Beranda / Berita / Nasional / Indonesia Sepanjang 2020 Terjadi 75 Hukuman Mati

Indonesia Sepanjang 2020 Terjadi 75 Hukuman Mati

Rabu, 25 November 2020 23:30 WIB

Font: Ukuran: - +

[Ilustrasi hukuman mati. bomjardimnoticia.com]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis menjatuhkan hukuman mati kepada Apriadi (28) dan Zaini (44) karena menyelundupkan sabu dari Malaysia seberat 11 kg sabu dan 61.600 butir pil ekstasi. Vonis untuk Apriadi dan Zaini memperpanjang daftar terdakwa yang dijatuhi hukuman mati pada 2020 ini.

Hal itu tertuang dalam putusan PN Bengkalis yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Rabu (25/11/2020), ketika kasus bermula saat Apriadi menerima telepon dari Saprudian untuk menyelundupkan narkoba dari Malaysia. Apriadi menyanggupinya.

Apriadi kemudian mengajak nakhoda kapal, Zaini. Pada Februari 2020, kapal berlayar dari Pelabuhan Tanjung Pisang, Tasik Putri Puyu, Meranti, menuju perbatasan Indonesia-Malaysia.

Jelang tengah malam, Apriadi mengedip-ngedipkan senter sebagai kode. Tidak berapa lama kemudian, sebuah kapal merapat dan memindahkan paket sabu dan ekstasi ke kapal Apriadi-Zaini.

Setelah bongkar-muat selesai, kapal bertolak ke pelabuhan tikus di Desa Lukit, Kecamatan Merbau. Dalam perjalanannya itu, tiba-tiba patroli TNI muncul dan menangkap keduanya. Keduanya dikawal anggota TNI ke Pos Selatpanjang. Saat digeledah, didapati 11 kg sabu dan 61.600 butir pil ekstasi.

Akhirnya, Apriadi dan Zaini digiring ke kantor polisi dan diproses secara hukum. Keduanya duduk di kursi pesakitan.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Apriadi alias Ujang Bin Hanafi dan terdakwa Zaini S alias Zai Bin Samsudin dengan pidana mati," ujar majelis dengan ketua Wimmi D Simarmata.

Majelis menyatakan pidana mati di Indonesia masih terus menjadi bahan perdebatan kendati hukuman berupa pidana mati telah tercantum dalam hukum positif. Perdebatan muncul lantaran pidana mati menyangkut nyawa manusia dan merupakan vonis paling menakutkan dan dianggap paling menjerakan dibanding vonis hukuman lainnya.

"Untuk menyikapi suara publik yang terus menyuarakan hukuman mati itu bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM) maka pertama hal yang mendasar adalah antara hak asasi manusia dengan kewajiban asasi manusia itu seharusnya sama. Kedua, sampai saat ini hukum positif kita mengakui adanya hukuman mati, oleh karena itu masih berlaku karena pidana kita menganut asas legalitas," ucap majelis.

"Maka berlaku ketentuan dalam hukum positif kita bahwa seseorang tidak bisa dipidana sebelum ada aturannya, sementara aturan saat ini diatur sampai hukuman mati, dalam kasus-kasus tertentu diatur maksimal hukuman mati karena saat ini masih berlaku dan sah," sambung majelis dengan anggota Tia Rusmaya dan Fabriano Hermady [Detik.com].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda