kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Dugaan Korupsi Kali Ini Soal Tanggul Pengaman Pantai Cunda

Dugaan Korupsi Kali Ini Soal Tanggul Pengaman Pantai Cunda

Senin, 22 Maret 2021 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga
Pengaman tanggul Pantai Cunda- Mueraksa, Lhokseumawe. (Foto/ Dok)

Penyidik Kejari Lhoksuemawe “mengendus” aroma korupsi. Kontraktor yang mengerjakan proyek tidak mampu melanjutkan, dia justru mengembalikan uang ke kas daerah senilai Rp 4,2 miliar. Sementara itu Kadis PUPR menyebutkan proyek itu tidak fiktif.

Selesaikah persoalanya? Tidak. Banyak pihak kini menyoroti pelaksanaan proyek pengaman pantai Cunda- Meuraksa anggaran tahun 2020 senilai Rp 4,9 miliar. Pihak jaksa di Kejari Lhokseumawe sedang mendalaminya.

Kejari di negeri petro dollar ini sudah melayangkan surat kepada Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh. Surat itu terkait proses lanjutan penyelidikan dugaan penyelewengan pada proyek pengaman Pantai Cunda Meuraksa Lhokseumawe dengan anggaran sebesar Rp 4,9 miliar.

Penyidik Kejari Lhokseumawe sedang mulai melakukan pengumpulan barang bukti dan keterangan (pulbaket) terkait proyek tersebut.

Pihaknya sudah sudah mengajukan permintaan audit investigasi kepada BPKP Perwakilan Aceh, beberapa hari yang lalu,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lhokseumawe, Dr Mukhlis, melalui Kasi Intelijen, Miftahuddin, SH menjawab media.

Untuk proses selanjutnya, penyidik menunggu hasil audit yang akan dilakukan BPKP Perwakilan Aceh. Hasil dari audit investigasi dari BPKP tersebut akan menentukan proses selanjutnya kasus dugaan korupsi itu.

Kasi Intelijen Kejari ini menyebutkan, sebelum mengajukan audit investigasi itu, penyidik juga sudah memintai keterangan sejumlah pihak yang dianggap mengetahui proyek tersebut. Mereka adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tahun 2019 dan juga Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) tahun 2019 terkait proyek tersebut.

Kepala BPKP Aceh, Indra Khaira Jaya menjawab media membenarkan pihaknya bersama penyidik dari Kejari Lhokseumawe pada sudah melakukan ekpose subtansi dugaan korupsi pembangunan pengaman pantai Cunda-Meuraksa kota Lhokseumawe. Aggaranya sebesar Rp4,9 miliar tahun 2020.

Menurut Indra, ekspose ini merupakan tahapan yang harus dilalui oleh pihaknya sebelum memutuskan apakah dugaan korupsi ini layak dilakukan audit diinvestigasi atau tidak. Ekspose tersebut merupakan SOP bagi BPKP, sebelum diputuskan layak atau tidak untuk dilakukan audit investigasi,” kata Indra.

Dari ekspose Indra menyebutkan bahwa auditor BPKP dan penyidik Kejari Lhokseumawe menyepakati kasus ini memenuhi unsur melawan hukum dan kerugian negara.

“Berdasarkan hasil ekspose disepakati case tersebut memenuhi syarat dan terdapat indikasi unsur melawan hukum dan kerugian keuangan negara untuk selanjutnya dilakukan audit investigasi oleh BPKP Aceh,” kata Indra.

BPKP Aceh akan segera menugaskan tim untuk melakukan audit investigasi dengan dukungan penuh dari Kajari Lhokseumawe,” jelasnya.

Pembangunan pengaman pantai Cunda-Meuraksa dananya dari Otonomi Khusus (Otsus) tahun anggaran 2020 senilai Rp 4,9 miliar yang dilaksanakan oleh PT Putra Perkasa Aceh.

Dari akses Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Aceh dan LPSE Kota Lhokseumawe, dana untuk pengaman pantai ini sudah terbilang banyak. Sejak tahun 2013 sampai 2020 total dana yang sudah dialokasikan oleh pemerintah Rp 47.108.502.551 (Rp47,1 miliar lebih).

Saat riuh soal proyek pengaman pantai ini mencuat, Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Lhokseumawe bersama Dinas Pembangunan Umum Perumahan Rakyat (PUPR), Senin (18/1/21), dalam sebuah pertemuan di komisi C, disepakati bahwa proyek tersebut tidak fiktif.

Hal itu disepekati dalam pertemuan DPRK komisi C bersama pejabat PUPR di ruang pertemuan gabungan komisi kantor DPRK Lhokseumawe.

Ahirnya ketua DPRK Ismail, mengajak dinas terkait dan anggota dewan untuk mengecek kasus dugaan proyek fiktif itu ke TKP. Namun rencana itu gagal, karena tidak adanya boat yang bisa digunakan untuk kelokasi.

PT Putra Perkasa Aceh yang mengerjakan proyek ini, pada 22 Januari 2021 telah mengembalikan uang ke kas daerah Lhokseumawe senilai Rp 4,2 miliar.

Harus Diusut

Seriuskah penyidik kejaksaan ini? Koordinator MaTA (Masyarakat Transparansi Aceh) Alfian menyebutkan bila jaksa menghentikan kasus ini, akan jadi preseden buruk dalam pemberantasan korupsi oleh negara.

Kontraktor pelaksana yang telah mengembalikan dana ke kas negara, itu hanya bagian dari ‘meringankan saja’ ketika sudah di pengadilan. Pengembalian uang ke kas negara tidak menghapus tindak pidana korupsi.

Menurut Alfian, pihak kejaksaan harus menuntaskan kasus proyek fiktif yang bersumber dari Otsus 2020 ini secara utuh tanpa mengesampingkan pelanggaran hukum yang nyata telah terjadi.

Menurut Koordinator MaTA,korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang dalam proses penanganannya juga harus luar biasa.

“Bila jaksa menghentikan kasus ini akan jadi preseden buruk dalam pemberantasan korupsi oleh negara. Bila mandat UU Tindak Pidana Korupsi diabaikan ini adalah pelanggaran serius. publik akan menilai hukum mencederai keadilan dan ini jelas lahir ketidakpercayaan publik terhadap aparat penegak hukum”, ucap Alfian kepada media.

MaTA sudah turun kelapangan untuk investigasi. Pihaknya bertemu dengan sejumlah perangkat desa dan warga di sana. Diketahui bahwa pada tahun 2020 tidak ada lanjutan pembangunan proyek tanggul pengaman Cunda- Mueraksa ini.

Menutut Alfian ini adalah modus yang menarik. Menariknya pekerjaan 2019, klaim anggaran alokasi tender pada 2020. Ini merupakan skenario besar untuk bisa mengambil dana,” sebut Alfian.

Soal pengembalian uang ke kas negara, praktisi hukum Hermanto kepada Dialeksis.com menjelaskan, pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan korupsi .

Hal ini menurut Hermanto ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999,tentang pemberantasan tindak pidana Korupsi.

Bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan 3 undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Kita berharap pihak penegak hukum dapat segera bertindak dan memeriksa proyek tersebut, berserta seluruh dokumen pendukung yang ada. Hal ini untuk memberikan kejelasan atas kasus tersebut dan tidak dibiarkan mengambang di masyarakat,” sebut Hermanto.

“Kejari Lhokseumawe harus mengikuti intruksi presiden RI dan Kejagung RI terkait komitmen dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia,” sebut Muhammad Fadli, ketua HMI Komisirat Hukum Unimal dalam keterangan persnya.

Menurut ketua BEM Unimal demisioner ini, nyaris senada keteranganya dengan Alfian. Menurutnya kasus tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Pelaku tindak pidana korupsi harus mendapatkan punishment (hukuman).

Karena perbuatanya, sebut Muhamad Fadli, sudah mengamputasi hak-hak masyarakat. Apalabila pelaku tindak pidana korupsi tidak diberikan hukuman, maka perbuatan itu akan semakin massif dan merajalela ke depanya.

Menurut Fadli, secara prinsip hukum apabila unsur tindak pidana korupsi sudah terpenuhi, walau uang dari indikasi korupsi itu sudah dikembalikan, tidak bisa menggugurkan atau menghapus tindak pidana korupsi, Fadli mengutip pasal sama yang dikatakan Hermanto.

Fadli menyakini pihak Kejari Lhokseumawe akan bersikap obyektif dan professional sesuai dengan peraturan, dan pihaknya dari mahasiswa dan masyarakat akan terus memantau kasus tersebut.

Seriuskah pihak penyidik kejaksaan negeri Lhokseumawe dalam menangani kasus ini? Kita tunggu saja apa yang mereka lakukan. **** (Bahtiar Gayo)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda