Beranda / Berita / Aceh / Cegah Berita Hoax, Pemerintah Diminta Lebih Serius Upayakan Pendidikan Literasi

Cegah Berita Hoax, Pemerintah Diminta Lebih Serius Upayakan Pendidikan Literasi

Rabu, 06 Oktober 2021 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : MHV

Dr. Wiratmadina. [Foto: IST]

DIALEKSIS.COM | Aceh Tamiang - Dekan Fakultas Hukum dari Universitas Abulyatama Aceh, Dr. Wiratmadinata, S.H., M.H., menyebutkan rendahnya literasi media menjadi salah satu faktor merajalelanya hoax sehingga berdampak buruk pada kehidupan sosial dan politik di Indonesia

"Pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih serius dalam upaya Pendidikan Literasi Media Digital kepada warga, terutama kalangan remaja dan pemuda, agar mereka tidak terjebak dalam penyebaran berita hoax, fake news, dan sejenisnya," terang Dr. Wiratmadinata, saat memberi paparan dalam Dialog Isu Aktual yang diselenggarakan Kesbangpol Aceh di SKB Aceh Tamiang, Rabu (6/10/2021).

Lebih lanjut akademisi yang juga Pengurus FKPT (Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme) Aceh itu menjelaskan saat ini berita hoax atau berita palsu, diproduksi oleh orang-orang atau kelompok tertentu dengan tujuan beragam.

Intinya, sambung dia, kebohongan yang disampaikan terus-menerus, terutama melalui kanal media sosial (Medsos), seperti FB, IG, Twitter, media online abal-abal, dan sejenisnya, akan membuat orang "tercuci otaknya" dan menganggap suatu kebohongan sebagai sebuah kebenaran. 

"Kebohongan yang diceritakan satu kali adalah kebohongan, tapi kebohongan yang diceritakan terus-menerus, viral dan dikemas dengan apik, lama-lama dianggap sebagai kebenaran. Itulah bahayanya hoax," kata Wira, yang juga menjabat Staff Khusus Gubernur Aceh. 

Diterangkan olehnya, materi kebohongan dalam berita hoax biasanya bermotif politik, misalnya mendiskreditkan Pemerintah, menuding negatif kelompok lain yang tak disukai, mendiskreditkan toloh masyarakat tertentu, dan individu tertentu. 

Semuanya dengan tujuan politik. Dampaknya adalah meningkatkan kebencian, membangkitkan amarah dan memicu ketegangan dan mengakibatkan konflik. 

"Hoax juga bisa merusak ketahanan nasional, akibat generasi muda diprovokasi untuk membenci pemerintah, melecehkan negara sendiri, dan akhirnya anarkis serta menurunkan kebanggaan atas negara sendiri  atau menurunnya nasionalisme," ungkapnya. 

Pada akhir penjelasannya, akademisi yang juga mantan jurnalis itu memberikan tips untuk mengenal ciri-ciri berita hoax diantaranya; membangkitkan kebencian atas suatu kelompok dengan membuat labelling (julukan megatif) misalnya "cebong" atau "kampret". 

Sumber beritanya tidak jelas sehingga tidak bisa diverifikasi, memanfaatkan fanatisme agama dan ideologi; misalnya Islam vs Pancasila, diadu domba, manipulasi foto dan video, serta selalu ada perintah "viralkan" atau 'share'.  "Kita harus tahu ciri berita hoax ini agar tahu pula cara mencegah diri sendiri agar tidak jadi penyebar berita hoax," ujarnya 

Dr. Wiratmadinata berharap, agar pemerintah tidak lagi menganggap masalah literasi media digital ini sebagai persoalan kecil. Sebab berbagai masalah sosial, ekonomi dan politik yang sedang dihadapi akan semakin sulit untuk diselesaikan, apabila berita-berita palsu yang disinformatif menyebar secara masif ditengah masyarakat. 

"Orang mudah diprovokasi, kohesi sosial jadi rentan dan konflik politik mudah terjadi, karena persepsi publik dikacaukan oleh berita hoax di media sosial. Jadi pemerintah wajib melindungi rakyat dari serangan berita hoax," ucap Wiratmadinata menutup pembahasan. (MHV)

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda