Beranda / Berita / Aceh / Soal pencabutan IUP Tambang Aceh, Pusat Dinilai Mengangkangi UUPA

Soal pencabutan IUP Tambang Aceh, Pusat Dinilai Mengangkangi UUPA

Senin, 25 April 2022 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Asyraf

Peneliti Jaringan Survei Inisiatif (JSI) Aryos Nivada. [Foto: For Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah menerbitkan 180 surat pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tambang mineral dan batu bara. Keputusan itu ditandatangani langsung oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.

Sejumlah perusahaan tambang Aceh terkena dampak ekses dicabutnya IUP oleh pemerintah pusat. Diantaranya IUP PT Aroma Cipta Anugrahtama (ACA) yang saat ini berubah nama menjadi PT Solusi Bangun Andalas (SBA), perusahaan semen yang berlokasi di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Kemudian IUP Produksi Komoditas Bijih Besi Koperasi Serba Usaha (KSU) Tiega Manggis, Simpang Dua, Kecamatan Kluet Tengah, Aceh Selatan.

Merespon hal tersebut, Peneliti Jaringan Survei Inisiatif (JSI) Aryos Nivada menyatakan bahwa pencabutan IUP tersebut berpotensi melanggar hukum dan menyalahi peraturan perundangan. UU Yang dilanggar yaitu UU Minerba No. 3/2020 dan UU No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh.

“Jadi pusat melalui Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia melabrak dua regulasi sekaligus. Pertama berdasarkan UU Minerba No. 3/2020, penerbitan dan pencabutan IUP hanya bisa dilakukan oleh Menteri ESDM. Sehingga keputusan Menteri Investasi dalam mencabut IUP tersebut tidak memiliki landasan hukum. UU Minerba mengatur Menteri ESDM yang menerbitkan dan mencabut IUP. Bila ingin memberikan kewenangan pada BKPM harus ada UU juga terkait pencabutan IUP oleh BKPM.”

Kemudian lanjut Akademisi Universitas Syiah Kuala (USK) ini, dalam UUPA ditegaskan pemberian dan pencabutan IUP di Aceh menjadi kewenangan pemerintah provinsi. 

“Penjelasan kewenangan pengelolaan minerba termaktub dalam Pasal 156 UUPA. Selain itu juga diatur dalam UU Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba dan Batubara. Tak hanya itu, Kemendagri melalui suratnya nomor 118/4773/OTDA tertanggal 22 Juli 2021 juga menegaskan bahwa Aceh memiliki kewenangan khusus pengelolaan mineral dan batubara,” Jelas Aryos.

Lebih lanjut, Ia menjelaskan dalam pasal Pasal 156 UUPA pada ayat (1) ditegaskan Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota mengelola sumber daya alam di Aceh baik di darat maupun di laut wilayah Aceh.

Pada ayat (3) dijelaskan Sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang pertambangan yang terdiri atas pertambangan mineral, batu bara, panas bumi, bidang kehutanan, pertanian, perikanan, dan kelautan yang dilaksanakan dengan menerapkan prinsip transparansi dan pembangunan berkelanjutan.

“Terkait izin IUP, dalam Pasal 156 ayat (3) huruf a UUPA sudah jelas ditegaskan bahwa Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dan berdasarkan norma, standar, dan prosedur yang berlaku nasional berhak memberikan izin eksplorasi dan eksploitasi pertambangan umum. Jadi sudah jelas sekali kewenangan izin dan pencabutan terkait pertambangan adalah kewenangan Aceh. Karena hal ini merupakan bagian dari kekhususan kewenangan Aceh sebagaimana ditegaskan UUPA,” tegas Aryos. 

Aryos tercatat sebagai peneliti Lingkar Sindikasi Grup menilai dibalik pencabutan ratusan IUP itu, tercium aroma politis dan kepentingan pemain tambang besar.

“Unsur politis terlihat jelas di dalam pencabutan izin ini di karenakan yang di cabut adalah tambang tambang dgn reserve besar baik emas dan biji besi serta mereka masih beraktivitas di lapangan. Jadi dibalik pencabutan besar besaran ini, publik menilai kuat dugaan ada kepentingan oligarki dan pemain besar tambang dibalik keputusan pusat mencabut IUP tambang perusahaan lokal,” pungkasnya. [asy]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda