PBB Klaim Prabowo Dapat Dukungan Tokoh Adat se-Sumbar di Pilpres 2024
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Padang - Sebanyak 113 Ninik Mamak dan pemangku adat dari 18 kabupaten dan kota se-Sumatra Barat menggelar konsolidasi memenangkan Partai Bulan Bintang (PBB) dan Prabowo Subianto pada Pileg dan Pilpres 2024. Sekjen PBB Afriansyah Noor menyebut Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto adalah presiden pilihan para Ninik Mamak di Sumatra Barat.
Ia menyebut, Prabowo memiliki ciri-ciri seorang pemimpin, yaitu amanah dan tepat janji. Afriansyah mengaku awalnya khawatir Prabowo tidak dapat hadir dalam acara Konsolidasi Zona III PBB yang digelar di Hotel Pangeran Beach, Padang, Sumatra Barat pada Sabtu (9/9/2023).
"Tadinya saya sedikit agak ketakutan, takutnya Pak Prabowo tidak tiba disini. Tapi, yang namanya pemimpin itu harus tepat janji," kata Afriansyah dalam keterangan yang diterima pada Minggu (10/9/2023).
"Pemimpin itu harus amanah. Nah, ciri-ciri pemimpin amanah dan tepat janji itu ada di calon presiden kita, Bapak Prabowo Subianto," ucap Afriansyah menambahkan.
Pada kesempatan yang sama, Afriansyah mengatakan Prabowo mendapatkan dukungan dari Ninik Mamak se-Sumatra Barat dalam kontestasi Pilpres 2024 mendatang. "Saya dan Pak Yusril sudah menemani beliau (Prabowo) untuk bertemu dengan Ninik Mamak di ruangan khusus, dan alhamdulillah Ninik Mamak se-Sumbar siap memenangkan PBB dan Pak Prabowo di Pileg dan Pilpres 2024," ujar Afriansyah.
Sekjen Partai Bulan Bintang ini menyebut Ninik Mamak berharap Prabowo menang menjadi presiden. PBB juga mengusulkan Prof Yusril (Yusril Ihza Mahendra) yang bergelar datuak maharajo palinduang jadi bakal cawapres Prabowo. Hingga saat ini, Prabowo memang belum mengumumkan cawapresnya.
"Soal cawapres, Pak Prabowo akan kumpulkan semua parpol pengusung untuk musyawarah mufakat," ujar Afriansyah.
Sebagai informasi, Ninik Mamak atau yang lebih dikenal dengan nama penghulu adalah pemimpin adat (fungsional adat) di Minangkabau. Kepemimpinan Ninik Mamak merupakan kepemimpinan tradisional, sesuai pola yang telah digariskan adat secara berkesinambungan, dengan arti kata “patah tumbuah hilang baganti” kaum masing-masing, dalam suku dan nagari.