Beranda / Berita / Aceh / IKAMBA: Kritik Pj Wali Kota, SIMAK Dinilai Gagal Paham

IKAMBA: Kritik Pj Wali Kota, SIMAK Dinilai Gagal Paham

Selasa, 20 Desember 2022 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Akbar, Ketua Ikatan Mahasiswa Kota Banda Aceh (Ikamba). [Foto: Ist,]


DIALEKSIS.COM | Aceh - Ketua Suara Independen Mahasiswa Kota (SIMAK) Ariyanda dinilai gagal paham soal kritikannya kepada Pj Wali Kota Banda Aceh Bakri Siddiq. Tudingan SIMAK mulai dari pembayaran tunjangan pegawai, SP2D bodong, hingga pajak restoran 10 persen tak berdasar fakta.

"Ini parah. Dia gagal paham atau malah tidak mengerti pokok persoalan, asal bunyi demi kepentingan sang aktor intelektual. Statement yang dikeluarkan hanya untuk membodohi masyarakat dan menyudutkan pemerintah," demikian ungkap Akbar, Ketua Ikatan Mahasiswa Kota Banda Aceh (Ikamba), Selasa (20/12/2022).

Terkait dengan tunjangan pegawai di lingkungan Pemko Banda Aceh, sebelum Bakri Siddiq menjabat sudah macet selama enam bulan sejak Januari 2022. 

"Dan selama beliau menjabat seperti kita baca di media massa sudah dibayarkan berturut-turut pada bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober," tutur Akbar.

"Malahan untuk bulan November dan Desember telah dibayarkan dua bulan sekaligus pada awal bulan ini. Ini salah satu imbas dari rasionalisasi anggaran yang dilakukan Pj Wali Kota, di samping lancarnya penyaluran ADG atau dana desa ke gampong-gampong," ujarnya lebih lanjut.

Perlu digarisbawahi, pembayaran tunjangan pegawai dilakukan sesuai keuangan daerah. 

"Untuk TPP sebelum masa Bakri Siddiq menjabat, jika saya melihat komitmen beliau, juga akan diupayakan diselesaikan demi kesejahteraan pegawai, walau ini warisan dari pemerintah sebelumnya. Kalau dari Juli hingga Desember 2022 sudah beres di masa Pak Pj," ucap Akbar.

Terkait dengan tudingan SP2D bodong, hal itu sudah dibantah oleh Kepala BPKK Banda Aceh Iqbal Rokan beberapa waktu lalu. 

"Untuk setiap SP2D yang sudah dikeluarkan oleh BPKK, Iqbal mengatakan pasti akan diselesaikan. "Pasti akan dibayarkan. Jadi sudah digaransi oleh Pemko Banda Aceh," terangnya.

Hanya saja, karena bertepatan dengan akhir tahun dan banyaknya amprahan yang masuk, BPKK membutuhkan waktu untuk memverifikasi kelengkapan administrasi. 

"Kan harus dicek dulu semua kelengkapan amprahan agar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jadi memang butuh waktu," katanya.

Kemudian yang paling gagal dipahami oleh SIMAK, menurut Akbar, adalah soal pemberlakuan pajak rumah makan dan restoran sebesar 10 persen di Banda Aceh. "Jadi harus dibedakan dulu, mana pajak yang menjadi kewenangan pusat dan daerah."

"Coba baca Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), yang menyebutkan tarif pajak makan di restoran sebagai pajak barang dan jasa tertentu adalah maksimal 10 persen. Ini ada payung hukumnya," pungkas Akbar. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda