kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Bila PPR Dewan Pers Diabaikan, Ini yang Harus Dilakukan Wartawan 

Bila PPR Dewan Pers Diabaikan, Ini yang Harus Dilakukan Wartawan 

Kamis, 10 Desember 2020 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Fajrizal

Pakar Hukum Pers, Kamsul Hasan SH, MH. [Foto: Ist.]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) dikeluarkan Dewan Pers setelah memeriksa bukti sengketa disertai keterangan para pihak.

Namun tidak semua PPR diterima dan dilaksanakan para pihak. Hal inilah yang akhirnya membawa sengketa pemberitaan pers ke jalur hukum.

Apa yang harus dilakukan pers bila sudah mematuhi PPR, tetapi pihak pengadu tidak puas dan melaporkan kasus tersebut ke kepolisian?

Pakar Hukum Pers, Kamsul Hasan SH, MH menjelaskan saat polisi melakukan langkah awal penyelidikan, penanggung jawab harus kooperatif dan memberikan informasi bahwa kasus itu sudah ada PPR.

"Penanggung jawab perusahaan pers minta dilakukan gelar perkara dan hadirkan ahli pers dari Dewan Pers sesuai MoU Dewan Pers dengan Kapolri, bisa secara fisik atau virtual," jelas Kamsul Hasan, Kamis (10/12/2020) menjawab Dialeksis.com dari Jakarta.

Ketua Bidang Kompetensi PWI Pusat ini juga menyampaikan dalam penyidikan bila penyidik tidak meminta keterangan ahli dan tingkatan penyelidikan menjadi penyidikan bisa melaporkan ke propam atau atasan penyidik karena melanggar MoU Dewan Pers dan Polri.

"Bagaimana bila ahli pers dari Dewan Pers sudah dihadirkan tetapi proses hukum tetap berjalan. Ini tugas penasihat hukum untuk meminta gunakan pidana pers,"jelasnya lagi.

Ia juga menjelaskan pelanggaran Pasal 1 dan Pasal 3 KEJ pada umumnya adalah tentang asas praduga tak bersalah sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Ancaman ini diatur pada Pasal 18 ayat (2) dengan pidana denda maksimal Rp 500 juta. Hal lain yang bisa diancam pasal ini adalah tidak melayani hak jawab (Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13).

Sementara itu, jika penyidik gunakan Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik, maka penerapan pasal ini pada sengketa pemberitaan media elektronik pasti akan diikuti dengan UU ITE.

Bila hanya diterapkan Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (3) ancaman 4 (empat) tahun penjara dan atau denda Rp 750 juta. Pasal ini tidak bisa dilakukan penahanan.

Sengketa pemberitaan M Yusuf yang meninggal dalam tahanan ternyata gunakan Pasal 28 ayat (1) mengenai berita bohong yang merugikan konsumen dengan ancaman 6 (enam) tahun penjara sehingga tersangka dapat ditahan.

Waspadai juga penerapan Pasal 36 UU ITE di belakang Pasal 27 ayat (3). Ancamannya menurut Pasal 51 ayat (2) adalah 12 tahun penjara dan atau denda Rp 12 miliar, sehingga bisa dilakukan penahanan. (Faj)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda