kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Asap Di Ujung Sabang

Asap Di Ujung Sabang

Selasa, 30 Oktober 2018 18:41 WIB

Font: Ukuran: - +

Pelantikan Sayid Fadhil oleh Irwandi Yusuf, disaksikan Nova Iriansyah (Plt Gubernur Aceh dan Penasehat Gubernur Adnan Ganto.) Kamis 22/03/2018. Foto Humas Pemerintah Aceh


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) terbentuk melalui Keputusan Gubernur Aceh No.193/032 tanggal 15 Januari 2001. Pembentukan lembaga tersebut selaras dengan penetapan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas oleh Pemerintah Pusat melalui  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2 Tahun 2000 tanggal 1 September 2000 yang juga dikuatkan dengan Undang-undang No. 37 Tahun 2000 tanggal 21 Desember 2000.

Pada masa itu, Presiden mengangkat Dewan Kawasan Sabang yang terdiri dari Gubernur Aceh selaku ketua, dibantu Wali Kota Sabang dan Bupati Aceh Besar sebagai anggotanya melalui Keputusan Presiden  No.248 tahun 2000 tangal 21 September 2000. Kepala BPKS pertama setelah dibentuk adalah Zubir Sahim. Dia diangkat sebagai Kepala BPKS oleh Pjs Gubernur Aceh Ramli Ridwan pada tahun 2001 hingga 2005. Namun pada 2004 Gubernu Abdullah Puteh memberhentikan Zubir dan menggantinya dengan Syahrul Sauta. Jabatan Syahrul sebagai tampuk pimpinan BPKS hanya bertahan 1 tahun, dia diganti dengan Syaiful Ahmad pada 24 Oktober 2005. Pada masa kepemimpinannya, Syaiful Ahmad  melakukan  banyak pembesasan lahan membangun dermaga CT-3 yang berkhir di tangan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Tampuk kepemimpinan BPKS selanjutnya dipegang Ruslan Abdul Gani pada 21 Juli 2010 mengantikan Syaiful Ahmad menyusul kontoversi tentang dugaan korupsi di BPKS yang dilantik Gubernur Irwandi Yusuf . Ruslan sebelumnya menjabat sebagai Wakil Kepala BPKS mendapingi Syaiful. Jabatan Ruslan pun tidak berlangsung lama, pada 2012 Ruslan terpilih sebagai Bupati Bener Meriah. Tepatnya pada 26 Oktober 2016 Ruslan divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 4,3 miliar atas  kasus pembangunan dermaga Sabang.

Setelah Ruslan terpilih sebagai Bupati Bener Meriah, jabatan Kepala BPKS dipegang  Teuku Maksal Putra selaku Pelaksana Tugas Kepala BPKS yang sebelumnya menjabat Wakil Kepala BPKS sampai akhirnya dijabat secara resmi oleh Fauzi Husin pada tahun 2012 hingga 2018 yang kemudian digantikan Sayid Fadhil melalui seleksi terbuka yang dibuka sejak Desember 2017. Sayid dilantik  sebagai Kepala BPKS Sabang periode 2018-2023 pada tanggal 22 Maert 2018. Dia terpilih dalam seleksi terbuka calon kepala BPKS yang dibuka sejak Desember 2017 lalu dengan mengungguli 12 nama calon lain.

Baru seumur jagung kepemimpinan Sayid Fhadil, BPKS mulai carut-marut yang membuat  Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah turun tangan. Melalui surat Nomor 515/25881, tanggal 12 Oktober 2018 Nova mengultimatum Sayid Fadhil yang merupakan tamuk pimpinan BPKS agar melaksanakan semua tugas pada BPKS berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. Bila tidak, Nova selaku  Ketua Dewan Kawasan Sabang akan mengambil bertindak tegas sesuai Undang-undang.

Selama memimpin BPKS, Sayid Fadhil dinilai cenderung otoriter sehingga telah terjadi perpecahan dalam manajemen BPKS, bahkan keputusan startegis kerap diambil sendiri tanpa melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan unsur manajemen lainnya, sehingga terkesan one man show.

Melalui surat itu Plt juga menyorot keputusan Sayid saat menjalankan misi investasi ke Qatar pada 1 hingga 5 Juni  lalu, dimana saat itu Sayid tidak melibatkan Deputi Bidang Investasi, tetapi justru mengikutsertakan pejabat yang baru diangkat dan seorang wanita yang belum formal menjadi karyawan BPKS yakni Elvarice Indriani.

Dilansir AJNN, Pengkatan Elvarice sebagai staf BPKS Perwakilan Jakarta baru efektif terhitung sejak 4 Juni 2018. Pengangkatan tersebut berdasarkan Keputusan Kepala BPKS dengan nomor SK 36/BPKS/2018. SK tersebut ditandatangani oleh Sayid Fadhil dan ditetapkan pada 22 Mei 2018.

Namun, terdapat SK lain yang juga sudah ditandatangani oleh Kepala BPKS, namun belum dibubuhkan stempel dan belum memiliki nomor SK. Dalam SK yang diduga baru itu, tidak terdapat lagi keterangan mengenai pengangkatan staf dimaksud mulai terhitung 4 Juni 2018. Artinya SK pengangkatan itu mulai berlaku sejak waktu ditetapkan, yaitu tanggal 22 Mei 2018.

Selanjutnya Plt Gubernur juga menegur Sayid Fadhil terkait pengisian yang dilakukan secara tidak terbuka dan tidak mengikuti prosedur sebagai mana mestinya untuk mewujudkan good governance. Menurut Plt, hal itu terindikasi dari interview yang dilaksanakan secara formalitas saja.

"Pengisian jabatan jabatan ini juga dilakukan tanpa keikutsertaan unsur manajemen lainnya terutama Deputi Umum yang membidangi sumber daya manusia,"kata Nova dalam surat itu

Tak hanya itu, tindakan yang dinilai otoriter dan one man show adalah keputusan Sayid fadhil mengganti  pegawai atau pejabat struktural BPKS  pada 26 September tanpa melibatkan Gubernur Aceh selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang dan tanpa melibatkan Deputi Umum BPKS. Selanjutnya Sayid juga menunjuk PPK merangkap Pokja yang dinilai bertentangan dengan pasal 17 ayat 7 Perpres 54 Tahun 2010

Untuk diketahui, Sayid Fadhil dilantik sebagai Kepala BPKS Sabang periode 2018-2023 pada tanggal 22 Maert 2018. Dia terpilih dalam seleksi terbuka calon kepala BPKS yang dibuka sejak Desember 2017 lalu dengan mengungguli 12 nama calon lain.

Sayid Fadhil dilantik bersama Iwan Faisal selaku wakil kepala BPKS, Muslem Daud Deputi Umum, Abdul Manan Deputi Pengawasan, Fauzi Umar Deputi Teknik Pengembangan dan Tata Ruang, serta Agus Salim, Deputi Komersial dan Investasi.

Menanggapi tuguran itu, Sayid Fadhil berjanji akan segera membalas surat itu sebagai bentuk respon dirinya untuk melakukan pembenahan yang lebih baik kedepannya.

"Saya nanti akan membalas surat itu, dan saya angat merespon dan akan melakukan pembenahan-pembenahn kembali," kata Sayid Fadhil kepada wartawan usai menggelar jumpa pers di Banda Aceh, Minggu (28/10) seperti dilansir AJNN.

Bahkan Sayid mengaku siap dipecat sebagai kepala BPKS jika dirinya melanggar aturan yang berlaku.

"Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah pimpinan saya. Kapan pun bisa mencopot jabatan saya. Dan, saya siap diberhentikan!," tegas Sayid Fadhil seperti ditulis Modus Aceh.

Menurutnya, teguran yang disampaikan Nova Iriansya adalah hal yang wajar, mengingat Nova Iriansyah adalah pimpinannya. Dia mengaku, dengan adanya surat terguran tersebut lebih memacu dirinya dalam berkerja dan memajukan Sabang sebagai cita-cita masyarakat Aceh.

Menanggapi kisruh BPKS itu, Dosen FISIP Unsyiah, Aryos Nivada meminta Sayid Fadhil untuk tidak terlalu "over-reactive" atau berlebihan dalam merespon surat teguran resmi dari Plt.Gubernur Aceh Nova Iriansyah.

"Plt Gubernur Aceh adalah Ketua Dewan Kawasan Sabang (DKS) yang menindaklanjuti hasil evaluasi Dewan Pengawas BPKS, " kata Aryos Nivada yang pada 2012 pernah melakukan telaah mendalam tentang BPKS, Minggu (28/10).

Menurut Aryos,  seharusnya Sayid Fadhil mawas diri, melakukan refleksi, dan bila diperlukan menjawab secara resmi surat teguran tersebut, bahkan kalau perlu meminta waktu bertemu dengan Plt., Gubernur Nova Iriansyah, atau Ketua Dewan Pengawas BPKS, Adnan Gantoe untuk memberikan penjelasan.

"Sungguh sangat tidak etis, jika Kepala BPKS melakukan perlawanan terhadap teguran resmi, apalagi secara terbuka ke media massa, serta membangun narasi tidak bersalah," kata Aryos.

Padahal, tambah peneliti Jaringan Survei Inisiatif,  surat teguran yang disampaikan itu adalah bagian dari proses manajemen yang normal. Sebelum surat itu disampaikan Plt. Gubernur Aceh, tentu telah dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan manajemen yang dipimpin oleh Adnan Gantoe.

"Jadi, surat teguran itu tidak turun begitu saja, sebelumnya saya kira pasti ada proses pemanggilan dan pemeriksaan oleh DKS," tambah Aryos lagi.

Menurut Aryos, begitu berlebihannya Sayid Fadhil menjawab teguran Gubernur hingga  melebar kepada masalah yang tidak ada kaitannya dengan substansi masalah.

"Yang harus dilawan jika ada intervensi pihak luar terhadap BPKS, bukan melawan Ketua DKS yang adalah Plt Gubernur Aceh," sebut Aryos.

Selanjutnya, Aryos menyebutkan, Plt., Gubernur Aceh, pasti berkeyakinan bahwa salah satu mekanisme untuk melakukan perbaikan dalam institusi seperti BPKS adalah menyampaikan teguran apabila terdapat hal-hal yang dianggap kurang tepat.

Dalam konteks BPKS, penilaian tidak hanya dilakukan oleh Kepala Pemerintahan langsung, tetapi melalui instrumen pengawas yang sengaja dibentuk untuk itu, yaitu Dewan Pengawas BPKS.

Jadi prinsipnya surat teguran adalah alat untuk perbaikan. Jadi tidak perlu over-reactive. "Yang seharusnya dilakukan oleh Sayid Fadhil adalah terus bekerja, memperbaiki apa yang dinilai kurang baik, untuk mencapai kinerja yang diharapkan," tekan Aryos.

Jangan seperti asap di ujung Sabang, kelihatan berkabut, namun kemudian hilang entah kemana. Hanya awan dan langit yang mengetahuinya, beginilah prihal BPKS di ujung Sabang. 

Keyword:


Editor :
Jaka Rasyid

riset-JSI
Komentar Anda