DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah (Plt Sekda) Aceh, M. Nasir, S.IP, MPA, secara resmi melantik lima anggota Komisi Informasi Aceh (KIA) periode 2025 - 2029. Pelantikan berlangsung khidmat di Gedung Serbaguna Sekretariat Daerah Aceh, Selasa (24/06/2025).
Kelima komisioner yang dilantik yakni Junaidi, Dian Rahmat Syahputra, SE, MTP, M. Nasir, Sabri, dan Vicky Bastianda. Mereka akan mengemban amanah sebagai pengawal keterbukaan informasi publik di Aceh selama lima tahun ke depan.
Komisi Informasi Aceh merupakan lembaga independen yang dibentuk berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Lembaga ini bertugas memastikan hak masyarakat atas informasi publik terpenuhi serta menyelesaikan sengketa informasi melalui mekanisme mediasi atau ajudikasi non-litigasi.
Usai pelantikan jelang beberapa hari, Dialeksis menghubungi Arman Fauzi, mantan Ketua KIA periode sebelumnya, untuk menyampaikan pandangannya mengenai komisioner baru yang dilantik. Arman, yang telah menjabat selama dua periode di KIA, menyoroti pentingnya menjaga komitmen terhadap prinsip keterbukaan informasi di Aceh.
“Harapan saya, komisioner KIA yang baru bisa terus menjaga komitmen terhadap keterbukaan informasi publik. Mereka juga harus aktif membangun koordinasi dengan badan publik dan memperkuat komunikasi dengan masyarakat sipil, khususnya organisasi masyarakat,” ujar Arman kepada Dialeksis, (1/07/2025).
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya peran KIA dalam mendorong kepala daerah dan pimpinan badan publik agar meningkatkan kualitas layanan informasi kepada masyarakat. Menurutnya, ini bukan sekadar kewajiban normatif, melainkan juga bagian dari pembangunan tata kelola pemerintahan yang demokratis dan partisipatif.
Dalam pandangan Arman, ada dua hal mendesak yang perlu menjadi prioritas KIA periode 2025“2029.
Pertama menurutnya, penguatan kelembagaan KIA. Ini mencakup penyediaan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten serta alokasi anggaran yang memadai untuk mendukung pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang lembaga secara optimal.
Selanjutnya kedua dirinya menjelaskan, penguatan komitmen dengan pimpinan badan publik, terutama kepada kepala daerah yang baru menjabat. Hubungan yang baik dan saling mendukung antara KIA dan badan publik dinilai krusial untuk mendorong lahirnya budaya keterbukaan informasi yang sehat.
“Tanpa dukungan dari kepala daerah dan pimpinan badan publik, KIA akan berjalan pincang. Maka sinergi harus dibangun sejak awal,” tegas Arman.
Menjawab pertanyaan Dialeksis mengenai tantangan yang harus dihadapi KIA ke depan, Arman menyebutkan bahwa ada sejumlah pekerjaan rumah besar yang menanti para komisioner baru.
Menurut catatan pencermatan Arman, pertama, edukasi terhadap badan publik agar lebih peka dan responsif dalam memberikan informasi, khususnya kepada kelompok rentan seperti penyandang disabilitas. Arman menekankan pentingnya penerapan standar layanan informasi publik yang inklusif.
Hal penting kedua yakni, mendorong masyarakat agar memanfaatkan keterbukaan informasi untuk tujuan yang konstruktif. Ia mengingatkan bahwa keterbukaan informasi bukan semata hak, tetapi juga harus diiringi tanggung jawab untuk menjadikan informasi sebagai alat pemberdayaan.
Terakhir ketiga perlu dihadapi kepengurusan baru KIA, menurut Arman mengenai adaptasi terhadap era digitalisasi informasi publik. Di tengah agenda besar pemerintah melalui Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), KIA harus mampu memastikan bahwa digitalisasi informasi tidak menciptakan kesenjangan baru, tetapi justru memperluas akses dan partisipasi publik.
“Transformasi digital jangan sampai menjadi penghambat akses informasi. KIA harus hadir sebagai jembatan yang memastikan semua warga bisa menikmati keterbukaan informasi, tanpa terkecuali,” papar Arman.
Pesan bijak Arman kepada para para komisioner KIA periode 2025 “ 2029. Ia mengungkapkan dengan telah dilantiknya lima komisioner baru, tanggung jawab besar kini berada di pundak mereka.
“Tantangan zaman yang semakin kompleks mulai dari tuntutan transparansi, disinformasi di ruang digital, hingga rendahnya literasi informasi di kalangan publik membutuhkan komisioner yang tidak hanya paham regulasi, tetapi juga adaptif dan progresif,” ungkapnya.
Selanjutnya penegasan Arman akhir dari komentarnya kepada para komisioner KIA periode 2025 - 2029 diharapkan menjadi garda terdepan dalam memastikan informasi publik bukan hanya tersedia, tapi juga mudah diakses dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Dalam lima tahun mendatang, publik akan menilai seberapa jauh lembaga ini mampu mewujudkan transparansi sebagai bagian dari kultur demokrasi di Aceh.