Sikapi Kasus ODHA di Banda Aceh, DPRK Panggil Dinkes dan Lintas OPD
Font: Ukuran: - +
Dewan Perwakilan Rakyat Kota Banda Aceh memanggil pihak Dinas Kesehatan dan beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) terkait lainnya membahas ODHA. [Foto: Humas DPRK BNA]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Menyikapi kasus orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang semakin meningkat di ibu kota Provinsi Aceh, Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh memanggil pihak Dinas Kesehatan dan beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) terkait lainnya.
Rapat dipimpin langsung oleh Ketua DPRK Banda Aceh, Farid Nyak Umar, didampingi Wakil Ketua I, Usman, dan Wakil Ketua II DPRK, Isnaini Husda. Turut hadir Ketua dan Wakil Ketua Komisi IV DPRK, M. Arifin dan Syarifah Munira, serta Anggota Komisi IV, Musriadi Aswad dan Kasumi Sulaiman.
Rapat koordinasi yang berlangsung di lantai tiga ruang Banggar DPRK ini ikut juga menghadirkan Kadis Syariat Islam, Ridwan Ibrahim; Kadis Pendidikan dan Kebudayaan, Sulaiman Bakri; Kasatpol PP dan WH, M. Rizal; Dirut RSUD Meuraxa, Riza Mulyadi; serta para kepala puskesmas se-Kota Banda Aceh dan beberapa instansi lainnya. Mereka duduk bersama guna membahas penanganan HIV/AIDS di Banda Aceh.
Farid Nyak Umar menyampaikan, pimpinan DPRK dan Komisi IV DPRK Banda Aceh secara khusus mengundang beberapa instansi untuk membahas isu aktual terkait maraknya HIV/AIDS di Banda Aceh yang sudah mencapai 441 kasus.
Farid Nyak Umar menjelaskan, beberapa tahun lalu dewan kota sudah pernah mengingatkan pemerintah kota agar segera melakukan langkah antisipasi, saat menerima informasi perkembangan kasus HIV/AIDS dari Dinas Kesehatan Kota.
Dalam rapat bersama tersebut terungkap kondisi riil perkembangan kasus HIV/AIDS yang sudah sangat memprihatinkan, dan dewan kota meminta kepada Pemko Banda Aceh untuk segera melakukan langkah-langkah konkret dalam menangani HIV/AIDS dengan melibatkan lintas instansi, meskipun leading sektornya ada pada Dinas Kesehatan.
“Pemko harus fokus dan perlu gerakan bersama untuk menanggulangi HIV/AIDS ini, sehingga tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan, tetapi juga perlu keterlibatan lintas sektoral,” kata Farid Nyak Umar, dikutip Kamis (20/6/2024).
Dalam rapat koordinasi itu pihaknya memandang perlu dibentuknya tim khusus penanggulangan HIV di Banda Aceh karena juga menemukan fakta sebagian besar pelaku atau korban ini adalah mereka yang terkait dengan LGBT.
Karena itu politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mendesak pemerintah kota untuk segera membentuk tim khusus dan melibatkan Forkopimda serta menggandeng ormas dan stakeholder lainnya agar ada kesamaan gerak dalam mencegah agar kasusnya tidak semakin meningkat.
“Dengan gerak bersama ini bisa mengantisipasi, perlu juga ada regulasi khusus bagi tenaga kesehatan kita yang melakukan skrining di lapangan. Yang paling penting bagaimana pelibatan aparatur gampong melakukan pageu gampong sehingga HIV/AIDS dan LGBT bisa ditanggulangi,” ujarnya.
Hal serupa juga disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPRK, Syarifah Munira, pihaknya mendorong pemko di samping mengobati pasien yang terjangkit HIV/AIDS, juga perlu upaya pencegahan agar kasus ini bisa ditekan dan tidak semakin menyebar terutama di kalangan generasi muda.
“Kami meminta kepada anak muda agar menjauhi pergaulan bebas, karena dari 441 kasus HIV/AIDS mayoritasnya mereka yang berusia muda. Jadi generasi muda perlu menjaga diri dengan agama, pola hidup sehat,” kata politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, Lukman, menyampaikan rapat koordinasi ini merupakan salah satu usaha pemerintah yang diinisiasi Ketua DPRK Banda Aceh untuk mendiskusikan penanganan HIV/AIDS di Banda Aceh.
Setelah berdiskusi panjang bersama lintas sektor ini bersepakat untuk membentuk tim penanganan khusus HIV/AIDS di Banda Aceh.
“Mudah-mudahan ini suatu awal yang baik, artinya keterlibatan semua sektor ke depan bukan hanya tanggung jawab dari Dinas Kesehatan yang selama ini lebih dominan bekerja di lapangan,” kata Lukman.
Bermulai dari rapat koordinasi hari ini akan ada langkah-langkah lanjutan seperti membentuk sebuah regulasi sehingga petugas yang bekerja lebih terproteksi dan anggaran pun akan tersedia.
Menurutnya hal ini sangat penting mengingat kondisi saat ini di Banda Aceh ada 441 orang yang positif HIV/AIDS.
“Dari data itu yang merupakan warga Kota Banda Aceh hanya 182 orang. Artinya, banyak warga dari luar Banda Aceh yang datang ke sini, apakah ini didapat dari Banda Aceh atau dari luar artinya persoalan ini sama dengan fenomena gunung es, yang harus segera diantisipasi,” ujarnya.
Hal itu juga disampaikan Kepala Bidang Pencegahan dan Penangulangan Penyakit Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, drg. Supriadi, pihaknya menyampaikan terima kasih kepada DPRK yang telah menginiasi pertemuan dan mendukung penuh penanganan HIV/AIDS di Banda Aceh.
“Kami berharap dengan adanya gerakan ini ke depan bisa ditekan angka penularan penyakit ini, terutama dengan faktor risiko penularan seksual mudah mudahan anak-anak kita ke depan terhindar dari persoalan HIV-AIDS ini,” kata drg. Supriadi.
Sementara Yunidar dari Yayasan Galatia Medan menyampaikan pihaknya fokus bekerja dalam menemukan dan menangani kasus HIV-AIDS di Kota Banda Aceh dan Kota Lhokseumawe. Dari hasil yang ditemukan di lapangan, jumlah pasien dari hari ke hari semakin mengkhawatirkan.
“Karena itu kami berterima kasih kepada DPRK Banda Aceh yang sudah menggagas pertemuan untuk menyelesaikan persoalan ini secara bersama-sama, sehingga jika ada terbentuk tim lintas sektoral akan memudahkan dalam bekerja nantinya. Sebab ledakan kasus AIDS/HIV terjadi lagi pada 5-10 tahun yang akan datang,” pungkas Yunidar.[*]