Menanti Kebangkitan Ekonomi Aceh Lewat Kek Aceh (Arun)
Font: Ukuran: - +
Oleh : Saddam Rassanjani *
Kebijakan pemerintah Indonesia dalam mendesain Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di daerah merupakan suatu terobosan yang akan mampu mempercepat semangat kebangkitan perekonomian nasional yang membuka langkah strategis dalam mewujudkan kemandirian ekonomi di ranah lokal. Keseriusan pemerintah akan hal ini dapat dilihat dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.39/2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
Terdapat beberapa provinsi yang saat ini sudah di programkan dan masuk dalam blue print pemerintah pusat, yaitu; Tanjung Lesung (Banten), Sei Mangkei (Sumatra Utara), Palu (Sulawesi Tengah), Bitung (Sulawesi Utara), Mandalika (NTB), Morotai (Maluku Utara), Tanjung Api-Api (Sumatera Selatan) dan Maloi Batuta Trans Kalimantan/MBTK (Kalimantan Timur). Dan dari kedelapan KEK tersebut, baru KEK Sei Mangkei dan KEK Tanjung Lesung yang sudah beroperasi.
Teruntuk Aceh, kebijakan KEK telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2017 tentang Kawasan Khusus Ekonomi (KEK) Arun Lhokseumawe pada 17 Februari 2017 lalu. Luas KEK Aceh mencapai 2.622 hektare, yang terdiri atas kawasan eks kilang Arun Lhokseumawe seluas 1.840 hektare, Kawasan Dewantara seluas 582 hektare, dan kawasan Jamuan, Kabupaten Aceh Utara, seluas 199,6 hektare.
Jika ditinjau dari territorial (kawasan) pengoperasian KEK Aceh meliputi; kompleks kilang Arun, Kecamatan Dewantara serta Desa Jamuan yang merupakan lokasi pabrik PT KKA. Lebih lanjut, jika dicermati secara geografis, posisi KEK Aceh mempunyai keunggulan komparatif untuk menjadi bagian dari jaringan produksi global atau rantai nilai global karena dilintasi oleh Sea Lane of Communication (SloC), yaitu Selat Malaka.
Tujuan utama dari pemerintah pusat terhadap Aceh dan beberapa provinsi lain yang sudah diberikan kewenangan dalam pengelolaan KEK adalah untuk memberikan kepastian dan daya tarik para investor untuk menanamkan modal di Indonesia, sekaligus bertujuan untuk menyerap lapangan pekerjaan dan penghasilan bagi daerah dan pekerja lokal. Sedangkan misi khususnya adalah pengembangan industri berbasis sumber daya lokal. Jadi, bahasa sederhananya adalah eksistensi KEK Aceh ialah untuk memperbaiki iklim investasi dan membuat kesejahteraan masyarakat Aceh meningkat.
Berbicara lebih jauh, fasilitas dan kemudahan untuk KEK Aceh maupun KEK lainnya di Indonesia ini terdiri dari 9 (Sembilan) poin utama, diantaranya: diskon pajak penghasilan, tax holiday untuk investasi di bidang kegiatan, tax allowance untuk investasi di luar bidang kegiatan utama, PPN dan PPnBM tidak dipungut untuk kegiatan impor, tarif bea masuk memakai ketentuan tersendiri, dan keuntungan lainnya.
KEK Aceh dan Harapan
Pengoperasian KEK Aceh melibatkan empat perusahan BUMN dan BMUD yang tergabung dalam satu konsorsium, terdiri dari PT Pertamina bidang Migas, PT Pupuk Iskandar Muda (PT PIM) bidang industri kimia, PT Pelindo 1 bidang logistik, dan Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA) bidang agro industri.
Walaupun digadang-gadang akan mampu membawa dampak ekonomi yang besar, mirisnya saat ini belum sesuai dengan ekspektasi masyarakat Aceh. Hal ini dapat dilihat dari implementasinya yang terkesan publik tersendat (stagnan). Dari hasil penelusuran berbagai informasi dan berbagai sumber.
Di identifikasikan masalah-masalah yang dihadapi KEK Aceh (Arun), sehingga terkesan mandek.
Pertama; lahan dan aset yang dikuasai LMAN belum sepenuhnya diserahkan pengelolaannya kepada BUPP-PT Patriot Nusantara Aceh.
Kedua; PT. Pertamina dan PT. Perlindo belum menyerahkan penyertaan modalnya kepada BUPP.
Ketiga; desain bisnis dalam blue print KEK Arun yang dibuat konsultan internasional perlu disegerakan tuntas.
Keempat; pembangunan luar kawasan KEK Arun, seperti bandara, jalan, infrastruktur lainnya belum mendapat prioritas baik dari APBN maupun APBA. Kelima; terdapat masalah sengketa tahan (lahan) yang belum diselesaikan dengan masyarakat sekitar, khususnya Ikatan Keluarga Blang Lancang. Dan terakhir keenam; belum ada perencanaan dan strategi untuk penyiapan SDM lokal yang akan terlibat dalam KEK Arun.
Agar harapan masyarakat akan kebangkitan perekonomian Aceh terealisasikan, diperlukan solusi konkrit atas masalah-masalah yang telah diuraikan diatas. Disini dibutuhkan keseriusan seluruh stakeholders untuk duduk bersama membahas mencari jalan keluar agar KEK Aceh (Arun) segera beroperasi.
Penting untuk perlu dicatat dan difahami kita semua selaku pengambil kebijakan, beragam paket kemudahan tidak berdaya ketika seluruh pihak tidak komitmen dan konsisten sesuai rencana yang sudah tertuang dalam master plan. Jangan sampai keberadaan KEK Aceh hanya sekedar konsep diatas kertas dan sebatas mimpi saja yang diobral murah untuk masyarakat Aceh. Untuk itu, semua pihak jangan bermain intrik maupun terlalu ego akan memperjuangkan muatan kepentingan kelompok maupun personal daripada kepentingan masyarakat Aceh.
* Penulis adalah Peneliti Jaringan Survey Inisiatif