Beranda / Tajuk / Gaya Kepemimpinan Bustami Dalam Dimensi Jabatan

Gaya Kepemimpinan Bustami Dalam Dimensi Jabatan

Minggu, 26 Mei 2024 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Ilustrasi jabatan pj gubernur. Foto: tribunlampung


DIALEKSIS.COM | Tajuk - Saat ini, Bustami Hamzah menjadi orang nomor satu di Aceh. Hampir seluruh masyarakat Aceh mengenalnya sebagai birokrat sejati karena berkarier sebagai pegawai negeri sipil.

Karier Bustami dimulai sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha Biro Keuangan di Sekretariat Daerah Aceh pada 2004-2008. Ia kemudian menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Umum Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh pada Maret-Desember 2008. Bustami juga menjabat sebagai Sekretaris Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh selama lima tahun pada 2008-2013. Ia menjabat Kepala Sekretariat Baitul Mal Aceh pada 2013-2015. Setahun kemudian, dia menjabat sebagai Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Ekonomi. Pada 2019 sampai 2021, Bustami menjabat sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA). Pada Januari 2022, ia menjabat sebagai Pengadministrasi Kepegawaian di Sekretariat Daerah Aceh. Kemudian, Bustami dilantik menjadi Sekretaris Daerah Aceh oleh Achmad Marzuki pada 2023.

Bukan hanya sekadar mengulas jejak karier Bustami sebagai abdi negara, melainkan publik juga belajar mengetahui dan menilai perilaku kepemimpinannya sebagai orang nomor satu yang sangat berpengaruh di Aceh. Baru dilantik sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Aceh pada 13 Maret 2024, dalam hitungan hari, Bustami langsung mengambil langkah taktis dengan melantik Azwardi sebagai Pj Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh di Anjong Mon Mata Meuligoe Gubernur, Senin (25/3/2024).

Bahkan sebelum menyandang jabatan Pj Gubernur Aceh, saat itu Bustami Hamzah selaku sekretaris umum atas nama Panitia Besar PON XXI Aceh-Sumut Wilayah Aceh menandatangani surat resmi dengan nomor 43/PB-PON-XXI/ACEH/XI/2023 tanggal 27 November 2023. Surat tersebut berisikan permintaan pergeseran jadwal turun ke sawah sebagian petani Aceh Besar karena pertandingan cabang olahraga dayung akan dilaksanakan di Waduk Keliling Indrapuri, Kecamatan Cot Glie, Aceh Besar. Jika waduk itu juga digunakan untuk keperluan mengairi sawah pada bulan Mei, panitia PON mengkhawatirkan terjadi penurunan elevasi (ketinggian) permukaan air waduk. Oleh karena itu, panitia PON Aceh-Sumut meminta Pj Bupati Aceh Besar untuk melakukan pergeseran masa tanam yang sedianya dilaksanakan mulai bulan Mei digeser ke Oktober 2024, yakni setelah selesai pelaksanaan PON.

Mencermati gaya kepemimpinan Bustami Hamzah selaku Pj Gubernur Aceh, setelah melantik Pj Sekda Aceh, tindakan lain yang memicu polemik adalah pergantian kepemimpinan di tubuh Bank Aceh Syariah. Bustami telah menon-aktifkan Muhammad Syah (Direktur Utama) dan Zulkarnaini (Direktur Operasional dan Akuntansi) Bank Aceh Syariah. Pemberhentian berlaku Jumat, 5 April 2024.

Semakin ambisius gaya kepemimpinan Bustami, ia langsung membabat 'orang lama' (orla) ke 'orang baru' (orba) di PT Pembangunan Aceh, yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah Aceh (BUMD/BUMA) dengan saham 100% dimiliki Pemerintah Aceh. Direksi baru dilantik pada Rabu, 8 Mei 2024 bertempat di Restoran Pendopo Meuligoe Aceh. Pergantian posisi kepemimpinan di PT. PEMA turut menjadi perbincangan publik karena terkesan disinyalir dominan faktor 'like and dislike'.

Tak sampai di situ saja, semakin ekspansif gaya kepemimpinan Bustami merombak struktur di Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) pada tanggal dan hari yang sama. Isu yang beredar bahkan menyebutkan akan masuk ke wilayah Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) untuk melakukan perombakan.

Hal lain menarik dari gaya kepemimpinan Bustami adalah wacana bahwa ia akan maju ke pentas demokrasi Pilkada Aceh yang akan datang. Keinginan itu disampaikan oleh Saddam Rafsanjani, akademisi FISIP Universitas Syiah Kuala, dalam analisis politiknya di media Dialeksis berjudul 'Arah Politik Bustami Hamzah di Pilkada Aceh 2024', tanggal 16 Mei 2024.

Bahkan, pengamat kebijakan publik Dr. Nasrulzaman (Dialeksis, 25/05/2024) turut menyoroti karena realisasi keuangan baru mencapai 22 persen dan realisasi fisik 25 persen melalui data Pengendali dan Percepatan Kegiatan (P2K) Aceh per 5 Mei 2024. Ini menunjukkan di kepemimpinan Bustami Hamzah belum mampu mempercepat akselerasi serapan anggaran melalui aktivitas kinerja.

Lemahnya kepemimpinan Bustami juga dikarenakan lemahnya kemampuan untuk mengkoneksitaskan seluruh Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) agar dapat memicu kinerja secara fokus. Dr. Nasrulzaman mengingatkan agar jangan terbuai rayuan tim pembisik dan fokus menjadi pemimpin Aceh yang mengurusi kepentingan dan pelayanan publik, termasuk agenda nasional yang wajib disukseskan.

Jika dicermati dari gaya kepemimpinan Bustami, dapat ditafsirkan bahwa ia selalu berusaha meluaskan kontrol kekuasaan serta ingin membangun eksistensi. Tidak heran jika publik menilai bahwa ia lebih memprioritaskan untuk memikirkan kontrol kekuasaan jangka panjang, daripada mengurusi pelayanan publik, pembangunan, termasuk agenda nasional.

Pada intinya, gaya kepemimpinan Bustami Hamzah perlu dibenahi. Keberhasilannya sebagai Gubernur Aceh bukan diukur dari upaya memperluas kekuasaan dan membangun eksistensi pribadi semata, melainkan dari kemampuannya membangkitkan kinerja birokrasi, memacu pembangunan, meningkatkan kesejahteraan rakyat, serta menegakkan tata kelola pemerintahan yang baik dan melayani.

Jika tidak, kepemimpinannya hanya akan menjadi sinisme demokrasi yang menghempaskan harapan rakyat Aceh. Bustami harus memilih jalan melepaskan lingkaran kekuasaan atau menjadi pemimpin sejati yang mengayomi seluruh rakyatnya. Apa yang akan dilakukannya, waktu yang akan menjawabnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda