Beranda / Berita / Aceh / Awal 2022, Revisi UUPA Akan Dibahas, Ini Kata Teuku Kamaruzzaman

Awal 2022, Revisi UUPA Akan Dibahas, Ini Kata Teuku Kamaruzzaman

Jum`at, 17 Desember 2021 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur
Teuku Kamaruzzaman. [Foto: Ist]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Komite I DPD RI menetapkan awal Januari tahun 2022, DPD RI melalui Komite I mulai membahas revisi Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006.

Staf Khusus Wali Nanggroe, Teuku Kamaruzzaman yang juga akrab disapa Ampon Man mengatakan, Revisi itukan baru masuk Prolegnas DPD RI untuk tahun 2019-2024. “Ditahun 2022 inikan tidak masuk, lebih kurang ada 40 legislasi di DPR RI, kalau gak salah saya juga ada statement dari Fachrul Razi bahwasannya mencoba mendesak DPR RI untuk memasukkan konsep revisi UUPA,” ucapnya kepada Dialeksis.com, Jumat (17/12/2021).

Dirinya mengatakan, kalau kita melihat naskah akademi yang kita terima sekarang ini di Aceh, 1 naskah akademi dan 2 draft konsep perubahannya. 

“Itukan perubahannya hanya menyangkut 2 soal, satu tentang calon Independent, itu keputusan MK, jadi memasukkan 2 buah pesan MK dan KIP terutama calon yang Tapol, artinya itu sebenarnya tidak signifikan, artinya keputusan MK itu walaupun tidak ada perubahan dari UUPA itu akan otomatis akan berlaku dia, karena sudah mengikat dia,” jelasnya.

Lanjutnya, jadi 2 buah hal itu yang sudah beredar di Aceh, kalaupun tidak di ubah atau direvisi itu akan otomatis akan berlaku.

Sedangkan yang lainnya berdasarkan naskah itu kita lihat, Ampon Man menjelaskan, memang perubahannya agak signifikan, artinya kita juga belum tahu ini arah dan konsep yang dibuat oleh DPR RI.

“Namun kita menuju kepada kedua pihak, karena konsep basis dasarnya itukan basis MoU Helsinki, UUPA itu lahir karena MoU Helsinki jadi base platform dasarnya itu MoU Helsinki, artinya memang sejak awal pihak GAM sendiri sebagai para pihak didalam MoU Helsinki itu keberatan dengan UUPA sekarang, karena tidak memasukkan seluruh prousul yang ada didalam MoU Helsinki, apalagi kita lihat sudah sudah 16-17 tahun UUPA itu tidak berdampak pada kesejahteraan di Aceh, nah itu menjadi sebuah soal,” jelas Ampon man.

Lebih lanjut, Ia menjelaskan, artinya ada banyak bentuk regulasi dalam MoU itu, walaupun sudah baik dia, tapi tidak Implementif dia. “Tidak ter Implemetif dia, artinya masih ada regulasi ditingkat nasional oleh kementerian lembaga yang dilaksanakan secara nasional mengabaikan UUPA, nah ini sebuah soal dalam proses perdamaian Aceh yang menjadi sangat krusial,” sebutnya.

Dirinya mengatakan, kalaupun revisi ini tidak ada di 2022-2023 artinya itu, bagaimanapun siap tidak siap Aceh harus siap. “Kalau kita merujuk kepada rekomendasi dari CMI ditahun 2013 sebagai pihak mediasi perundingan GAM-RI itu jelas CMI mengamanatkan proses perubahan revisi atau apapun itu, maka core (Pusatnya) itu ada di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), artinya disini juga bahwa DPRA harus punya peran yang maksimal dan mempersiapkan draft naskah akademik juga mempersiapkan draft revisi yang diinginkan, sehingga UUPA itu memang itu Implementasi dari Butir-butir MoU yang sudah disepakati di tahun 2005 yang lalu,” jelasnya.

Sebenarnya dalam hal ini, kata Ampon Man, ada banyak soal, kita ambil beberapa contoh. “Misalnya kita boleh berdagangan dengan luar negeri, semua proses SDA itu dikelola oleh Aceh, pembagian 70 - 30, kita lihat beberapa investasi yang masuk ke pantai barat-selatan, itu seperti mereduksi UUPA, karena apa? Tidak lanjut norma NSPK atau Norma Standar Prosedur Serta Ketentuan yang dikeluarkan pemerintah pusat didalam UUPA itu belum ada, sehingga semua perizinan itu di pusat,dan ini menjadi soal buat kita, artinya untuk kewenangan kita untuk mengendalikan proyek-proyek investasi masuk ke Aceh itu tidak ada,” katanya.

Kemudian, satu lagi, kemarin itu ada rencana pengiriman bahan material dari Aceh ke wilayah Andaman. “Karena Aceh itu lebih dekat, sedangkan Andaman ke India itu lebih jauh,” tambahnya.

Artinya, kata Ampon Man, hal itupun terhalang oleh regulasi yang tidak membenarkan bahan-bahan tersebut tidak untuk di ekspor.

“Ini artinya kewenangan Aceh juga tereduksi, padahal dalam hal ini Aceh boleh berdagang dengan luar negeri, karena itu perlu sebuah solusi terhadap hal-hal ini, pembicaraan antara pemerintah pusat dan Aceh, MoU mengatakan hal seperti ini, UUPA juga mengatakan hal yang sama, kita sudah melahirkan 60 lebih Qanun, tentang Investasi, Pertambangan, juga termasuk tenaga kerja,” kata Ampon Man.

Teuku Kamaruzzaman diakhir penjelasannya menyampaikan, “Saya kira kalau semua butir MoU itu bisa terlaksana dan proses regulasi baik di UUPA maupun turunannya, artinya ada proses pembangunan ekonomi yang sedemikian gencar di Aceh bisa memberikan kontribusi baik itu di Aceh dan pemerintah Pusat. MoU inikan sebuah konsep dan komitmen perjanjian yang membuat win to win solution antara Aceh dan RI, dan itu bisa terimplementasi semua,” pungkasnya. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda