Beranda / Berita / Aceh / Prof Herman Fithra Berharap Pemerintah Aceh Dapat Menerapkan Butir-butir Perjanjian dalam MoU Helsinki

Prof Herman Fithra Berharap Pemerintah Aceh Dapat Menerapkan Butir-butir Perjanjian dalam MoU Helsinki

Minggu, 05 Juni 2022 23:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Auliana Rizki

Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal), Prof. Dr. Ir. H. Herman Fithra, ST., MT., IPM., ASEAN.Eng. memberikan paparan saat kunjungan Program Pendidikan Reguler (PPRA) VXIII Lemhannas Republik Indonesia (RI) ke Provinsi Aceh tahun 2022, yang disiarkan dalam kanal YouTube Jejak Herfith Unimal, Jumat (3/6/2022). [Foto: Tangkapan layar]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal), Prof. Dr. Ir. H. Herman Fithra, ST., MT., IPM., ASEAN.Eng. menyampaikan Aceh memiliki suku hingga 13, tapi tidak pernah mengalami konflik antar suku, agama, ras dan lainnya.

Hal itu disampaikan Prof Herman dalam paparan kunjungan Program Pendidikan Reguler (PPRA) VXIII Lemhannas Republik Indonesia (RI) ke Provinsi Aceh tahun 2022, yang disiarkan dalam kanal YouTube Jejak Herfith Unimal, Jumat (3/6/2022).

Ia mengatakan, Laporan Penanggung Jawab (LPJ) ini disusun sesuai visi dan misi dari pemerintah Aceh. Adapun visi pemerintah Aceh mewujudkan damai, sejahtera, pemerintah adil, bersih, dan melayani masyarakat. 

"Maka, makna damai adalah bagaimana pemerintah Aceh dapat mengimplementasikan butir-butir perjanjian dalam MoU Helsinki," tutur Prof Herman.

Lanjutnya, sejahtera adalah bagaimana pemerintah Aceh menyediakan kesehatan yang baik, pendidikan yang bagus, dan ketersediaan perumahan untuk masyarakatnya serta penyediaan lapangan kerja yang layak untuk masyarakatnya.

Kemudian, dari visi dan misi diturunkan menjadi 15 program unggulan pemerintah Aceh diantaranya ada Aceh pemulia dan Aceh bermartabat. 

"Aceh Pemulia itu adalah siapa pun yang datang ke Aceh akan dijamu dengan baik," ucapnya.

Ia juga menambahkan, hampir 70% masyarakat berada di pesisir Utara dan Timur, artinya masyarakat dari Banda Aceh hingga perbatasan Sumatera Utara. Sementara 30% masyarakat berada di tengah Aceh.

Tentu Provinsi Aceh, sebutnya lagi, terjadi ketimpangan pembangunan. Mengingat Aceh memiliki 13 suku yang berbeda. Meski demikian Aceh tidak pernah konflik antar suku, agama, ras, dan kebudayaan.

"Aceh itu sukunya sampai 13, tapi tidak pernah konflik antar suku, agama, ras, dan lainnya," ujarnya lagi.

Masa depan Aceh berada di Selat Malaka, artinya laut yang ada di Aceh harus diberdayakan. Karena Migas Aceh masih besar isinya. 

"Sekarang Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) sedang melakukan eksplorasi terkait hal ini, semoga hasilnya sesuai prediksi," harapnya.

Prof herman juga menegaskan bahwa 99,9% masyarakat Aceh tidak lagi bertentangan dengan ideologi pancasila. Ia juga berharap, Aceh dapat mempersiapkan semua regulasi undang-undang sesuai dengan butir-butir MoU Helsinki secara luas. [AU]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda