Mahfud MD Klaim Punya Data Penguasa Lahan Dengan Status Legal
Font: Ukuran: - +
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengklaim memegang data-data ketimpangan distribusi lahan yang diklaim merupakan dari warisan masa lalu.
"Lalu ada yang protes. Kalau enggak percaya datang ke kantor saya. Saya punya [data] siapa yang punya HPH (Hak Penguasaan Hutan) sekian juta hektare, kapan dikeluarkan, tahun berapa dikeluarkan, saya punya," kata dia, dalam pidatonya di rapat kerja nasional Satgas Saber Pungli di Hotel Aryaduta, Jakarta, kemarin (15/12).
Mahfud mengakui ketimpangan distribusi kepemilikan tanah di Indonesia itu membuat 1 persen penduduk menguasai lebih dari setengah lahan di Indonesia.
Pernyataan itu dilontarkan merespons pernyataan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas soal satu persen penduduk menguasai setengah lahan Indonesia.
Ia menjelaskan pemberian lahan oleh negara kepada segelintir orang pada masa lalu itu dilakukan secara sah. Meski tidak adil, ia menyebut keputusan pemerintah pada masa lalu itu tidak serta merta dapat dibatalkan secara sepihak oleh negara saat ini.
"Artinya, Negara memberi secara resmi tapi tak adil. Karena itu, Pak Jokowi jawab, 'lho itu kan terjadi dulu'. Sekarang kita wajib melanjutkan karena sudah diberikan secara sah berdasar hukum, keputusan pemerintah yang diberi secara sah atau perjanjian secara sah tak bisa dibatalkan sepihak oleh Negara," ujarnya.
Lebih lanjut, Mahfud menegaskan bahwa Jokowi telah berkomitmen untuk menghentikan proses distribusi lahan yang timpang tersebut.
Sementara itu, Ekonom Faisal Basri menyoroti kebijakan pembangunan pemerintah Indonesia yang sejauh ini sentralistik. Hal ini, katanya, menyebabkan pemiskinan masyarakat adat.
Strategi pembangunan yang sentralistik, termasuk pendanaan pun dari pusat ini, menurut Faisal, membuat insiatif dari daerah jadi kurang atau bahkan mati hingga titik tertentu.
Menurutnya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2019 menunjukkan Jawa yang ditargetkan turun ke 46 persen justru naik menjadi 59 persen dari total seluruh wilayah di Indonesia.
Sementara, Bali dan Nusa Tenggara hanya sebesar 3 persen dan Kalimantan sebesar 8 persen di tahun yang sama. (CNN Ind)