Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Permainan Proyek dan Aparat Penegak Hukum

Permainan Proyek dan Aparat Penegak Hukum

Minggu, 01 Desember 2019 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM - Keuntunganya menggiurkan, bisa menambah daftar kekayaan. Tidaklah berlebihan bila ada yang nekat "memasang" modal terlebih dahulu untuk mendapatkan proyek. Nilainya bervariasi, sesuai komitmen. Permainanya di bawah tangan. 

Bukan lagi rahasia untuk mendapatkan proyek harus membayar. Ada yang ditangkap dan digelandang ke jeruji  besi, namun permainan ini senantiasa bergulir. Semua pihak yang memiliki "power" meramaikan pusaran ini.

Bagaimana bila aparat penegak hukum yang seharusnya mengawasi pelaksanaan proyek, justru masuk dalam pusaran? Ada yang meminta jatah proyek karena jabatanya? Siapa yang diawasi dan siapa yang mengawasi, bila pihak yang seharusnya mengawasi justru terlibat di dalamnya.

Untuk memangkas "tradisi" ini tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bila di hulu keruh, sampai ke hilir akan tetap keruh. Untuk itu, Kapolri membuat kebijakan  menjernihkanya. Siapapun di intitusinya yang terlibat dalam persoalan proyek akan dikenakan sanksi.

Sebelumnya Presiden Jokowidodo mengatakan, terdapat oknum penegak hukum yang melakukan pemerasan terhadap pejabat di daerah. Menurutnya lima tahun terakhir banyak sekali laporan yang dikantonginya soal aparat hukum yang 'bermain'.

Presiden menjadikan data itu sebagai dasar untuk terus memantau perilaku aparatus penegak hukum. Bila masih ada yang bermain, Jokowi mengancam akan mencopot langsung.

"Saya mendengar banyak sekali dan saya perintahkan Kapolri atau Jaksa Agung. Nih ada ini di kejari, ini kejati, ini polda polres ini tolong cek, copot pecat udah gitu aja, setop yang seperti itu jangan di terus-teruskan," kata Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Indonesia Maju Pemerintah Pusat dan Forkopimda 2019 di Sentul, Rabu (13/11).

Keinginan presiden dijawab Kapolri, Idham Azis, institusi penegak hukum ini mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada kepala daerah di seluruh Indonesia. Surat itu menyebutkan tentang koordinasi pelaksanaan tugas Polri dalam penegakkan hukum dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Surat Edaran itu bernomor R/2029/XI/2019 dan ditandatangani Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Listyo Sigit Prabowo,15 November 2019.

Dalam surat edaran itu, Polri mengimbau kepada kepala daerah agar segera melapor kepada pimpinan Polri, bila ada upaya  permintaan/ intimidasi/ intervensi yang dilakukan oleh oknum anggota Polri. Di  Polda, Polres, atau Polsek atau pihak-pihak yang mengatasnamakan kesatuan Polri.

Pengaduan bisa dilakukan melalui Sentra Pelayanan Propam (Bagyanduan Divpropam Polri) di JL Trunojoyo nomor 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. "Call center/WA 081384682019 atau melalui email divpropampolri@yahoo.co.id," demikian tertulis dalam surat edaran itu.

Selain itu ada juga penegasan untuk melindungi pelapor. Polri akan melindungi kerahasiaan identitas pelapor, sepanjang laporan yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan benar.

Polri juga meminta agar kepala daerah tidak melayani atau memfasilitasi segala bentuk permintaan uang atau barang. Termasuk intimidasi/intervensi terhadap pelaksanaan proyek pekerjaan di lingkungan pemerintah daerah yang dilakukan oleh oknum polisi.

Ramai ditanggapi

Ahirnya persoalan permintaan proyek itu ramai dibahas. Diantara sejumlah pengamat yang turut membahas , tercatat ada nama Aryos Nivada, akademisi Unsyiah yang turut memberikan pendapat. Aryos kepada media menyebutkan, dia mengapresiasi kebijakan yang dikeluarkan Polri.

"Masyarakat harus mendukung penuh kebijakan yang dikeluarkan Polri agar aparat penegak hukum lebih profesional dalam menjalankan fungsi dan perannya yang melekat antara kelembagaan dan UU," sebut Aryos Nivada, Senin 18 November 2019.

Aryos meminta kepada pihak kepolisian, jika ada oknum polisi yang meminta dan bermain proyek harus ada tindakan tegas, agar menjadi pembelajaran bagi oknum polisi lainnya. Sehingga, tidak melakukan hal serupa.

"Selain itu penting untuk dievaluasi terhadap oknum yang terlibat. Apakah memiliki relasi antara kedua belah pihak. Karena bisa saja oknum yang terlibat itu diminta oleh pejabat untuk mengamankan proyek tersebut," kata pengamat politik dan keamanan Aceh ini.

Kepada birokrasi dan para pengusaha ,Aryos  meminta  untuk tidak menarik aparat penegak hukum ke dalam pusaran permainan proyek. Jangan libatkan mereka (aparat penegak hukum) dalam permainan proyek," jelasnya.

Menurut pria yang sering membuat analiasa tajam khususnya tentang politik, keamanan di Aceh ini, kebijakan tegas Polri ini juga harus diiringi peningkatan kesejahteraan bagi aparat kepolisian.

"Beri kesejahteraan yang layak, sehingga polisi tidak terjebak pada pemikiran untuk menambah pundi-pundi kekayaannya," pinta akademisi ini.

Selain itu, sistim pengontrolan di internal kepolisian harus ditegakkan dan ditingkatkan. Sehingga dapat meminimalisir potensi aparat penegak hukum yang bermain proyek. Pasalnya ada oknum polisi yang berambisius memiliki kekayaan lebih sehingga bermain proyek, jelasnya.

Permintaan Aryos soal penindakan dan pembelajaran, sudah dijawab Kapolri Jenderal Idham Azis. Dalam keteranganya kepada media, Kapolri dengan tegas menyebutkan pihaknya tidak main main dalam persoalan ini.

Kapolri Jenderal (Pol) Idham dengan tegas menyebutkan pihaknya tidak main main. Apabila menemukan Kapolda atau Kapolres yang meminta jatah proyek kepada pemerintah daerah setempat, ia akan menindak Kapolda atau Kapolres tersebut dengan mencopot jabatannya.  

"Ini memang bukan rahasia umum, saya pernah dinas di luar wilayah. Ya harus kita tindak, obatnya cuma satu, kita tindak. Saya kira kita mencopot 10 atau 15 Kapolres itu tidak goyang organisasi," kata Idham di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2019) kepada media.

Kapolri menyebutkan, bukan rahasia umum apabila ada Kapolda atau Kapolres yang diisukan minta jatah proyek kepada pemerintah setempat. Oleh karenanya, Kapolri mengingatkan agar mereka tak meminta jatah proyek.

"Makanya saya tidak ragu mengatakan waktu di depan rakornas kepada para kasatwil," ujar Idham. Pernyataan Idham tersebut menanggapi anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P Trimedya Panjaitan yang mengimbau agar Kapolda dan Kapolres tak menyusahkan kepala daerah dengan meminta jatah proyek.

"Tolong dicek, apakah jalan perintah kabid propam itu dan apa yang disampaikan Presiden Jokowi, Kapolda, Kapolres jangan menyusahkan bupati, itu memang fakta yang tak terbantahkan," kata Trimedya.

Intitusi penegak hukum yang seharusnya mengawasi pelaksanaan proyek, kini diramaikan dengan pemberitaan ikut terlibat dalam pusaran proyek. Bahkan Kapolri sendiri mengakuinya, itu bukan lagi rahasia umum.

Bila sikap tegas Kapolri memberikan efek jera kepada mereka yang suka masuk dalam lingkaran proyek, profesionalisme penegak hukum ini akan semakin baik. Harapan rakyat disematkan di pundak mereka, kualitas proyek juga akan semakin baik. Tentunya dapat dinikmati oleh rakyat.

Lingkaran permainan proyek "sangat digemari", karena ada manisan di dalamnya. Berbagai upaya dilakukan demi mendapatkan bagian manisan itu. Namun banyak pula yang terperangkap dalam manisan. Berujung di jeruji besi.

Bila Kapolri sudah memberikan warning, apakah masih ada yang mau melanggarnya? Mau bermain api karena ada bongkahan emas di dalamnya? Keseriusan Kapolri dinanti publik. Kita ikuti saja siapa yang akan terjerat dalam manisan ini. (Bahtiar Gayo)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda