Kemendagri Didesak Kaji Ulang Keputusan Pembubaran KKR
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Koordinator LSM Paska, Faridah. Foto: dok pribadi
DIALEKSIS.COM | Pidie - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Paska Pidie, yang telah lama aktif dalam pendampingan korban konflik di Aceh, terutama di wilayah Pidie dan Pidie Jaya, mendesak Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Kemendagri) untuk mengkaji kembali keputusan mengenai pembubaran Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Koordinator LSM Paska, Faridah menyatakan bahwa KKR merupakan salah satu wadah penting bagi korban konflik di Aceh, yang juga merupakan implementasi dari hasil kesepakatan damai MoU Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Pembubaran KKR, menurut Faridah, akan menambah luka bagi para korban konflik, yang sudah lama berjuang untuk mendapatkan keadilan dan pengakuan atas penderitaan mereka.
“KKR bukan hanya lembaga negara, tetapi juga merupakan simbol komitmen negara dalam menyelesaikan persoalan-persoalan masa lalu akibat konflik. Pembubaran KKR akan memperburuk proses penyembuhan dan keadilan bagi korban, yang sudah lama menantikan adanya pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi,” ujar Faridah dalam keterangan tertulis kepada Dialeksis, Selasa (12/11/2024).
Pernyataan ini merespons surat yang dikeluarkan oleh Plh. Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Suryawan Hidayat, yang menyarankan agar Pemerintah Aceh mencabut Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Dalam surat tersebut, Suryawan menyampaikan bahwa Pemerintah Aceh diminta untuk berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan tidak melanjutkan pembahasan Rancangan Qanun tentang perubahan Qanun KKR.
Suryawan Hidayat, merujuk pada surat Plh. Sekretaris Daerah Aceh Nomor: 100.3/11557 tanggal 23 September 2024, yang mengajukan permohonan fasilitasi perubahan atas Qanun KKR, menyarankan agar pembahasan perubahan Qanun KKR tidak dilanjutkan. Hal ini tentu menjadi perhatian serius bagi banyak pihak, terutama bagi mereka yang terlibat dalam pemulihan pasca-konflik dan pencarian keadilan.
Faridah mengingatkan bahwa pembubaran atau pengabaian lembaga KKR berpotensi menghalangi upaya untuk mengungkapkan kebenaran mengenai pelanggaran hak asasi manusia selama konflik Aceh.
KKR tidak hanya berperan dalam penyelesaian masalah hukum, tetapi juga dalam proses penyembuhan psikologis bagi masyarakat yang terdampak konflik.
“Korban konflik di Aceh, termasuk di wilayah Pidie dan Pidie Jaya, membutuhkan pengakuan dan keadilan. KKR adalah salah satu wadah yang paling efektif untuk menyuarakan penderitaan mereka dan mencari kebenaran. Oleh karena itu, kami meminta agar Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia meninjau kembali keputusan ini, agar hak-hak korban tetap dijaga,” tegas Faridah.
Paska, sebagai lembaga yang mendampingi korban masyarakat sipil, juga meminta agar Pemerintah Aceh dan Kemendagri mempertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan ini terhadap proses rekonsiliasi dan perdamaian yang sudah berjalan di Aceh.***
- Tanggapi Saran Kemendagri, KKR Aceh: Komitmen Kami Melaksanakan Mandat dan Tugas Tidak Berubah
- LBH Banda Aceh: Pemerintah Indonesia Harus Belajar dari KKR Aceh, Bukan Hapus Qanun
- Langkah Pusat Terhadap KKR Aceh Dinilai Cederai Perdamaian, KontraS: Jangan Abaikan Hak Korban
- Kemendagri Sarankan Aceh Cabut Qanun KKR dan Ikuti Putusan Mahkamah Konstitusi