Beranda / Opini / Masalah Utama Aceh: Menjawab TM Jafar Sulaiman

Masalah Utama Aceh: Menjawab TM Jafar Sulaiman

Rabu, 28 September 2022 23:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Jabal Ali Husin Sab

Jabal Ali Husin Sab, Esais dan Pendiri Komunitas Intelektual Menara Putih. [Foto: Ist.]


Melihat Aceh yang terbelakang, tertinggal dan tidak kunjung maju disebabkan oleh kekhususan Aceh yang bernama Syariat Islam, adalah satu pernyataan yang over simplifikasi, menggampangkan masalah.

Pernyataan yang keluar dari seorang akademisi bernama TM Jafar Sulaiman menunjukkan lemahnya daya nalar, sempitnya perspektif dan terkungkungnya wacana, disebabkan oleh sentimen yang bias akibat delusi modernitas dan progresivitas yang banyak didera oleh mereka yang mengaku intelek di negara-negara muslim, yang minim bekal pengetahuan agama.

Seharusnya apabila Jafar memang progresif, ia bisa meminjam dan mengadopsi berbagai perspektif keilmuan lintas ilmu untuk mengkaji masalah tertinggalnya Aceh. Bukan malah mengatakan; syariat Islam adalah puncak segala masalah (roots of all evil).

Jika benar Syariat Islam adalah masalahnya, lalu mengapa Papua yang senasib dengan Aceh -- sama-sama menuntut kemerdekaan, sama-sama berkonflik dan sama-sama mendapatkan otonomi khusus -- juga sama-sama gagal dan tertinggal. Padahal Papua tidak menerapkan Syariat Islam.

Timor Leste yang merdeka dari Indonesia pasca referendum yang mayoritas penduduknya bergama Katolik dan partai penguasanya adalah partai Sosialis, Fretilin, juga mengalami masalah yang tidak jauh beda dari Aceh. Masalah kemakmuran ibarat "mimpi utopia" yang tak kunjung dapat diwujudkan oleh ketiga wilayah bekas konflik itu.

Untuk bangkit setelah konflik memang tidak mudah. Konflik bukan hanya merusak bangunan gedung dan merenggut nyawa. Konflik punya dampak psikologis yang besar hingga kemampuan manusia untuk bangkit dari trauma psikologis akibat konflik butuh waktu yang relatif lama.

Negara-negara Asia dan Afrika butuh waktu yang lama untuk bangkit pasca kolonialisme. Khususnya dalam menyiapkan sumber daya manusia yang punya kapasitas. Apalagi di saat konflik, atau dalam kondisi terjajah, perhatian terhadap pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan cenderung tak terlaksana dengan baik.

Mungkin banyak yang meneliti tentang pengaruh konflik dan dampaknya, mungkin Bung Jafar dapat membacanya di jurnal-jurnal akademik. Namun, saya tidak akan banyak bicara tentang dampak konflik. Saya akan coba memaparkan suatu argumen yang bagi saya lebih terang dan nyata korelasinya dengan keadaan Aceh sekarang.

Selanjutnya »     Permasalahan Institusional Saya akan be...
Halaman: 1 2
Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda