Beranda / Berita / Nasional / Utang BUMN yang Semakin Sesak

Utang BUMN yang Semakin Sesak

Minggu, 28 Maret 2021 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyatakan, ada empat BUMN non-keuangan yang kini sesak napas akibat terlilit utang. Untuk itu, upaya restrukturisasi utang BUMN ini akan menjadi prioritas.

Bank Indonesia mencatat, hingga September 2020, jumlah utang BUMN non-keuangan sudah mencapai Rp1.141 triliun. Pinjaman yang diterima BUMN keuangan memang empat kali lebih besar, Rp4.826 triliun, tapi ini termasuk dana masyarakat (Dana Pihak Ketiga -DPK) yang disimpan di perbankan/lembaga keuangan.

Ini berbeda dengan BUMN non-keuangan yang hanya mencatat utang yang diserap, yang dalam 10 tahun terakhir rata-rata tumbuh 23,5 persen per tahun. Selama periode itu, pertumbuhan tahunan tertinggi terjadi pada kuartal I-2019, mencapai 47,1 persen, dari Rp674 triliun menjadi Rp952 triliun.

Data Bank Indonesia juga menunjukkan, sejak kuartal II-2018, laju pertumbuhan utang BUMN non-keuangan telah melampaui BUMN keuangan. Menurut Wakil Menteri Kartika, besarnya utang BUMN non keuangan terutama disebabkan karena penugasan pembangunan infrastruktur.

Persoalannya, utang BUMN non-keuangan, sebagian besar dalam mata uang asing (bukan rupiah). Hingga kuartal III-2020, porsi utang dalam valuta asing mencapai 66,5 persen dari total utang.

Selain dalam bentuk valas, utang BUMN non-keuangan juga banyak diperoleh dari kreditur asing. Ini tampak dari besarnya porsi investor asing yang memiliki surat utang BUMN kelompok ini. Hingga September 2020, porsi kepemilikan investor asing dalam surat utang yang diterbitkan BUMN non-keuangan mencapai 60,3 persen.

Utang dalam valuta asing lebih berisiko ketimbang rupiah, karena ada beban fluktuasi nilai tukar. Lazimnya, risiko ini diatasi dengan lindung nilai (hedging), yang tentu saja tidak gratis. Ada biaya tambahan yang harus dibayar untuk mendapatkan kepastian.

Untuk mengatasi sesak nafas akibat tumpukan utang, sejumlah BUMN konstruksi kini berupaya menjual kepemilikan pada sejumlah proyek prasarana yang telah beroperasi, seperti jalan tol.

Sejatinya, jalan bebas hambatan yang sudah komersial merupakan aset berharga bisa menjadi mesin uang perusahaan.[Lokadata]


Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda