RUU TPKS Bakal Dibahas Saat DPR Reses
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi Paripurna. [Foto: Tsarina Maharani/detikcom]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya menyebut, pimpinan DPR telah memberikan izin agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dapat dibahas saat masa reses. Hal tersebut sudah diputuskan dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus).
Namun, DPR belum bisa segera melakukan pembahasan RUU TPKS. Pasalnya, pihaknya belum menerima daftar inventarisasi masalah (DIM) dan surat presiden (surpres) dari pemerintah. "Begitu (DIM dan surpres dari pemerintah) masuk kita raker," ujar Willy.
Dalam hal ini DPR sendiri akan menggelar rapat paripurna penutupan masa sidang pada 17 Februari mendatang. Oleh karena itu, Dia berharap dalam waktu dekat pemerintah segera mengirim surpres dan digelar rapat kerja.
Kemudian, Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR Ahmad Muzani mendukung percepatan pembahasan rancangan RUU TPKS. Ia pun mendukung apabila RUU tersebut dibahas saat DPR menjalani masa reses.
Lanjutnya, Pembahasan RUU TPKS yang diusulkan pada masa reses tersebut tidak menjadi permasalahan. Apalagi, bila memang bertujuan untuk mempercepat pembahasan RUU yang diharapkan banyak pihak segera disahkan menjadi undang-undang.
"Dalam arti makin cepat makin bagus karena problem yang dihadapi sekarang itu semakin kompleks. Dan makin kompleks karena kemajuan sosial, teknologi dan seterusnya sehingga kepastian untuk segera mencegah kekerasan seksual harus segera dipastikan," ujar Muzani.
Selanjutnya, Menteri PPPA Bintang Puspayoga menyampaikan Pemerintah terus melakukan langkah-langkah percepatan penyusunan DIM RUU TPKS karena urgensi RUU ini yang sudah ditunggu banyak pihak.
Kemudian, Bintang menjelaskan RUU TPKS memuat jenis kekerasan dan unsur pidana yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya. Misalnya pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual berbasis online, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan, eksploitasi seksual, dan penyiksaan seksual.
"Selain itu ada pemberatan hukuman, pidana tambahan, restitusi, serta tindakan rehabilitasi bagi pelaku,” ujar Bintang.
Sementara itu, Penyidik Madya Tingkat III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Jean Calvijn Simanjuntak mengatakan, terdapat beberapa ruang lingkup hukum yang diatur dalam RUU TPKS. Salah satunya adalah syarat Aparat Penegak Hukum (APH) yang menangani kasus kekerasan seksual.
Lebih lanjut, Calvijn menjelaskan, melalui RUU TPKS ini, nantinya keterangan saksi ataupun korban dalam proses penyidikan dapat dilakukan melalui perekaman elektronik. (Republika)