Pengabdian Komisioner KKR Berakhir Hari Ini, Pemerintah Aceh Diminta Jangan Dibiarkan Lowong
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Divisi Riset dan Pengembangan KontraS Aceh, Fuadi Mardhatillah. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Keberadaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh telah memasuki tahun ke lima, yang juga berarti tahun terakhir masa kerja Komisioner KKR Aceh periode pertama, sejak mereka dilantik pada 24 Oktober 2016 silam.
Mengacu pada tanggal tersebut, maka secara resmi masa kepemimpinan komisioner itu berakhir hari ini, Minggu (24/10/2021).
Diketahui saat ini, Tim Panitia Seleksi (Pansel) Calon Komisioner KKR Aceh Periode 2021-2026 tengah bekerja menjaring sosok-sosok yang dianggap tepat menjadi komisioner di periode baru nantinya.
Namun di sela-sela itu, penting dipikirkan bagaimana kelanjutan dari kinerja KKR Aceh dalam melanjutkan tupoksinya, hingga dilantik komisioner KKR Aceh yang baru.
Divisi Riset dan Pengembangan KontraS Aceh, Fuadi Mardhatillah mengatakan, potensi kekosongan dalam kepemimpinan kelembagaan KKR Aceh seharusnya oleh Pemerintah Aceh berkenan mau mengambil kebijakan dengan memperpanjang masa kerja komisioner periode pertama ini untuk beberapa waktu.
Perlu dipahami, kata dia, fungsi komisioner sangat jauh berbeda dengan kesekretariatan. Sekretariat hanya menjalankan fungsi administratif di sebuah lembaga sementara komisioner memiliki fungsi pengambil kebijakan terkait dengan kerja-kerja kelembagaan sebagaimana termaktub dalam Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang KKR Aceh.
"Dengan fungsi tersebut, maka tegas, tidak boleh terjadi kekosongan kepemimpinan dalam kepemimpinan KKR Aceh. KontraS Aceh juga menyesalkan sikap Pemerintah Aceh yang mengabaikan surat dari Pimpinan DPRA Aceh Nomor 161/2211 pada tanggal 11 Oktober 2021 tentang Rekomendasi Perpanjangan Masa Kerja Komisioner KKR Aceh," kata Fuadi kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Minggu (24/10/2021).
Padahal, lanjutnya, dalam surat tersebut, pada poin dua disebutkan jika permohonan perpanjangan masa jabatan Komisioner periode ini hingga terpilih komisioner baru periode 2021-2026.
Bagi KontraS Aceh, kata Fuadi, sikap DPRA ini diambil melalui serangkaian pertimbangan, baik yuridis maupun politis.
Komisi I DPRA, kata dia, diketahui telah menggelar pertemuan dengan Biro Hukum, Biro Tata Pemerintahan dan Biro Organisasi Setda Aceh untuk membahas perihal ini.
"Jika dibiarkan vakum, dikhawatirkan ini bakal berdampak serius pada kerja-kerja KKR Aceh. Sebagai bagian krusial dari kesepakatan damai MoU Helsinki 2005 silam dan juga telah dimandatkan dalam UUPA," ungkapnya.
"Ada untuk tiga tujuan KKR Aceh, yakni mengungkap kebenaran atas peristiwa konflik Aceh di masa lalu, merekomendasikan reparasi (pemulihan) hak korban konflik, serta memfasilitasi tercapainya rekonsiliasi berbasis kearifan lokal," sambungnya.
Fuadi mengatakan, dalam masa kerja lima tahun terakhir, KKR Aceh dihadang banyak kendala. Mulai dari keterbatasan anggaran, kesekretariatan yang belum mandiri, hingga minimnya dukungan politis dari para pemangku kepentingan di Aceh.
"Komitmen dan dukungan terhadap kerja-kerja KKR dalam mengungkap kebenaran dan upaya pemulihan atas peristiwa kekerasan saat konflik masa lalu, berarti menunjukkan keberpihakan yang serius terhadap mayoritas korban yang hingga kini belum terpenuhi hak-haknya," tegas dia.
Karena itu, KontraS Aceh menagih keseriusan Pemerintah Aceh mengenai hal ini. Apalagi, di akhir kerjanya pada periode pertama ini, Komisioner KKR Aceh bakal merilis laporan komprehensif terkait motif, pola dan dampak dari konflik Aceh kepada publik.
Laporan itu, lanjut Fuadi, diharapkan bisa menjadi rujukan bagi Pemerintah Aceh dalam mengambil kebijakan terkait penyelesaian masalah-masalah yang masih menjadi PR bagi Aceh, kendati perdamaian telah ditoreh 15 tahun silam.
Fuadi menegaskan, upaya merawat perdamaian merupakan salah satu program prioritas Pemerintah Aceh yang tertuang dalam RPJM melalui Aceh Damai.
"Aceh damai bisa terwujud salah satunya dengan melakukan pemulihan terhadap korban pelanggaran HAM masa lalu dan kerja-kerja kelembagaan KKR Aceh secara berkelanjutan tentu akan mendukung menuju Aceh Damai, akan tetapi sangat disayangkan ternyata Pemerintah Aceh sendiri tidak terlalu serius dalam mewujudkan Aceh Damai dan membuat kelembagaan KKR Aceh kehilangan kepemimpinan," pungkasnya.