Sabtu, 15 Maret 2025
Beranda / Pemerintahan / DPKA: Satu-Satunya Lembaga Sah Pengelola Arsip Statis di Aceh

DPKA: Satu-Satunya Lembaga Sah Pengelola Arsip Statis di Aceh

Sabtu, 15 Maret 2025 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Dr. Edi Yandra, S. STP, MSP Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh. Foto: doc Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Aceh resmi menjadi satu-satunya lembaga yang diakui negara untuk mengelola arsip statis atau arsip bernilai sejarah di Aceh. Hal ini ditegaskan Dr. Edi Yandra, S.STP, MSP, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, dalam wawancara eksklusif dengan Tempo terkait polemik keberadaan Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA).

“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, hanya Lembaga Kearsipan Aceh, dalam hal ini DPK Aceh, yang memiliki legal standing untuk mengelola arsip statis bernilai sejarah. PDIA tidak lagi relevan secara hukum,” tegas Dr. Edi Yandra saat dihubungi Dialeksis, Jumat (14/03).

Dr Edi mulai bercerita terkait sejarah kearsipan di Aceh berawal dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan Pokok Kearsipan, yang membentuk tiga tingkat organisasi kearsipan: unit kearsipan di pemerintah daerah (Kantor Arsip Daerah), Arsip Nasional Pusat, dan Arsip Nasional Daerah. Namun, hingga 1991, Provinsi Aceh belum memiliki Arsip Nasional Daerah.

Baru pada 1992, Arsip Nasional Daerah Aceh berdiri dengan cakupan wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Riau. Lembaga ini kemudian berubah nama menjadi Arsip Nasional Republik Indonesia Wilayah (ANRIWil) Aceh pada 1999. Namun, status ANRIWil yang berada di bawah pemerintah pusat membuat kolaborasi antara Pemerintah Aceh dan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) melalui PDIA tetap diperlukan saat itu.

Perubahan signifikan terjadi pasca-otonomi daerah melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Otonomi Khusus Aceh Nomor 18 Tahun 2001. ANRIWil Aceh dialihkan menjadi aset daerah melalui hibah, dan namanya berubah menjadi Badan Arsip Provinsi Daerah Istimewa Aceh berdasarkan Perda Nomor 38 Tahun 2001.

“Pada 2006, integrasi urusan kearsipan dan perpustakaan dimulai melalui UU Pemerintahan Aceh Nomor 11 Tahun 2006 dan Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2007. Inilah cikal bakal Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh,” jelas Edi Yandra.

Dengan terbitnya UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dan PP Nomor 28 Tahun 2012, struktur kearsipan nasional dipertegas: Arsip Nasional RI (ANRI) sebagai lembaga kearsipan nasional, dinas/badan kearsipan provinsi sebagai lembaga kearsipan daerah, dan dinas/badan kearsipan kabupaten/kota sebagai lembaga kearsipan lokal.

“Sejak 2016, melalui Qanun Aceh Nomor 13 Tahun 2016 dan Pergub Aceh Nomor 124 Tahun 2016, DPK Aceh resmi menjadi lembaga kearsipan provinsi dengan tugas menyusun kebijakan, mengelola arsip in-aktif (retensi 10+ tahun) dan statis, serta melakukan pembinaan,” papar Edi.

Meski PDIA sempat berperan sebelum 2009, keberadaannya kini dinilai tumpang tindih,“regulasi kearsipan saat ini tidak mengakui dualisme. Hanya DPK Aceh yang berwenang mengelola arsip statis. PDIA tidak memiliki dasar hukum setelah UU 43/2009 berlaku,” tegas Edi.

Ia menambahkan, DPK Aceh telah membangun sistem preservasi arsip berstandar nasional, termasuk ruang tahan api dan metode preservasi preventif-kuratif sesuai pedoman ANRI. Sementara, PDIA dinilai tidak memiliki kapasitas serupa, termasuk dalam hal anggaran dan legalitas.

Pada 2023, DPK Aceh meluncurkan Diorama Arsip Aceh sebagai pameran permanen sejarah Aceh melalui arsip. Diorama ini terbagi dalam tiga tema: Aceh Jameun (masa lalu), Aceh Jino (kini), dan Aceh Ukeu (masa depan).

“Ini bukti komitmen kami menjadikan DPK Aceh sebagai pusat rujukan sejarah. Arsip bukan sekadar dokumen, tapi memori kolektif bangsa,” ujar Edi.

Dengan penguatan regulasi dan infrastruktur, DPK Aceh siap menjadi garda terdepan pelestarian warisan sejarah Aceh. Sementara, PDIA dipastikan tidak lagi memiliki pijakan hukum dalam pengelolaan arsip statis

“Kami terbuka untuk kolaborasi, tetapi harus sesuai koridor hukum yang berlaku,” pungkas Edi Yandra.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
ultah dialektis
bank Aceh
dpra
bank Aceh pelantikan
pers