Bawaslu RI Dikritik dalam Film 'Dirty Vote': Ketua Bawaslu Angkat Bicara
Font: Ukuran: - +
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja. [Foto: Dokumentasi/Humas Bawaslu]
DIALEKSIS.COM | Nasional - Film dokumenter 'Dirty Vote' mengungkapkan kritik terhadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, menilainya inkompeten dan gagal dalam menjalankan tugasnya. Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, memberikan tanggapannya terkait hal tersebut.
"Kami terbuka terhadap kritik, proses evaluasi sedang berjalan. Kami tidak ingin terkesan meremehkan kritik tersebut, namun pada saat ini, Bawaslu telah menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, pandangan masyarakat juga sangat penting, kami menghargai perspektif mereka," ujar Bagja di kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, pada Minggu (11/2).
Rahmat menegaskan bahwa Bawaslu telah bertindak sesuai dengan ketentuan hukum yang ada. Ia juga mengimbau masyarakat untuk menjauhi segala bentuk tindakan yang dapat memicu konflik menjelang hari pencoblosan.
"Kami mengajak untuk menghindari potensi konflik dan ketegangan, terutama saat mendekati hari pemungutan suara. Mari kita jaga agar proses pemilihan berjalan dengan lancar dan damai," tandasnya.
"Namun, perlu diingat bahwa hak untuk berekspresi dan berpendapat adalah hak yang dilindungi oleh konstitusi, begitu juga hak dan kewajiban Bawaslu yang diatur oleh undang-undang," tambahnya.
Sebagai informasi, dokumenter 'Dirty Vote' baru saja dirilis hari ini. Film ini menghadirkan pernyataan dari tiga pakar hukum, yaitu Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari, yang membahas dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024.
Bivitri mengungkapkan kekecewaannya terhadap dugaan kecurangan dalam pemilu, termasuk tindakan Presiden Joko Widodo yang terlibat dalam kampanye. Menurutnya, Bawaslu seharusnya dapat menangani hal-hal tersebut sebagai pengawas yang bertugas.
"Tindakan penyalahgunaan kekuasaan harus ditindak tegas. Kita punya Bawaslu untuk itu," ujar Bivitri.
Feri Amsari juga menyuarakan kritik serupa terhadap Bawaslu, khususnya terkait penanganan pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan calon. Menurutnya, Bawaslu tidak mampu memberikan sanksi yang cukup keras untuk mencegah pelanggaran tersebut terulang.
"Bawaslu hanya memberikan teguran, padahal seharusnya ada sanksi yang dapat memberikan efek jera agar pelanggaran tidak terulang," tegasnya.