Dinas Koperasi dan UKM Aceh Dinilai Gagal Dorong Industri Pengolahan, Ini Kritikan Analis ADI
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
Zulfikar Mirza Peneliti Analisa Demokrasi Indonesia (ADI). Foto: Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Aceh - Zulfikar Mirza Peneliti Analisa Demokrasi Indonesia (ADI), mengkritik kinerja Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Aceh yang dinilai gagal di kepemimpinan Azhari, S.Ag, M.Si selaku kepala dinas mendorong lahirnya industri pengolahan di Tanah Rencong. Padahal, menurutnya, Aceh memiliki potensi besar dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
“Dinas Koperasi dan UKM Aceh selama ini bekerja tanpa visi yang jelas untuk menciptakan industri kecil dan menengah di sektor baru, khususnya industri pengolahan,” ujar Zulfikar Mirza atau disapa akrab Jogal kepada Dialeksis.com, Sabtu (11/01/2025).
Zulfikar menyoroti minimnya capaian signifikan dalam pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Aceh. Meskipun berbagai program pembinaan telah dilakukan, hasil yang dicapai dinilai belum maksimal.
“Industri pengolahan skala kecil apa yang sudah berhasil mereka wujudkan? Kalau pun ada, jumlahnya sangat sedikit, dan itu pun sebagian besar merupakan inisiatif para pelaku UMKM sendiri, bukan hasil dari peran aktif dinas terkait,” tegasnya.
Untuk itu kata Zulfikar, ke depannya sosok kepala dinas harus diganti, termasuk struktur di dalamnya agar lebih sehat secara lingkungan dan semangat mewujudkan visi dan misi maupun program Muzakir Manaf dan Fadhullah.
Perlu Transformasi Strategis
Lebih lanjut, Zulfikar mendorong agar Dinas Koperasi dan UKM Aceh tidak hanya berfokus pada pembinaan pelaku usaha, tetapi juga mengambil langkah nyata untuk menciptakan industri pengolahan berbagai komoditas. Hal ini penting untuk memberikan nilai tambah secara ekonomi sekaligus membuka peluang lapangan kerja baru.
“Selama ini, Aceh hanya memproduksi bahan mentah tanpa diolah menjadi produk dengan nilai ekonomis tinggi. Ini sangat disayangkan,” katanya.
Sebagai solusi, Zulfikar menyarankan Dinas Koperasi dan UKM Aceh untuk merancang program pembinaan UMKM yang lebih inovatif dengan melibatkan para ahli, pakar, dan praktisi kewirausahaan.
“Dibutuhkan program-program yang terencana dengan baik dan dijalankan secara profesional. Pengembangan UMKM serta penciptaan industri pengolahan memerlukan visi strategis dan kolaborasi lintas sektor,” ungkapnya.
Menurutnya, kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk sektor swasta, akademisi, dan pemerintah daerah, sangat penting untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
“Dinas terkait harus keluar dari pola kerja konvensional dan mulai membangun sinergi yang efektif. Hanya dengan cara itu Aceh dapat bangkit menjadi sentra industri pengolahan yang berdaya saing,” pungkas Zulfikar.