kip lhok
Beranda / Opini / Blue Print Dana Otsus Aceh?

Blue Print Dana Otsus Aceh?

Kamis, 13 September 2018 20:06 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: Ist

Oleh Bulman Satar

Kata-kata "Blue Print" dalam artikel ini mengingatkan saya pada masa-masa rehab-rekons Aceh beberapa tahun yang lalu. BRR, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias, sebagai badan ad-hoc yang diberi mandat oleh Pemerintah untuk mengeksekusi dan mengkoordinasikan program-program rehab-rekons, juga menyiapkan Blue Print. Hanya bedanya dulu pada masa BRR blue print disusun sedari awal untuk menjadi rujukan pelaksanaan rehab rekons, lalu dikawal dan dikendalikan oleh unit kerja P4WS (Pusat Pengendalian dan Pengendalian Program Wilayah dan Sektoral, yang dipimpin oleh dr. Taqwallah, sekarang adalah Plt. Sekda Aceh. Pak Taqwallah waktu itu mengembangkan matriks kawal-kendali, verifikasi, untuk memastikan seluruh program/kegiatan yang dieksekusi oleh kedeputian BRR NAD-Nias betul-betul sesuai dan sejalan dengan mandat Blue Print.

Sekarang, blue print terkait pengelolaan dan pemanfaatan dana otsus justru didengungkan setelah sepuluh tahun alokasinya berjalan, setengah jalan dari masa 20 tahun yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Disisi lain, sekadar informasi, Bappeda Aceh beberapa hari lalu telah melakukan finalisasi draft masterplan pengelolaan dan pemanfaatan dana otsus untuk sisa 10 tahun masa alokasi dana otsus Aceh ke depan.

Pertanyaannya, tidakkah ide blue print yang disuarakan oleh Senator Aceh Bpk. Fachrul Razi dan mantan Dirjen Otdan Bpk. Djohermansyah Djohan ini overlap, tumpang tindih dengan apa yang telah dilakukan oleh Bappeda Aceh, karena sepaham saya tidak ada perbedaan yang betul-betul substansial antara blue print dan masterplan meski istilahnya berbeda, dua-duanya sama-sama menunjuk kepada sebuah "rencana besar dan komprehensif".

Kemudian catatan saya untuk Pak Senator, Fachrul Razi, jika Bapak memang ada niat untuk memperjuangkan dana otsus bisa diterima Aceh selamanya, bagus sekali. Tapi tentu Bapak harus pastikalan terlebih dahulu itu usulan diterima dan disetujui oleh Pemerintah Pusat, baru enak kita mikir dan bicara menyusun Blue Printnya. "Kepastian durasi waktu/ masa alokasi" itu adalah variabel penting yang ikut menentukan content blue print nantinya. Kalau ini nggak jelas, maka sama saja kita "mengarang indah", Pak. Berbicara blue print sementara pada saat yang sama masih berada dalam posisi berharap dana otsus dialokasikan selamanya oleh Pemerintah Pusat, bagi saya itu adalah sesaatu yang absurd.

Kedua, saya setuju dengan statement Pak Djohermansyah Djohan bahwa perlu pembenahanan tata kelola dana otsus Aceh. Tapi saya tidak sepakat jika penekanan solusinya lebih kepada penerapan teknologi aplikasi berbasis – e, karena memang inti persoalan  tata kelola dana otsus Aceh sesungguhnya tidak terletak pada tools, tapi lebih pada faktor human error.

Lalu terkait kesimpulan kajian Ibu Situ Zuhro dari LIPI, saya bisa memahami statement Ibu adalah bahasa khasnya seorang peneliti, tapi bagi kami orang teknis tetap saja terdengar terlalu teoritis dan abstrak untuk bisa memberikan rekomendasi taktis dalam rangka membenahi tata kelola dana otsus Aceh. Terus soal nuansa politis, itu benar adanya. Tapi tentu saja ini adalah kesimpulan standar, dimana-mana juga terjadi di Indonesia, jadi bukan monopoli Aceh.

*Penulis adalah Staf Bappeda Aceh

Keyword:


Editor :
Sammy

riset-JSI
Komentar Anda