Beranda / Berita / Nasional / Adian Pertanyakan Erick Thohir: Siapa Mafia Alat Kesehatan?

Adian Pertanyakan Erick Thohir: Siapa Mafia Alat Kesehatan?

Rabu, 22 April 2020 15:04 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: Net

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Adian Napitupulu mempertanyakan sosok mafia alat kesehatan (alkes) dan obat yang dimaksud Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.

Menurutnya, pernyataan yang disampaikan Erick tersebut serius dan bisa menyasar siapa pun di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

"Tanpa ada angin dan badai, tiba-tiba Erick Thohir sebagai Menteri BUMN berbicara tentang mafia alkes yang mendominasi impor alat kesehatan. Siapa yang dimaksud Erick Thohir?" kata Adian dalam keterangan tertulis, Rabu (22/4).

Dia menerangkan, kalimat 'mereka yang mendominasi' dalam pernyataan Erick bisa menjadi petunjuk untuk mengetahui sosok mafia yang dimaksud. Adian berkata hanya dua lembaga yang memenuhi syarat bila ukuran mafia alkes yang dimaksud Erick adalah mendominasi impor yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan BUMN.

Ia kemudian mempertanyakan apakah sosok mafia alkes dan obat yang dimaksud Erick tersebut adalah BNPB.

"Apakah pernyataan Erick ini menyasar ke BNPB? Mungkin saja, karena ada 19 jenis alkes yang rekomendasi impornya dikeluarkan BNPB," katanya.

Lebih lanjut, Adian membeberkan daftar alkes yang rekomendasi impornya dikeluarkan oleh BNPB yaitu surgical apparel, disinfektan, sarung tangan steril, sarung tangan pemeriksaan, thermometer, ventilator infusion pump, mobile x-ray, high flow oxygen device, bronchoscopy portable, dan power air purifying respirator CPAP Mask.

Kemudian CPAP machine, ECMO (extracorporeal membrane oxygenation), breathing circuit for ventilator and incubator transport, transport culture medium, microbiological specimen collection and transport device (dacron swab), alat rapid test Covid-19, serta resuscitation bag.

Namun, Adian melanjutkan, Erick bisa jadi juga sedang menegur anak buahnya di BUMN. Dia mengatakan berdasarkan data dari sejumlah media, beberapa BUMN yang melakukan impor di antaranya PT RNI sebanyak 500 ribu rapid test dari China, PT Indo Farma sebanyak 100 ribu rapid test, PT Kimia Farma sebanyak 300 ribu rapid test.

BUMN juga mengimpor bahan baku produksi 4,7 juta masker, 2 juta Avigan, bahan pembuat 3juta Chlorokuin, 20 ribu PCR dari Swis. Kemudian bekerja sama dengan BKPM mengimpor bahan baku APD dari Cina dan Korea. PT Bio Farma juga mengimpor bahan baku 500 ribu obat dari India untuk Oseltamivir.

Dengan data ini, Adian menilai BUMN sebenarnya salah satu yang mendominasi impor alkes dan obat. Ia pun menganggap pernyataan Erick soal mafia yang mendominasi impor alkes aneh, karena rekomendasi dikeluarkan oleh BNPB dan BUMN.

"Jadi sebenarnya siapa mafianya, Pak Menteri? Kalau impor alkes harus ada rekomendasi sekian lembaga negara, apakah Pak Menteri ingin katakan bahwa mafia-mafia itu dapatkan rekomendasi juga?" tanya Adian.

Berangkat dari itu, Adian meminta Erick membuktikan dan melapor ke Presiden Joko Widodo atau aparat penegak hukum bila keberadaan mafia alkes dan obat merupakan sebuah kebenaran.

Dia juga meminta Erick tidak sekadar bicara dan membuat rakyat saling curiga tentang keberadaan mafia alkes dan obat di tengah pandemi virus corona.

"Kalau memang ada mafia dan buktinya cukup maka segera lapor Presiden, lapor polisi atau KPK, lengkapi bukti-bukti terus tangkap, jangan cuma bicara ke media saja dan membuat rakyat dan pelaku usaha saling curiga," tutur Adian.

"Ini situasi di mana semua tertekan, jangan ditambah dengan tuduhan kanan kiri lagi," imbuhnya.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan mafia alkes yang sempat 'disentil' oleh Erick. Menurut Arya, industri alkes dalam negeri kekurangan bahan baku. Dari mulai APD hingga beberapa obat.

"Kita ada pabriknya tapi bahan bakunya dari luar negeri. Nah, di Indonesia hanya sebagai tukang jahitnya pabrik APD ini. Orang yang dari LN ini hanya kasih bahan bakunya, bawa ke tukang jahit dia bayar dan dia ambil bahannya. Itu yang terjadi selama ini," papar Arya dalam video, Jumat (17/4).

Menurut Arya, kejadian tersebut tidak hanya terjadi pada APD, tetapi juga masker medis dan peralatan ventilator. Semua perangkat tersebut impor. Selain itu, obat-obatan pun Indonesia baru membeli bahan baku dari India.

"Kita bisa buat obatnya, tetapi bahan bakunya ternyata banyak dari luar negeri," jelas Arya. (Im/CNNIndonesia)

Keyword:


Editor :
Im Dalisah

riset-JSI
Komentar Anda