Apkasindo Aceh Minta Petani Sawit Lahan 4 Hektar Diberikan Subsidi Pupuk
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Aceh, Fadhli Ali. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) pusat mengungkap ada sejumlah penyebab peremajaan sawit rendah sampai saat ini. Masalah pertama soal syarat yang masih berbelit-belit, terutama dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Untuk diketahui, program peremajaan sawit rakyat (PSR) merupakan wadah yang memberikan subsidi atau dana petani sawit untuk melakukan peremajaan kelapa sawit.
Menurut Ketua Apkasindo Gulat Manurung, saat ini yang masih menjadi kendala adalah syarat dari KLHK. Ia mengungkap dari KLHK masih ada syarat bahwa lahan sawit itu harus bebas dari kawasan hutan, dan syarat itu harus memerlukan surat yang cukup banyak.
Menanggapi hal itu, seorang petani sawit swadaya dan saat ini dipercaya menjadi Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Aceh, Fadhli Ali menyatakan setuju dengan pernyataan Ketua Apkasindo Gulat Manurung yang mengeluhkan rendahnya serapan PSR.
Sementara itu, kata Fadhli, pengucuran dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk program biodisel atau konversi CPO jadi BBM yang dikelola oleh perusahaan besar mengucur lancar dan deras, sedangkan realisasi subsidi untuk peremajaan sawit rakyat (PSR) rendah.
"Seharusnya BPDPKS dan juga Kementan bisa mendorong percepatan serapan dana subsidi ke petani kelapa sawit," ujarnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Selasa (28/2/2023).
Fadhli menjelaskan, setidaknya ada 2 hal yang dapat mendorong pemanfaatan dana BPDPKS untuk petani sawit agar bisa lebih signifikan pemanfaatannya.
Pertama, adanya subsidi pupuk. Sebagaimana diketahui petani kelapa sawit sudah tidak dibenarkan menggunakan pupuk bersubsidi. Pupuk bersubsidi hanya disediakan untuk tanaman padi sejenis.
"Petani kelapa sawit tidak menerima subsidi. Padahal ada banyak petani yang memiliki lahan dalam skala sempit. Misalnya, petani yang memiliki lahan kurang dari 4 hektar. Menurut saya mereka layak mendapatkan pupuk bersubsidi yang dibiayai oleh BPDPKS. Apalagi petani kecil itu juga dipungut bea keluar dan juga pajak ekspor dari hasil sawit mereka," jelasnya.
Sambungnya, penerima pupuk bersubsidi itu bukan semua petani, tapi petani yang menguasai lahan maksimal 4 hektar. Mereka harusnya difasilitasi dapat menikmati pupuk bersubsidi.
Kedua, lanjutnya, supaya realisasi dana BPDPKS untuk petani kelapa sawit dapat terserap lebih baik, maka perlu dipermudah atau disederhanakan aturan dan juga diperbesar alokasi anggaran untuk program Sarpras atau sarana produksi.
"Sebagaimana kita tahu program yang dibiayai oleh BPDPKS bukan hanya PSR, tapi juga ada program lain yaitu program sarana dan prasarana atau Sarpras," terangnya.
Ia menjelaskan, dimana melalui program sarana dan prasarana itu kebun masyarakat yang berusia diatas 2 tahun yang pertumbuhan tanaman jarang, tidak bagus atau berpenyakit, tidak ada jalan akses yang memadai, drainase buruk, pemupukan tidak ada atau tidak teratur karena kemampuan petani untuk memupuk terbatas, maka untuk itu semua bisa didukung dengan program Sarpras oleh BPDPKS.