LBH Soroti RUU PKS, Pidana Perbudakan Seksual dan Pemaksaan Kawin Dihapus
Font: Ukuran: - +
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Badan Legislasi (Baleg) DPR RI melibatkan publik dalam perumusan rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual atau yang dikenal dengan RUU PKS. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Badan Legislasi (Baleg) DPR RI melibatkan publik dalam perumusan rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual atau yang dikenal dengan RUU PKS.
Dalam keterangan resmi LBH Jakarta dikutip pada Sabtu, 4 September 2021 disampaikan, Badan Legislatif DPR-RI segera membuka seluas-luasnya ruang partisipasi publik dengan melibatkan secara aktif korban, pendamping, kelompok masyarakat dan ahli yang konsisten mendorong pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual untuk merumuskan kebijakan pasal demi pasal terhadap RUU PKS.
Senin lalu, Badan Legislasi DPR RI telah menggelar rapat pleno penyusunan draf RUU PKS.
Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya menyampaikan, RUU tentang PKS merupakan usul inisiatif Baleg yang sudah disetujui masuk dalam Prolegnas Tahun 2021 pada 14 Januari 2021.
Terdapat sejumlah perubahan dalam draf anyar RUU PKS yang terdiri atas 11 bagian atau bab dan 40 pasal itu. Di antaranya, judul yang semula Penghapusan Kekerasan Seksual diganti menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Kemudian Bab II RUU ini mengatur tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dituliskan, ada lima jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang diatur dalam setiap pasalnya.
Pertama, jenis tindak pidana yaitu pelecehan seksual.
Kedua, pemaksaan memakai alat kontrasepsi.
Ketiga, Pemaksaan Hubungan Seksual.
Keempat, eksploitasi seksual. Dan Kelima, Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disertai dengan perbuatan pidana lain.
Ada 16 catatan penting terhadap draf anyar RUU ini. Salah satunya, LBH menyorot dihapusnya tindak pidana perbudakan seksual dan tindak pidana pemaksaan perkawinan.
Kemudian, dihilangkannya ketentuan mengenai pemaksaan aborsi. Selain itu, tidak ada tindak pidana kekerasan berbasis gender online.
"Badan Legislatif DPR-RI mendengarkan, mempertimbangkan dan mengimplementasikan masukan yang komprehensif dari berbagai kalangan yang mempunyai visi besar untuk mencegah serta menghapuskan kekerasan seksual melalui RUU PKS," demikian keterangan LBH Jakarta. (TEMPO)