Prof Ikrar Nusa Bhakti Cermati Dinamika Pilpres 2024
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Pengamat politik ternama tanah air, Prof Ikrar Nusa Bhakti. [Foto: IST]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Anies Baswedan akhirnya mengumumkan bakal calon wakil presidennya. Namun, bukannya memilih Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) seperti yang banyak diprediksi orang, Anies justru memilih Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Keputusan tersebut telah menimbulkan kehebohan. Tidak main-main, kubu Demokrat bahkan merasa dikhianati dengan keputusan Anies Baswedan tersebut.
Setelah terjadi gonjang-ganjing itu, Demokrat menyatakan dirinya tak lagi menjadi bagian dari Koalisi Perubahan. Demokrat keluar dari koalisi yang mereka bangun bersama Partai NasDem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Menanggapi hal itu, pengamat politik ternama tanah air, Prof Ikrar Nusa Bhakti mengatakan jika Partai Demokrat bergabung dengan koalisi lain, bisa jadi PKS pun mengikuti jejak Demokrat.
Sebelumnya juga Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut ada menteri aktif di kabinet Presiden Jokowi yang mendekati Demokrat untuk membentuk koalisi baru bersama PPP dan PKS. Menteri aktif yang dimaksud SBY disinyalir adalah Menparekraf Sandiaga Uno.
"Nah, jika ini terjadi maka akan menarik kalau keluar 4 pasangan Capres dan Cawapres, karena yang namanya akrobatik politik dari para elit partai belum tentu diikuti oleh para pendukungnya," ujarnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Selasa (5/9/2023).
Misal, sebut Prof Ikrar, pasangan Anies-Cak Imin, belum tentu PKB sendiri mendapat dukungan penuh dari PBNU, tidak dikunci dengan satu sosok, sebagian NU pasti pilih Ganjar ataupun Prabowo.
"Kalau itu terjadi, maka menarik Pemilu 2024 siapa yang jadi pemenang, siapa yang diuntungkan. Kalau kita perhatikan PDIP diam saja itu sangat diuntungkan dengan perpecahan koalisi perubahan ini," ucapnya.
Menurut Guru Besar Riset di Pusat Penelitian Politik LIPI itu, perpecahan 2 kubu ini juga tentunya akan mengurangi suara yang mendukung Capres Cawapres diusung oleh kubu tersebut.
Contoh kubu Prabowo Subianto, kata Prof Ikrar, sebelumnya tergabung Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang terdiri atas Gerindra, PKB, PAN, dan Golkar, kini pasti kehilangan dukungan dari PKB.
"Saya melihat Prabowo itu pingin sekali mempersonafikasi dirinya itu sebagai tokoh yang diresmi Jokowi dan apapun yang dilakukan Jokowi dengan kabinetnya itu benar-benar diambil oleh Prabowo seakan-akan dia penerus Jokowi. Padahal itu belum tentu, Golkar dan PAN sendiri sudah menyatakan bahwa bergabung Koalisi Prabowo bukan karena lebih enak dengan Gerindra, dan PAN dari dulu tidak pernah mendukung PDIP di Pilpres 2014 dan 2019," ungkapnya lagi.
Di satu sisi, menurut Prof Ikrar, langkah Capres Anies memilih Cak Imin itu sangat rasional, karena dari awal Anies tidak begitu sedang dengan sosok AHY. Jika dari awal sudah klop pasti sudah dipinang dan dideklarasikan.
"AHY sulit untuk dipilih jadi Cawapres karena dia keluar dari jajaran militer, AHY belum punya pengalaman politik justru adiknya lebih berpengalaman," tuturnya.