KPK Sebut Kasus Jual Beli Jabatan ASN Marak Terjadi hingga Dijual Rp350 Milyar
Font: Ukuran: - +
KPK. [Foto: Kompas/Irfan Kamil]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut banyak terjadi kasus suap penerimaan aparatur sipil negara (ASN) di wilayah Jawa. Bahkan temuan KPK dalam hal tersebut mencapai Rp 350 miliar.
Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK Didik Agung Widjanarko dalam seminar 'Optimalisasi Pendapatan Daerah dari Sektor Pertambangan Melalui BUMD' yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube KPK RI, Rabu (16/11/2022). Acara tersebut juga rangkaian dari acara Road to Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia).
Didik awalnya menjelaskan terkait tugas Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK yang menyasar 8 area intervensi. Area tersebut merupakan titik-titik yang dinilai rawan terjadinya tindak pidana korupsi.
"Kami namakan 8 area intervensi. Tadi disampaikan bahwa 8 area intervensi itu ada 38 indikator dan ada 88 sub-indikator. Dalam melaksanakan koordinasi, kami punya wewenang untuk membuat suatu sistem pelaporan," kata Didik, Rabu (16/11/2022).
Dari 8 area tersebut, termasuk di antaranya perencanaan penganggaran APBD, penganggaran barang dan jasa, perizinan, hingga penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Selain itu, manajemen ASN, optimalisasi pendapatan daerah, keuangan desa, manajemen aset daerah juga disorot.
Terkait manajemen ASN, Didik mengungkap marak terjadinya penyimpangan dalam penerimaan ASN, khususnya di daerah Jawa. Bahkan temuan KPK dalam kasus tersebut mencapai Rp 350 miliar.
"Manajemen ASN terkadang kurang keterbukaan dan sebagainya. Bahkan ada kecenderungan sekarang di Jawa, Jawa timur, Jawa Tengah, beberapa di daerah di luar Jawa bahwa dalam perekrutan terhadap perangkat desa, hanya perangkat desa saja, itu banyak terjadi penyimpangan. Sehingga dari data kami ada sampai Rp 350 miliar hanya untuk perekrutan penyelenggara perangkat desa," jelasnya.
Didik merasa prihatin terkait kasus tersebut. Dia mengatakan KPK dalam hal ini akan berkoordinasi dengan Polri dan kejaksaan untuk melakukan pengawasan agar praktik serupa tidak terjadi kembali.
"Ini kan sangat memprihatinkan. Moga-moga tidak terjadi di Kalimantan Timur, kami akan mengarah ke sana, menata untuk memberdayakan rekan-rekan dari Polri, kejaksaan untuk pengawasan itu, sehingga praktik-praktik itu tidak terjadi secara berkelanjutan," ujarnya.
Selain itu, terkait area pendapatan daerah yang duga dinilai rawan untuk terjadinya tindak pidana korupsi, Didik menyebut pihaknya mendampingi pembuatan semua regulasi yang ada. Mulai peraturan daerah (perda) hingga peraturan kepala daerah (perkada).
"Terkait dengan area optimalisasi pendapatan daerah, perlu kami dampingi. Regulasinya, khususnya perda dan perkada, bagaimana bapenda (badan pendapatan daerah), lebih proaktif meningkatkan pendapatan daerah," ujarnya.
Selain itu, pihaknya berkoordinasi dengan bagian Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) untuk mengoptimalkan langkah yang ada. Hal ini perlu dilakukan, lanjut dia, karena sebelumnya antara pemerintah daerah dan kejaksaan cenderung saling mencurigai.
"Bekerja sama dengan kejaksaan yang selama ini biasanya saling curiga, padahal itu penting sekali, untuk kita untuk rekan-rekan didampingi dari Datun untuk mengoptimalkan dan lebih banyak yang bisa kita capai dari kolaborasi dari pemda dan kejaksaan," pungkasnya.(Detikcom)