Harga Pupuk Naik, Akibatnya Nilai Tukar Petani Merosot
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Nilai tukar petani (NTP) turun sebesar 0,85 persen pada Mei 2020, data itu dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS). Jika kita ketahui NTP merupakan indikator mengetahui tingkat kemampuan daya beli petani.
Merespon kondisi itu, Herry Gunawan Pengamat BUMN mengatakan, turunnya NTP membuat daya beli petani di pedesaan kian sulit. Terlebih di tengah pandemi Covid-19 petani harus menanggung biaya lebih akibat naiknya harga pupuk dan bibit tanaman. Sebaliknya, harga jual hasil pertanian justru mengalami penurunan. Akibat tak terserap oleh pasar seiring mulai terbatasnya aktivitas jual beli secara konvensional.
"Pada bulan Juli lalu NTP petani turun. Maka daya beli pun turun. Padahal petani merupakan mayoritas penduduk kita," ujar dia dalam diskusi virtual, Sabtu (15/8).
Untuk itu, ia mempertanyakan kehadiran BUMN khususnya PT Pupuk Indonesia (Persero) sebagai induk Holding BUMN pupuk yang dianggap tak peka dalam membantu petani untuk memperoleh harga pupuk yang murah. Sebab harga pupuk yang murah diyakini mampu meringankan beban petani untuk menjaga ketersediaan pangan.
Pun, terbentuknya holding BUMN pupuk seharusnya dapat memperluas akses pupuk bersubsidi bagi petani selama pandemi belum beranjak dari Indonesia.
"Tapi faktanya tidak begitu. Dimana peran BUMN di bidang pupuk yang sudah ada holdingnya. Harga pupuk tinggi," tukasnya. [detik.com]
- Hindari Sistem Keuangan Internasional, Cina Perluas Program Mata Uang Digital
- Akibat Covid-19, Inggris Resmi Resesi untuk Pertama Kalinya Sejak 11 Tahun Terakhir
- Kemendagri Tekankan Sinergitas Pusat-Daerah Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di Daerah
- Peningkatan Ekspor Produk Turunan Sawit Indonesia di Masa Pandemi