Beranda / Berita / Nasional / Sri Mulyani Klaim, Utang Selamatkan Warga dan Ekonomi

Sri Mulyani Klaim, Utang Selamatkan Warga dan Ekonomi

Sabtu, 24 Juli 2021 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Menteri Keuangan Sri Mulyani. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan utang merupakan salah satu instrumen untuk menyelamatkan masyarakat dan perekonomian di masa pandemi covid-19. Pasalnya, APBN mengalami pelebaran defisit sehingga membutuhkan pembiayaan yang salah satunya bersumber dari utang.

"Kenapa kita harus menambah utang, seolah-olah menambah utang menjadi tujuan. Padahal, dia (utang) adalah merupakan instrumen whatever it takes, untuk menyelamatkan warga negara dan perekonomian kita," ujarnya dalam acara Bedah Buku Mengarungi Badai Pandemi, Sabtu (24/7).

Bendahara negara menjelaskan APBN menanggung beban yang luar biasa selama pandemi covid-19. Di satu sisi, belanja negara melonjak untuk penanganan kesehatan, pemberian bantuan sosial kepada masyarakat terdampak, bantuan kepada dunia usaha, dan lainnya.

Di lain pihak, penerimaan negara justru merosot karena aktivitas ekonomi lesu.

"Hal ini terjemahannya adalah suatu beban APBN yang luar biasa. Kami di Kementerian Keuangan merespons dengan whatever it takes, apapun kami lakukan untuk menyelamatkan warga negara dan ekonomi Indonesia, dan itu implikasinya pada defisit APBN," katanya.

Ani, sapaan akrab eks Direktur Bank Dunia itu mengatakan semua pemerintah di berbagai negara menggunakan kebijakan luar biasa (extra ordinary), pasalnya pandemi covid-19 ini merupakan tantangan yang juga sifatnya luar biasa.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Luky Alfirman mengatakan dalam kondisi luar biasa ini Kemenkeu fokus pada tiga.

Meliputi, menyediakan pendanaan untuk mendukung sektor kesehatan (vaksinasi gratis, perawatan pasien covid-19, insentif tenaga kesehatan, dan lainnya), memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat, dan dukungan kepada dunia usaha.

Untuk membiayai itu semua, maka Kementerian Keuangan memperlebar target defisit APBN.

"Untuk membiayai program tersebut, uangnya dari mana, ada tidak uangnya? Padahal kita tahu penerimaan negara, pajak misalnya terjadi penurunan signifikan seiring dengan penurunan aktivitas ekonomi dengan social distancing, sementara kebutuhan belanja meningkat signifikan. Mau tidak mau defisit APBN jadinya harus diperlebar," ujarnya.

Sebelum pandemi, Kemenkeu menargetkan defisit APBN sebesar 1,76 persen dari PDB, atau sekitar Rp300 triliun pada 2020 lalu. Namun, pemerintah mengubah ketentuan defisit sehingga angkanya diperlebar menjadi di atas 3 persen.

Tahun ini, pemerintah mematok target defisit APBN sebesar Rp1.006,4 triliun atau 5,7 persen dari PDB. Sedangkan, per semester I 2021 lalu realisasinya telah mencapai Rp283,2 triliun setara 1,72 persen dari PDB.

Ia menuturkan untuk menutupi defisit itu menggunakan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) atau Surat Berharga Negara (SBN). Penerbitan utang pun memiliki tantangan tersendiri lantaran pasar keuangan tidak lepas dari dampak pandemi.

"Kami mendapatkan tugas luar biasa berat di tengah kondisi pandemi yang juga berimplikasi pada sektor keuangan, baik domestik maupun global. Jadi, kami cari pembiayaan padahal kondisi sektor keuangan belum kondusif, terjadi capital outflow dari negara berkembang, jadi bukan hanya dari Indonesia," katanya.

Kemenkeu mencatat jumlah utang pemerintah Indonesia sebesar Rp6.418,15 triliun atau setara 40,49 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per akhir Mei 2021.

Jumlahnya turun Rp109,14 triliun dalam sebulan terakhir dari Rp6.527,29 triliun atau 41,18 persen dari PDB pada akhir April 2021. Namun bila dibandingkan dengan Mei 2020, jumlah utang pemerintah naik Rp1.159,58 triliun dari Rp5.258,57 triliun atau 32,09 persen dari PDB. (CNN Ind)

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda