Beranda / Berita / Nasional / Prabowo - Sandi Gugat Konstitusionalitas Hasil Pilpres 2019

Prabowo - Sandi Gugat Konstitusionalitas Hasil Pilpres 2019

Sabtu, 15 Juni 2019 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Denny Indrayana selaku kuasa hukum Pemohon Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno akan menyampaikan pokok-pokok permohonan Pemohon dalam sidang pemeriksaan penanganan PHPU Presiden 2019, Jumat (14/6) di Gedung MK. Foto Humas/Ganie.

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2019 (PHPU Presiden 2019) di Ruang Sidang Pleno MK pada Jum’at (14/6/2019) pagi. Sidang perkara yang teregistrasi Nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019 ini dimohonkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno (Paslon 02).

Di hadapan sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya ini, Bambang Widjojanto selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan pokok-pokok permohonan, di antaranya cacat formil persyaratan calon wakil presiden Nomor Urut 01 Ma’aruf Amin yang sejak pencalonan hingga sidang pendahuluan digelar masih berstatus pejabat BUMN. Selain itu, Pemohon juga mendalilkan cacat materiil Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo dan Ma’ruf Amin selaku Pihak Terkaitatas penggunaan dana kampanye yang diduga berasal dari sumber fiktif; serta pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang telah dilakukan Pihak Terkait dalam Pilpres 2019 yang telah digelar pada 17 April 2019 lalu.

 

Terkait dengan argumentasi kualitatif sehubungan dengan telah terjadinya kecurangan pemilu yang bersifat TSM, Denny Indrayana melanjutkan penjabaran bahwa bukti-bukti yang disampaikan berupa tautan berita bukanlah semata-mata hanya informasi. Sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) UU MK yang menegaskan tautan berita tersebut, tambahnya, dapat digolongkan pada alat bukti berupa surat atau tulisan, petunjuk, atau alat bukti lain yang diucapkan, dikirim, dan diterima, atau disimpan secara elektronik.

 

"Yang pasti, tautan berita itu kami ambil dari media massa yang tidak diragukan kredibilitasnya. Kami meyakini berita tersebut telah dilakukan check and recheck sebelum tulisan tersebut dituliskan. Apalagi sebagian besar dari tautan itu adalah fakta yang tidak dibantahkan sehingga diakui kebenarannya dan mempunyai nilai bukti sebagai pengakuan," urai Denny yang hadir bersama kuasa hukum Pemohon lainnya seperti Luthfi Yazid dan Teuku Nasrullah.

 

Selanjutnya, Denny menyampaikan bahwa menurut pihaknya permasalahan Pilpres 2019 tidak dapat dilepaskan dari prinsip dasar pemilihan umum yang jujur dan adil. Dalam Pilpres 2019 ini, tambah Denny, adalah persaingan yang bebas dan adil tidak terjadi di antara peserta Pilpres 2019. Hal yang dihadapi Pemohon sebagai pasangan calon, bukanlah pasangan calon lainnya, melainkan Presiden Petahana Joko Widodo yang dinilainya menyalahgunakan kekuasaan serta memanfaatkan fasilitas negara yang melekat pada dirinya.

 

"Penyalahgunaan anggaran dan program kerja negara adalah modus lain money politics atau vote buying yang secara langsung atau tidak langsung telah merugikan Paslon 02. Karenanya telah melanggar Pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang nyata-nyata bertentangan dengan syarat pemilu yang jujur dan adil. Karena tidak menciptakan ruang persaingan yang setara di antara kontestan Pilpres 2019," terang Denny.

 

Suara Pemohon

Berikutnya Teuku Nasrullah selaku kuasa hukum Pemohon lainnya menyampaikan argumentasi kuantitatif terhadap kecurangan yang telah merugikan perolehan suara Pemohon  dalam Pilpres 2019. Dalil yang dikemukakan di antaranya, Komisi Pemilihan Umum  (Termohon) tidak menjalankan rekomendasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di Surabaya dan Papua; ditemukannya tempat pemungutan suara (TPS) siluman setelah dilakukannya konfirmasi dengan membandingkan TPS berdasarkan Penetapan Termohon dengan informasi yang terdapat dalam Sistem Informasi Penghitungan (Situng) Termohon.

 

Form C7 Hilang

Selain itu, jelas Nasrullah, pihaknya juga menemukan adanya indikasi manipulasi Daftar Pemilih Khusus dan masalah eksistensi situng atas proses penghitungan dan rekapitulasi. Kemudian adanya masalah penggunaan dokumen C7 yang seharusnya menjadi dokumen untuk mengonfirmasi jumlah pemilih yang hadir pada suatu dalam menggunakan hak pilihnya yang dinyatakan hilang. Adapun terkait dengan seluruh maslaah yang terjadi tersebut, jelas Nasrullah, memengaruhi perolehan suara yang diperoleh Pemohon. "Perhitungan perolehan suara yang benar menurut Pemohon adalah Paslon 01 memperoleh 63.573.169 suara (48%), sedangkan Paslon 02 memperoleh 68.650.239 suara atau 52%," sebut Nasrullah.

 

Terhadap alasan hukum tersebut, Bambang memohonkan kepada Mahkamah melalui salah satu Petitumnya agar menyatakan batal dan tidak sah Keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara nasional dalam Pemilihan Umum 2019 sepanjang terkait dengan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2019.

 

Substansi Perbaikan

Usai mendengarkan pokok-pokok permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Suhartoyo memberikan tanggapannya mengenai klarifikasi Pihak Terkait dan Termohon atas pokok permohonan yang dibacakan Pemohon dalam sidang pendahuluan yang merupakan permohonan yang sebagian besar adalah permohonan yang teregistrasi pada 10 Juni 2019 dan sebagian lagi adalah permohonan yang teregistrasi pada 24 Mei 2019.

Mendapati perdebatan ini, Suhartoyo menjelaskan bahwa berpedoman pada Peraturan MK Nomor 5 Tahun 2018 tentang tahapan persidangan, permohonan, kelengkapan, dan perbaikan permohonan yang dikecualikan untuk PHPU Presiden memang tidak menjelaskan mengenai ruang perbaikan. Namun demikian, tambah Suhartoyo, permohonan yang disampaikan dalam persidangan pendahuluan ini haruslah dilihat dasar hukum yang disampaikan Pemohon secara faktual terjadi. "Maka, biar Mahkamah yangg menilai berdasarkan argumentasi hukum yang bisa dipertanggungjawabkan," tegas Suhartoyo.

 
Hal senada juga disampaikan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna bahwa pembentuk undang-undang menyadari hukum acara MK tidak bisa bergantung pada UU MK itu sendiri. "Kita perlu memahami bahwa UU Pemilu tiap 5 tahun berubah. Maka, di luar Pasal 55 PMK 4/2018 demi tidak adanya kekosongan hukum acara, MK dapat melakukan beberapa penyesuaian dan penilaian termasuk permohonan yang disampaikan pada sidang hari ini." jelas Palguna.
 
Menanggapi permohonan Pemohon yang sangat banyak, pihak KPU, Bawaslu, dan Pihak Terkait setelah disepakati seluruh hakim konstitusi untuk diberikan waktu tambahan dalam menyiapkan jawaban pihaknya. Dengan demikian, setelah mengesahkan alat bukti Pemohon, Anwar menutup persidangan dengan mennyebutkan persidangan berikutnya akan digelar pada Selasa, 18 Juni 2019 pukul 09.00 WIB dengan agenda mendengarkan jawaban Termohon dan Bawaslu serta Keterangan Pihak Terkait. (Sri Pujianti/LA/NB)
Keyword:


Editor :
Pondek

riset-JSI
Komentar Anda