negara (BUMD).
Bagaimana mungkin kemudian beliau ditetapkan sebagai tersangka melakukan korupsi dan ditahan pula? Ini preseden buruk bagi dunia bisnis di Indonesia.
Tindakan Penyidik tersebut, selain tidak sejalan dengan hukum dan menghormati hak asasi manusia, juga dikhawatirkan menjadi preseden hukum yang buruk bagi iklim bisnis yang sedang digenjot oleh Presiden.
Akan banyak pelaku usaha yang melakukan usaha patungan (joint venture) dengan BUMN/BUMD was-was, karena sewaktu-waktu bisa saja mereka dibidik dengan mudah melakukan korupsi.
"Jelas ini tidak kondusif bagi usaha membangun iklim bisnis yang sehat dan kompetitif. Bagi klien kami, ini jelas telah dirampas hak asasinya," katanya.
Sejak kasus ini mulai diperiksa, kliennya selalu koperatif, hadir setiap dipanggil. Tidak ada indikasi apapun untuk melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatan. Gimana mengulangi, klien kami saja sudah mantan, yang tidak lagi punya akses atas perusahaan daerah tersebut.
Penetapan tersangka dan penahanan klien kami telah menimbulkan keadaan yang buruk bagi klien kami, yang tidak mendapatkan pemeriksaan secara layak. Ini juga menimbulkan tidak adanya kepastian hukum dan telah menimbulkan perlakuan yang secara sewenang-wenang dan tidak wajar kliennya.
Hal ini tentu menimbulkan kerugian besar juga bagi klien kami baik secara materiil maupun immaterial.
Petitum Permohonan​:
1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonanpraperadilan PEMOHON ini untuk seluruhnya;
2. Menyatakan tidak sah menurut hukum tindakan TERMOHONmenetapkan PEMOHON sebagai Tersangka telah melanggar Pasal2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
3. Memerintahkan kepada TERMOHON untuk menghentikan Penyidikan terhadap PEMOHON yang dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Nomor: Print-04/L.6.5/Fd.1/10/2019 tanggal 25 September 2019, Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-09/F.2/Fd.2/01/2020 tanggal 10 Januari 2020 Jo. Nomor: Print-539/F.2/Fd.2/11/2020 tanggal 12 November 2020 Jo Nomor: Print-565/F.2/Fd.2/11/2020 tanggal 27 November 2020 Jo. Nomor: Print-23a/F.2/Fd.2/04/2021 tanggal 06 April 2021 Jo. Nomor: Print-28.a/F.2/Fd.2/05/2021 tanggal 20 Mei 2021;
4. Menyatakan tidak sah menurut hukum Penahanan terhadap PEMOHON sesuai Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: F.2./Fd.2/09/2021 tanggal 08 September 2021 sebagai Tersangka telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
5. Memerintahkan kepada TERMOHON untuk MEMBEBASKAN Tersangka Dr. AHMAD YANIARSYAH HASAN, S.E., M.M., (PEMOHON dalam perkara Praperadilan ini) dari tahanan seketika setelah putusan ini diucapkan;
6. Menghukum TERMOHON untuk membayar ganti kerugian materiil Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta Rupiah) dan kerugian immaterial sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
7. Melakukan rehabilitasi dan mengembalikan kedudukan hukum PEMOHON sesuai dengan harkat dan martabat dari PEMOHON;
8. Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara a quo;
ATAU:
Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (Ex Aequo et Bono).
- Polisi Tetapkan Tiga Tersangka Pembuang Bayi di Simpang Mamplam
- Gugatan Blok Migas Atam, Asrizal: Tidak Dicabut Gugatannya, Tapi Didaftarkan Ulang
- Masyarakat Berang, Herlin Kenza Sudah Tersangka Namun Belum Ditahan
- Penyerahan Tersangka Yalsa Boutique Perkara Pidana Perbankan Uang kepada Kejari Banda Aceh