Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Pelanggaran HAM dan Komitmen Pemerintah Memulihkan Hak Korban

Pelanggaran HAM dan Komitmen Pemerintah Memulihkan Hak Korban

Sabtu, 14 Januari 2023 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) memberikan keterangan terkait pelanggaran HAM masa lalu di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu  (11/1/2023). Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu dan akan memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial. [Foto: Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay]


Menurutnya, pengakuan pelanggaran HAM berat tersebut mekanisme penyelesaiannya belum dirumuskan. Jadi masih banyak tahapan yang harus dilalui meskipun inisiatif presiden Jokowi itu disebut penyelesaian non-yudisial.

“Padahal tugas presiden selesai di 2024, dan Perpres itu agak singkat berlakunya. Kita apresiasi pengakuan tersebut, semoga kasus pelanggaran hal tidak terulang lagi,” sebut Otto.

Pernyataan mantan ketua Komnas HAM ini memcuat setelah Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan kesungguhan pemerintah agar pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat tidak terjadi lagi di tanah air.

Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi usai menerima Laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM), di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/01/2023) pagi.

“Saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang,” ujar Presiden.

Presiden mengungkapkan, dirinya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim PPHAM dan mengakui adanya pelanggaran HAM berat yang terjadi pada berbagai peristiwa.

“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” ujarnya.

Presiden pun sangat menyesalkan 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di masa lalu. Dua belas peristiwa itu; pertama peristiwa 1965-1966; kedua Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985.

Ketiga peristiwa Talangsari, Lampung 1989. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989; kelima Penghilangan Orang Secara Paksa tahun 1997-1998; ke 6, Peristiwa kerusuhan Mei 1998.

Ketujuh peristiwa Trisakti dan Semanggi 1 dan 2, 1998 dan 1999. Kedelapan peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, sembilan peristiwa Simpang KKA di Aceh tahun 1999; ke 10, peristiwa Wasior di Papua 2001-2002, ke 11, peristiwa Wamena, Papua di 2003, dan peristiwa Jambo Keupok di Aceh tahun 2003.

Kepala Negara juga menyampaikan rasa simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban.

“Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial,” ujarnya.

Lebih lanjut, Presiden pun memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah dalam memulihkan hak korban serta menjaga agar pelanggaran HAM yang berat tidak terjadi lagi di masa mendatang.

“Saya minta kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah agar dua hal tersebut bisa terlaksana dengan baik. Semoga upaya ini menjadi langkah yang berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa, guna memperkuat kerukunan nasional kita dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” pungkasnya.

Turut mendampingi Presiden saat memberikan keterangan pers, yaitu Menko Polhukam Mahfud MD dan 8 anggota Tim PPHAM yang terdiri dari Makarim Wibisono, Ifdal Kasim, Suparman Marzuki, Mustafa Abubakar, Rahayu, As ad Said Ali, Kiki Syahnarki, Komarudin Hidayat.

Selanjutnya »     Sikap Komnas HAM Statament Presiden tel...
Halaman: 1 2 3 4 5
Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda