kip lhok
Beranda / Opini / Membangun Kawasan Sabang, Sebuah Usulan Tata Kelola

Membangun Kawasan Sabang, Sebuah Usulan Tata Kelola

Selasa, 21 September 2021 07:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: Dialeksis


Kepada BPKS Iskandar Zulkarnaen pada Refleksi 100 hari Manajemen BPKS meneluarkan pernyataan bahwa karyawan BPKS “buta huruf” sangat mengejutkan semua pihak, hal ini menyadarkan Publik tentang apa yang sedang terjadi dalam manajemen BPKS selama ini. Pernyataan ini bisa saja sesuatu kondisi yang sebenarnya atau bisa saja karena keputus asaan sang nahkoda BPKS yang belum juga dapat memberikan sesuatu yang nyata dalam membangun Kawasan Sabang.

Pasang surutnya eksistensi Kawasan sabang sejak tahun1881 Belanda mendirikan Kolen Station yang kemudian berlanjut sampai dibuka pelabuhan bebas sabang yang dikelola oleh Sabang Mactscapaij pada tahun 1895, pembukaan pelabuhan bebas Sabang ini oleh Belanda tentu karena mempunyai sesuatu yang sangat strategis yang didukung oleh pelabuhan alamnya yang sangat sempurna dan letak yang sangat strategis dalam pelayaran dunia baik untuk kepentingan ekonomi maupun kepentingan lainnya secara global. Selanjutnya aspek geopolitika baik mulai dari masa awal kemerdekaan sampai dengan orde baru mengakibatkan terjadinya pasang surut eksistensi Kawasan ini.

Terlepas dari masa jayanya atau suramnya Kawasan Sabang pada masa lalu, Hari ini kita harus berpikir, bekerja lebih keras dan lebih cerdas lagi agar Kawasan ini dapat perlahan memberi dampak yang signifikan sebagai Kawasan yang stratergis untuk menopang pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Harapa ini tentu tidak berlebihan bila melihat dari potensi dan dukungan regulasi baik UU No 37 Tahun 2000 maupun UU No 11 Tahun 2006 dalam upaya membangun Kawasan ini

Pada sisi lain pandemi Covid 19 ini telah mengubah tatanan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat secara global yang merupakan ujian terbesar khususnya bagi Indonesia setelah krisis ekonomi pada tahun 1998 dan musibah tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004. Musibah Pandemi Covid 19 telah mengajarkan ummat manusia untuk mengedepankan suatu kejujuran dan solidaritas agar tidak menimbulkan bencana bagi orang lain terutama keluarga, tetangga, komunitas yang lebih besar baik secara bernegara maupun bagian dari komunitas masyarakat internasional.

Pandemi Covid-19 juga menjadi momentum untuk berbenah kembali menjadi lebih baik dimasa akan datang (best back better), butuh waktu untuk recovery dan pemulihan kembali ekonomi masyarakat yang sudah sangat terpuruk. Pandemi Covid-19 juga mengingatkan saya akan musibah tsunami yang melanda Aceh pada waktu itu sebagai sebuah bencana kemanusian yang menumbuhkan semangat solidaritas terbesar pada abad ke-20 yang melahirkan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh (BRR NAD-Nias). Pada waktu itu Pemerintah Indonesia belum berpengalaman menangani musibah yang maha dahsyat, apalagi pada saat itu Pemerintah Indonesia terlibat konflik dengan Aceh Merdeka yang memakan waktu cukup panjang, lama dan melelahkan kedua belah pihak.

Membangun kembali Aceh saat itu sungguh suatu pekerjaan yang sangat berat dan banyak faktor hambatan yang pasti harus dihadapai dan diselesaikan. Akan tetapi dalam membangun sesuatu yang tidak biasa tentu memerlukan nahkoda yang juga tidak biasa-biasa saja, butuh nahkoda yang cukuh piawai dan clean dengan semua pihak baik lawan maupun kawan termasuk masyarakat internasional untuk menakhodai BRR NAD-Nias. Penunjukan Dr. Kuntoro Mangkusubroto, M.Sc oleh Pemerintah Indonesia saat itu adalah suatu pilihan yang sangat tepat yang kemudian merekrut putra-putri terbaik bangsa pada sejumlah kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan lembaga donor untuk membantu beliau membangun kembali Aceh dan Nias yang porak-poranda pasca gempa bumi dan tsunami, diantara lembaga yang yang membantu BRR NAD-Nias mencari bentuk dan manajemen yang ideal adalah MacKinsey (Konsultan Manajemen Internasional) dengan bantuan Presiden Singapura pada waktu itu.

Pengalaman ini mengingatkan saya untuk bagaimana dalam membangun Kawasan Sabang dengan mengadopsi pola kerja dan manajemen BRR NAD-Nias yang dikenal lincah, ramping dengan orang-orang pilihan untuk menumbuh kembangkan kembali ekonomi Kawasan Sabang yang lokasinya sangat strategis di selat Malaka. Semangat inilah kiranya tidak mustahil konsep Sabang Waterfront Harbour sebagai pintu gerbang dan etalase bangsa pada manajemen dan karyawan BPKS akan terwujud. Konsep ini telah mendapatkan dukungan dari Bappenas, BPPT, LIPI. Bahkan LIPI telah menyediakan lahan 5 Ha untuk pembangunan pusat oseonografi, begitu juga BPPT telah membantu BPKS menyusun studi pengembangan desa wisataa Krueng Raya sebagai objek destinasi wisata bahari.

Demikian juga Bappenas telah menyetujuai dan mengalokasikan anggaran untuk untuk penyusunan Master Sabang Waterfront Horbour, namun lagi-lagi bongkar pasang manjemen BPKS menyebabkan program ini belum juga dapat terlaksana waluapun disisi lain juga telah mendapat dukungan penuh dari Kementerian ATR yang telah menyiapkan payung hukum sebagai salah satu Kawasas Strategis Nasional (KSN).

Teluk Sabang yang saat ini masih kumuh dan semberaut terutama pada lokasi areal eks lahan PT. Perikanan Nusantara dan PT. Kodja Bahari ditengah kota yang terus berbenah untuk menyapa pengunjung dan wisatawan internasional. Adalah anugerah Allah SWT akan kelebihan pelabuhan teluk Sabang yang alami dan berada diselat Malaka sebagai lokasi lalulintas laut tersibuk didunia, namun sayangnya hingga saat ini pelabuhan Teluk Sabang masih mati suri dengan aktivitas-aktivitas ekonomi bahari yang masih minim, untung saja ada kapal-kapal pesiar dan kapal yacht yang menjadikan pelabuhan Teluk Sabang sebagai destinasinya walaupun jumlahnya masih sangat kecil, untuk kapal pesiar rata-rata per tahun hanya 10 call pada tahun 2019 padahal kapasitasnya bisa lebih dari 100 call per tahun tertutama kapal-kapal yang menuju Eropa atau Australia yang umumnya homeportnya di Singapura, namun sayangnya mereka hanya singgah sebentar karena kurangnya hospitality dan keterbatasan objek dan antraksi di Sabang.

Akibat Pandemi Covid-19 ini sebanyak 10 call kapal pesiar yang telah terjadwal dan 5 call kapal pesiar diluar jadwal terpaksa membatalkan kunjungan ke Pelabuhan Teluk Sabang dan bahkan pada Januari 2021 sudah ada pemintaan 2 kapal pesiar untuk merapat pada waktu dan jam yang sama yaitu MV Norwegian Spirit dan MV Seaborn Pride sebagaimana pada Desember 2018 lalu juga kedatangan 2 kapal pesiar pada waktu dan jam yang sama yaitu MV.Marella Discovery dan MV. Seaborn Pride. Banyak pelaku usaha resort dan homestay, guide dan sopir-sopir yang selama ini menikmati berkah usaha industri pariwisata mengeluh akibat kehilangan atau berkurangnya pekerjaan akibat musibah covid-19.

Teluk Sabang ini harus ditata sebagai satu kesatuan pelabuhan yang terintegrasi dengan jasa-jasa lainnya sedemikian rupa sebagai pintu gerbang dan etalase bangsa yang mengedepankan nilai-nilai dan jati diri ke-Acehan, sebagai bangsa Indonesia dan komunitas masyarakat Internasional yang universal. Kawasan Teluk Sabang ini harus ditata menjadi ruang publik untuk berinteraksi sosial dan menjadi pusat kuliner Aceh Internasional/etalase produk-produk Aceh dengan berbagai antraksi dan event seni budaya.

Kita dapat membayangkan setiap kedatangan kapal yang biasanya lebih 2000-3000 wisatawan berjubel di sekitar Teluk Sabang, apalagi dengan kapal-kapal megacruise yang penumpangnya mencapai 6000 penumpang dan saya pernah membuktikan pada tahun 2017 pada saat Sail Sabang kedatangan kapal MV. Costa Victoria opensea Singapura dengan tujuan utama membawa 2.200 penumpang ke Mesjid Raya Baiturrahman dan Museum Tsunami, 1000 penumpangnya merupakan wisatawan muslim manca negara.

Untuk mewujudkan cita-cita dan harapan tersebut diperlukan kesamaan visi seluruh stakeholder terkait terutama internal BPKS dan bahu-membahu bersama Pemerintah Kota Sabang, Pemerintah Aceh Besar, Pemerintah Aceh dan kementerian/lembaga terkait. Spirit ke-Acehan harus digelorakan kembali untuk membangun ekonomi melalui Kawasan Sabang sesuai amanah UU No.37 tahun 2000 dan UU No.11 tahun 2006. Untuk itu insan-insan BPKS merupakan insan-insan pilihan terbaik seperti miniatur BRR NAD-Nias.

Konsep 5-R untuk Percepatan Pengembangan Kawasan Sabang

Saya menawarkan konsep 5-R untuk mempercepat pengembangan Kawasan Sabang. Langkah pertama adalah Re Evaluasi, langkah ini perlu dilakukan mengingat sudah 20 tahun BPKS sangat sulit bergerak secara cepat dan tepat, lincah dan out of the box untuk mewujudkan harapan dan mimpi masyarakat Aceh.

Setelah Re-Evaluasi secara menyeluruh dilakukan pada semua aspek baik pegawai, perangkat dan alat kerja serta hasil pembangunan yang telah dilakukan, dilanjutkan dengan Re-Orientasi sebagai lembaga pemerintah yang tidak hanya sebagai cost centre tetapi juga profit centre untuk menghidupi diri sendiri dari objek-objek dan bisnis yang dilakukan. Re-orientasi ini bisa mendorong lembaga lebih efesien dan efektif dalam mengembankan tugas dan tanggungjawab pada masing-masing lini. Re-Orientasi ini juga mendorong insan-insan BPKS tidak hanya bekerja pada zona nyaman mengandalkan APBN, masih banyak sumber-sumber pembiayaan untuk mendukung dan mensinergikan program kerja melalui kerjasama dengan kementerian/lembaga dan donor.

Langkah ketiga adalah Re-Branding dengan membangun citra positif baik di lapangan maupun promosi secara terus-menerus menggunakan media dan teknologi dengan tagline Kawasan Sabang dan Aceh merupakan daerah tujuan investasi yang nyaman dan menguntungkan. Nama BPKS perlu di Re-Branding kembali mengingat ada trauma-trauma masa lalu yang membuat BPKS tampil tidak percaya diri ditengah-tengah publik.

Tentu hal ini menjadi landasan utama untuk dilakukan Re-Strukturisasi BPKS yang lebih ramping, energik dan lincah dengan insan-insan pilihan yang punya integritas, visi dan cita-cita serta jauh dari unsur kepentingan tertentu. Penulis dilapangan menjumpai banyak sekali anak-anak muda Aceh yang hebat dan berbakat serta visioner untuk membantu membangun kembali kejayaan ekonomi Aceh, namun belum ada peluang dan kesempatan untuk memperkuat lembaga seperti BPKS.

Setelah semua langkah tersebut diatas dilaksanakan baru dilakukan Re-Vitalisasi Pembangunan kembali Kawasan Sabang dengan pendekatan-pendekatan cluster dan konektivitynya dengan Aceh daratan maupun dengan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Singapura bahkan India maupun Uni Emirat Arab yang telah diinisiasi Pemerintah.

Re-Vitalisasi Pembangunan Kawasan Sabang diantaranya dapat dilakukan untuk pembenahan kembali Pembangunan Pelabuhan Teluk Sabang, Re-Vitalisasi Kawasan Perdagangan. Re-Vitalisasi Kawasan Pariwisata, Re-Vitalisasi Kawasan Perikanan dan lain-lain, untuk Revitalisasi ini Tim Wisata Bahari Kementerian Pariwisata RI pernah menghitung kebutuhan anggaran yang ditaksir lebih dari Rp 1,7 Trilyun untuk menata kembali Kawasan Sabang sebagai pintu gerbang bangsa dengan syarat insan-insan yang bekerja di BPKS merupakan insan pilihan dan terbaik.

Pembenahan-pembenahan dapat baik dari sisi manajemen maupun perencanaan bisnis dapat dilakukan bekerjasama dengan konsultan manajemen kelas dunia yang dipercaya pada bidangnya sehingga hasil kerjanya punya nilai jual yang tinggi dimata investor. Tentu ini menjadi PR semua pihak terutama Pemerintah Aceh, Pemko Sabang, Pemkab Aceh Besar dan anggota DPR-RI/DPD-RI dan tokoh-tokoh Aceh untuk memperjuangkan dan memanfaatkan keunggulan lokasi strategis dan alami dari Pelabuhan Sabang untuk kemakmuran rakyat Aceh. Semoga tulisan ini menginspirasi untuk mewujudkan harapan ini kemajuan Kawasan Sabang, amien.....

Penulis: Dr. T. Saiful Bahri, S.P., M.P., Akademisi Universitas Syiah Kuala dan Pemerhati Pembangunan Daerah 

E-mail : tsaifulbahri@unsyiah.ac.id


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda