kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Generasi Milenial Ternyata Jenis Pemilih yang Rasional

Generasi Milenial Ternyata Jenis Pemilih yang Rasional

Senin, 17 September 2018 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: suara pembaharuan

DIALEKSIS.COM | Jakarta- Suara dari generasi milenial sangat penting di Pilpres 2019 mendatang. Sebab, kaum muda berusia 15-34 tahun ini, memiliki populasi yang besar di Indonesia, dengan persentase hingga 34%.


Hal tersebut diungkapkan, Ketua Forum Indonesia Muda Cerdas (FIMC) Asep Ubaidilah di  Jakarta, Sabtu (15/9)."Dalam konteks politik, suara pemilih milenial dalam Daftar Pemilih Tetap KPU proporsinya sekitar 34 % dari total 152 juta pemilih dan keberadaannya kerap disebut bakal menentukan arah politik bangsa Indonesia ke depan," ujar Asep sebagaimana dilansir suara pembaharuan.


Ia melanjutkan, saat ini banyak dipasang calon-calon pemimpin dari daerah sampai ke pusat mengambil peran dengan figur muda yang menyesuaikan gaya milenial. Walaupun demikian, Asep melihat generasi milenial tidak selalu mendukung calon yang berasal dari generasi mereka.


Ada beberapa faktor, kata dia, terkait kapabilitas dan kecenderungan untuk lebih memilih incumbent yang berprestasi, serta tidak peduli berapapun usia calon pemimpin yang harus dipilih.  Kemudian, dalam konteks perilaku pemilih, kelompok milenial tergolong jenis pemilih rasional atau kritis.


Akan tetapi, berkenaan dengan Pilpres 2019 nanti, pola pikir kelompok milenial terkait partisipasi dalam menentukan pilihan dapat saja bisa berubah dan tidak hanya bersikap apatis. "Kita sangat optimis, sebagai contoh untuk provinsi DKI Jakarta saja sebanyak 44,78 persen lebih dari sekitar 7,4 juta penduduk DKI yang berkemungkinan memilih ada dalam kategori generasi milenial," kata dia.


Lebih lanjut, Asep menyebut ada 3 kelompok partisipasi politik generasi milenial. Pertama, kelompok apatis, yakni mereka yang alergi terhadap politik bahkan menarik diri dari proses politik yang ada. Biasanya kelompok seperti ini kurang mengakses informasi dan terkesan terlalu eksklusif.


Kedua, kelompok spektator yakni mereka yang kurang tertarik dengan politik tetapi terkadang masih kerap menggunakan hak pilihnya.


Ketiga, kelompok gladiator yaitu generasi milenial yang sangat aktif di dalam politik seperti aktivis partai, aktivis organisasi dan milenial yang aktif sebagai pekerja kampanye.


Jika merujuk hal diatas, pemilih milenial memang cenderung masuk pada kelompok apatis. Namun demikian, apatisme pemilih milenial disini bukanlah apatis yang buta dan skeptis pemikiran. "Pemilih milenial lebih tepat disebut sebagai kelompok 'apatis yang kritis'. Mereka lebih suka berpartisipasi dalam bentuk non-konvensional, karena bagi mereka makna partisipasi politik tidak hanya dalam arena pemilu," jelas Asep. (Suara Pembaharuan/SP Berita satu)

Keyword:


Editor :
AMPONDEK

riset-JSI
Komentar Anda