Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Rekam Jejak KEK Arun

Rekam Jejak KEK Arun

Jum`at, 16 November 2018 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tepatnya 17 Februari 2017 lalu, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menandatangi Peraturan Pemerintah Nomor 5/2017 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe. Payung hukum itu diterbitkan atas pertimbangan kawasan Arun di Lhokseumawe dan Aceh Utara memenuhi kriteria dan persyaratan untuk ditetapkan sebagai KEK. Padahal sebelumnya Arun sempat dikeluarkan dari daftar daerah khusus lantaran Pemerintah Pusat menilai Pemerintah Aceh tidak serius dalam mengelolanya.

Pun begitu, PP Nomor 5/2017 tak langsung disambut gembira sejumlah kalangan di Aceh, termasuk Gubernur Aceh Zaini Abdullah. Pasalnya dalam PP tersebut yang menjadi pengusul KEK Lhokseumawe adalah konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sementara Pemerintah Aceh dalam konsorsium itu hanya diwakili oleh perusahaan daerah yakni Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA).   

Anggota Tim Percepatan Pembangunan KEK Arun Lhokseumawe, Fathurrahman mengatakan kalau Gubernur Aceh akan segera menjumpai Menterian Koordinator Bidang Kemaritiman RI Luhut Binsar Panjaitan untuk membicarakan masalah KEK Arun. 

Protes juga dilayangkan sejumlah lembaga, seperti himpunan mahasiswa pemuda Aceh (HAMPA), KAMMI, Komunitas Akar Rumput dan Forum Kota Sabang Kreatif dan Aktif (Kosakata). Mereka meminta KEK Arun dikelola langsung oleh Pemerintah Aceh, bukan Konsorsium BUMN yakni Pertaminan, PT Arun, PDPA, dan Pelindo I.   

Lambat laun, protes itu mulai tak terdengar, Pemerintah terus mempersiapkan agar KEK Arun segera beroperasi dan denyut perokenomian kawasan petro dolar itu kembali berdetak. 12 Februari 2018 lalu Lembaga Managemen Aset Negara (LMAN) dan PT. Patriot Nusantara Aceh selaku Badan Usaha Pengelola dan Pembangun KEK Arun menandatangani Kerjasama kegiatan Operasional Barang Milik Negara untuk kepentingan KEK Arun. 

Penandatanganan kerjasama yang berlangsung di Jakarta tersebut disaksikan Menteri Koordinator Perekonomian RI Darmin Nasution, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Bupati Aceh Utara Muhammad M Thaib, serta sejumlah pejabat beberapa kementerian. Dalam acara tersebut juga disertai dengan penandatanganan kerjasama investasi antara Konsorsium BUMN Pemilik saham dalam KEK Arun dengan sejumlah perusahaan. 

Seperti kerjasama investasi PT Pelindo I dengan PT Aceh Makmur Bersama yang meliputi bidang pengolahan CPO, PT Sinergi Tangguh Alam Raya di bidang usaha plywood, PT Eas Kontinent Gas Indonesia di bidang usaha LPG Pressurized dan Pabrik Bootling LPG, dan PT Prosperity Building Material di bidang logistik pengantongan semen. 

Dilansir media Aceh Tribunnews, ada tiga kawasan yang ditetapkan menjadi kawasan ekonomi khusus ini, yakni eks kompleks kilang Arun, Kecamatan Dewantara, dan Desa Jamuan (lokasi pabrik PT KKA). Sebagiannya berada di Kabupaten Aceh Utara, sebagian lagi di Kota Lhokseumawe. 

KEK Arun ini nantinya akan dipagari sebagai kawasan khusus dengan luas 2.622,48 ha. Saat ini sudah beroperasi beberapa industri di dalam kawasan tersebut yang lokasinya terpencar di Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe. Persisnya, PT Aceh Asean Fertilizer (AAF) seluas 236,4 ha yang akan menghasilkan industri petrokimia, PT Pertamina (151,3 ha) juga menghasilkan petrokimia, PT Pelindo I (38,18 ha) menyediakan pelabuhan dan logistik, PT Pupuk Iskandar Muda (307,15 ha) juga menghasilkan petrokimia, eks PT Arun (1.689,8 ha) akan kembali menghasilkan minyak, gas, dan energi, serta PT Kertas Kraft Aceh (KKA) seluas 199,6 ha yang nantinya kembali akan menghasilkan pulp (bubur kertas) dan kertas. 

PT Humpuss Aromatik juga berada di kawasan ini, tepatnya di lahan milik PT Pertamina. Perusahaan milik Tommy Soeharto yang dulunya memproduksi bahan bakar minyak (BBM) ini masih terhenti operasionalnya sejak tahun 2000 karena kekurangan pasokan bahan baku kondensat. Saat ini PT Humpuss telah memperoleh izin operasi kawasan berikat, sehingga Humpuss berencana merevitalisasi kilang aromatiknya dengan bahan baku yang didatangkan dari Timur Tengah. 

Target Kemandirian Ekonomi 

Namun hingga kini, KEK Arun yang digadang-gadang mampu membawa dampak ekonomi besar bagi Aceh jalan ditempat, Setidaknya ada beberapa penyebab KEK Arun jalan di tempat, diantaranya, lahan dan aset yang dikuasai LMAN belum sepenuhnya diserahkan pengelolaannya kepada BUPP-PT Patriot Nusantara Aceh. PT. Pertamina dan PT. Perlindo belum menyerahkan penyertaan modalnya kepada BUPP.  

Selanjutnya desain bisnis dalam blue print KEK Arun yang dibuat konsultan internasional perlu disegerakan tuntas dan Pembangunan luar kawasan KEK Arun, seperti bandara, jalan, infrastruktur lainnya belum mendapat prioritas baik dari APBN maupun APBA. Terdapat masalah sengketa tahan (lahan) yang belum diselesaikan dengan masyarakat sekitar, khususnya Ikatan Keluarga Blang Lancang. Dan terakhir belum ada perencanaan dan strategi untuk penyiapan SDM lokal yang akan terlibat dalam KEK Arun.  

Menanggapi hal itu, Rektor Universitas Syiah Kuala, Prof Dr Samsul Rizal MEng angkat bicara. Menurutnya, salah satu penyebabnya adalah karena Pemerintah Aceh harus menyerahkan saham untuk KEK Arun namun Pemerintah Aceh belum mempunyai dana untuk itu.  

"Sebenarnya ada beberapa dana dari Pemerintah Aceh yang bisa ditempatkan menjadi saham pada KEK Arun, seperti dana pendidikan yang jumlahnya mencapai Rp 1,2 triliun , dana tersebut sempat juga diminta menjadi dana abadi namun tidak disetujui Mendagri. Namun untuk menempatkan dana untuk saham KEK butuh komitmen bersama antara Pemerintah Aceh dan DPRA," kata Samsul Rizal.  

Dikatakan Rektor, karena tidak ada saham dari Pemerintah Aceh maka tiga perusahaan lainnya yang tergabung dalam KEK Arun tidak akan jalan, ketiga perusahaan yang dimasud adalah Pelindo, Pertamina dan Pupuk Iskandar Muda.

Solusi lain menurut Rektor agar KEK berjalan adalah Pemerintah Aceh dalam hal ini Plt Gubernur Aceh meminta kepada Presiden agar seluruh atau sebagian aset Arun itu dipinjam pakaikan untuk Pemerintah Aceh minimal selama 20 tahun.  

Sehingga itu menjadi modal bagi Aceh untuk bernegosiasi dengan perusahaan tiga perusahaan itu. Rektor melihat hingga saat ini belum ada master plan yang sudah dibuat terkait KEK Arun, sehingga masih berjalan di tempat. Samsul menambahkan, di kawasan KEK itu sebenarnya ada pelabuhan Krueng Geurukuh yang bisa dioperasikan secara maksimal, dimana saat ini pelabuhan itu hanya bisa dipakai untuk ekspor.  

"Plt Gubernur Aceh harus meminta agar pelabuhan itu juga bisa impor. lebih tepatnya meminta kebijakan khusus. Kemudian beberapa kawasan juga harus dihidupkan kembali, katakanlah kertas kraft, kalau kurang bahan baku disana bisa langsung impor lewat pelabuhan itu," katanya. 

Cara Menggaet Investor

Terlepas dari itu, Pemerintah Aceh saat ini tengah giat mempromosikan KEK Arun untuk menggaet para investor. Berbagai kemudahan diberikan kepada investor yang ingin berinvestasi di kawasan bekas PT Arun itu. Seperti kemudahan fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan cukai berupa: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan/atau kepabeanan dan/atau cukai. Para investor juga disodori kemudahan lainnya, seperti kemudahan lalu lintas barang, ketenagakerjaan, keimigrasian, pertanahan, serta perizinan, dan non perizinan.  

Kemudahan diberikan Pemerintah Aceh untuk investor, menurut Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah mengatakan, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe menjadi harapan besar bagi cita-cita percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Aceh ke depan secara menyeluruh. 

"Pemerintah Aceh dan masyarakat Aceh menaruh harapan besar pada KEK Arun. Keberadaan KEK ini memang sangat diandalkan untuk menyokong percepatan pertumbuhan ekonomi kita yang memang masih berada di bawah rata-rata nasional," ujar Nova Iriansyah 

Penegasan itu disampaikan Plt Gubernur Aceh saat menerima kunjungan silaturahmi direksi baru PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) di Meuligoe Wakil Gubernur Aceh, Senin (16/7) pagi. Rombongan tersebut dipimpin Direktur Utama (Dirut) Husni Achmad Zaki didampingi direktur lainnya, yaitu Usni Syafrizal, Pranowo Tri Nusantoro dan Rochan Syamsul Hadi. 

Dalam sambutannya, saat membuka Bisnis Forum Kawasan Ekonom Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe di Aula Hotel Lido Graha, Lhokseumawe, Rabu (14/11), Nova menyebutkan ada beberapa langkah pembangunan KEK Arun Lhokseumawe antara lain, dibentuknya Kelembagaan KEK Arun Lhokseumawe, Dewan Kawasan, Administrator dan Badan Pembangun dan Pengelola (BUPP). KEK Arun Lhokseumawe diberi kesempatan dalam waktu 3 (tiga) tahun untuk melakukan pembangunan. 

"Saat ini sudah berjalan 1 tahun 9 bulan, dan Alhamdulillah banyak hal yang sudah dilakukan, termasuk beberapa aktivitas untuk kesiapan beroperasi, antara lain: penyediaan infrastruktur kawasan, sumberdaya manusia serta peningkatan pelayanan administrasi," ujar Nova. 

Nova mengatakan, dengan progres yang telah dicapai, KEK Arun Lhokseumawe yang dibangun atas areal seluas 2.226, 64 Ha, sudah siap untuk beroperasi melayani para calon investor. Untuk itu, Nova mengajak para investor lokal dan luar negeri untuk segera berinvestasi di Kawasan Ekonomi Khusus Arun 

Pemerintah Aceh, lanjut Nova menargetkan investor di sektor strategis seperti industri, logistik, energi, ekspor, dan pariwisata. Dengan beroperasinya KEK ini diharapkan akan mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

"Insya Allah KEK Arun akan diresmikan secepatnya oleh bapak Presiden akhir tahun ini bersamaan dengan peresmian pembangunan jalan tol, Peresmian Masjid At-Taqarrub di Pidie Jaya, Peresmian Sekolah Tinggi di Samalanga dan Penyerahan sertifikat tanah, kita sedang menunggu jadwal dari bapak Presiden," ujar Nova.  

Semoga KEK Arun-Aceh mampu mewujudkan mimpi masyarakat Aceh akan kehidupan lebih baik. Semoga saja.  

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda