kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Pelanggaran HAM dan Komitmen Pemerintah Memulihkan Hak Korban

Pelanggaran HAM dan Komitmen Pemerintah Memulihkan Hak Korban

Sabtu, 14 Januari 2023 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) memberikan keterangan terkait pelanggaran HAM masa lalu di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu  (11/1/2023). Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu dan akan memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial. [Foto: Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay]


DIALEKSIS.COM | Dialektika - Seriuskah pemerintah memulihkan hak-hak para korban pelanggaran HAM yang terjadi di Bumi Pertiwi? Pengakuan Presiden Jokowi apakah hanya sekedar retorika?

Presiden Jokowi sudah mengeluarkan pernyataan pemerintah akan memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial. Pernyataan ini telah membawa angin segar dan merupakan sebuah kemajuan dalam tatanan hukum di negeri ini.

Namun banyak pihak yang meragukan keseriusan presiden dan mampu komitmen atas pernyataannya. Bahkan ada yang menuding pernyataan Jokowi hanya retorika kosong dan pencitraan.

Berbagai pihak memberikan pernyataan atas sikap Presiden Jokowi. Bagaimana hangatnya pembahasan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM ini, Dialeksis.com merangkumnya dalam sebuah catatan.

Pengakuan presiden ini ditanggapi mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI periode 2017–2022, Drs. Ahmad Taufan Damanik, MA. Dia mengapresiasi pengakuan tersebut. Baginya pengakuan itu menjadi hadiah terindah untuk korban pelanggaran HAM.

Dulu, semasa ia masih menjabat sebagai Ketua Komnas HAM juga ikut memberikan masukan terhadap konsep tersebut.

“Waktu itu kesepakatannya, non-yudisial itu satu penyelesaian yang tidak berarti menggantikan penyelesaian yudisial,” kata Ahmad Taufan saat diwawancarai Dialeksis.com, Kamis (12/1/2023).

Mantan Ketua Komnas HAM periode 2017-2022, Drs. Ahmad Taufan Damanik, MA. [Foto: Kompas/Roderick Adrian]

Ia mengatakan, penyelesaian non-yudisial itu sebagai bridging saja, karena ke depan akan ada UU KKR.

“Untuk buat UU itu pasti lama lagi, dalam rangka menunggu sampai ada UU KKR yang sedang disiapkan oleh Kemenkumham makanya kita dorong waktu dulu ada Keppres,” jelasnya.

Sambungnya, pengakuan tersebut tentu bukan sekedar formalitas tetapi kedepan akan ada program rehabilitasi terhadap korban dan program pemulihan lainnya. Sementara bagi masyarakat sipil tugasnya adalah memastikan bahwa suara korban dan keluarga korban harus ditampung oleh pemerintah.

Ia juga mengingatkan ada 11 rekomendasi dari Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu (PPHAM). Mulai dari pengakuan dan ungkapan penyesalan, menyusun ulang sejarah, memulihkan hak korban, melakukan pendataan kembali korban, memulihkan hak konstitusional sebagai korban dan warga negara.

“Tim PPHAM sudah selesai tugasnya sejak 1 Desember lalu, nanti rekomendasi mereka dijalankan oleh yang lain lagi,” pungkasnya.

Bagaimana pendapat mantan ketua Komnas HAM lainya? Menurut Otto Syamsuddin Ishak, mantan ketua Komnas HAM, pengakuan negara terhadap 12 kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di tanah air merupakan satu kemajuan politik.

“Pertanyaan lanjutannya, apakah pernyataan presiden tersebut memiliki dampak pada penegakan hukum atau hanya sekedar prank politik jelang akhir masa jabatannya,” kata Otto.

Otto Syamsuddin Ishak

Diketahui, khusus untuk Aceh ada pengakuan politik terhadap 3 kasus yang sudah selesai penyelidikan pro justitia oleh Komnasham RI, dari 5 tipe kasus yang pernah diusulkan Otto Syamsuddin pada pleno Komnasham.

Yaitu Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989; Peristiwa Simpang KKA di Aceh tahun 1999; Peristiwa Jambo Keupok di Aceh tahun 2003.

Artinya, kata Otto, untuk Aceh masih tersisa 2 kasus lagi yakni Tragedi di Bener Meriah dan Bumi Flora.

“Belum lagi kasus-kasus tunggal dan massal lainnya di luar 5 tipe kasus itu, yang banyaknya bisa puluhan bahkan ratusan kasus,” ungkapnya.

Selanjutnya »     Menurutnya, pengakuan pelanggaran HAM be...
Halaman: 1 2 3 4 5
Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda