kip lhok
Beranda / Berita / Haba Ramadan / Hukum, Sunnah Dan Yang Membatalkan Saat Puasa Ramadhan

Hukum, Sunnah Dan Yang Membatalkan Saat Puasa Ramadhan

Sabtu, 10 April 2021 14:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Hakim

Ilustrasi batalkan puasa, Foto: doc Abi Ummi


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sebelum menunaikan ibadah puasa, mari membaca Pedoman Puasa Ramadhan terlebih dahulu agar puasa Ramadhan di tahun ini bisa dipersiapkan secara matang sejak jauh hari. Pengertian puasa Ramadhan menurut syariat Islam adalah suatu amalan ibadah yang dilakukan dengan menahan diri dari segala sesuatu seperti makan, minum, perbuatan buruk maupun dari yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari yang disertai dengan niat karena Allah SWT, dengan syarat dan rukun tertentu.

Pengertian puasa Ramadhan selain menjaga hawa nafsu, juga wajib dilakukan oleh umat Islam. Hal ini sudah dijelaskan dalam firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 183 yang Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Sebelum itu mari kita lihat Syarat wajibnya puasa yaitu: islam, berakal, sudah baligh, dan mengetahui akan wajibnya puasa dikutip dari kitab Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/ 9916.

Dan Syarat wajib penunaian puasa, artinya ketika ia mendapati waktu tertentu, maka ia dikenakan kewajiban puasa. Syarat yang dimaksud ada 3 yaitu Sehat, tidak dalam keadaan sakit dan Menetap, tidak dalam keadaan bersafar. Dalil kedua syarat ini adalah firman Allah Ta’ala, yang artinya:

“Dan barangsiapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al Baqarah: 185). Kedua syarat ini termasuk dalam syarat wajib penunaian puasa dan bukan syarat sahnya puasa dan bukan syarat wajibnya qadha’ puasa. Karena syarat wajib penunaian puasa di sini gugur pada orang yang sakit dan orang yang bersafar. Ketika mereka tidak berpuasa saat itu, barulah mereka qadha’ berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun jika mereka tetap berpuasa dalam keadaan demikian, puasa mereka tetap sah.

Satu lagi Suci dari haidh dan nifas. Dalilnya adalah hadits dari Mu’adzah, ia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Hadits tersebut adalah:

Dari Mu’adzah dia berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata, ‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’.” HR. Muslim no. 335.

Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan haidh dan nifas tidak wajib puasa dan wajib mengqodho’ puasanya. Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/ 9916-9917.

Syarat sahnya puasa ada dua, yaitu : Dalam keadaan suci dari haidh dan nifas. Syarat ini adalah syarat terkena kewajiban puasa dan sekaligus syarat sahnya puasa. Sumber Shahih Fiqh Sunnah, 2/ 97 dan Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/ 9917. Juga berniat. Niat merupakan syarat sah puasa karena puasa adalah ibadah sedangkan ibadah tidaklah sah kecuali dengan niat sebagaimana ibadah yang lain. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya.” HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907, dari ‘Umar bin Al Khattab.

Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa adalah menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar (yaitu fajar shodiq) hingga terbenamnya matahari (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9915) Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187). Yang dimaksud dari ayat adalah, terangnya siang dan gelapnya malam dan bukan yang dimaksud benang secara hakiki.

Sebelum menjalankan puasa, ada baiknya Muslim perlu mengetahui hal-hal yang membatalkan puasa agar ibadah puasa yang dilakukan tidak sia-sia. Berikut 11 hal yang bisa membatalkan puasa:

1.Makan dan segala sesuatu yang masuk melalui rongga atau lubang pada anggota tubuh jika dilakukan secara sengaja, maka akan membatalkan puasa.

2. minum selama puasa baik puasa wajib di Bulan Ramadan maupun puasa sunah hanya dapat dilakukan sebelum fajar (waktu subuh) dan setelah matahari terbenam (magrib).

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah, “Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. (QS. Al-Baqarah ayat 187)

3. Suami-istri yang melakukan hubungan seksual dengan sengaja di siang hari puasa, maka batal puasanya. Untuk puasa Ramadhan, selain wajib menggantinya di hari di luar Ramadhan, maka juga ada kewajiban membayar kafarat bagi sang suami. (HR. Muslim) [No. 1111 Syarh Shahih Muslim].

4. Seseorang yang sengaja muntah, atau memasukkan benda ke dalam mulut hingga mual dan muntah, batal puasanya. Sebaliknya, jika muntah itu tidak disengaja, atau terjadi karena sakit, puasa tidak batal. (HR. Tirmidzi) [No. 720 Maktabatu Al Maarif Riyadh]

5. Keluarnya air mani yang terjadi karena sentuhan kulit meski tanpa hubungan seksual, membatalkan puasa. Keluarnya mani ini baik dalam konteks masturbasi (onani) maupun sentuhan dengan pasangan. Namun, jika mani keluar karena mimpi basah, hal ini dikategorikan tidak sengaja, sehingga puasa tidak batal.

6. Perempuan yang mengalami haid saat Ramadan dapat menggantinya dengan puasa sejumlah hari haid di luar bulan puasa. Tentang kewajiban mengqadha puasa karena haid. (HR. Muslim) [No. 335 Syarh Shahih Muslim] Shahih.

7. Selain haid, nifas yakni ketika perempuan mengeluarkan darah akibat proses melahirkan juga membatalkan puasa.

8. Jika seseorang mendadak gila ketika sedang mengerjakan ibadah puasa walaupun hanya sebentar, maka puasanya batal. Atau juga orang yang menderita ayan atau epilepsi, maka juga batal puasanya jika itu terjadi sepanjang hari.

9. Epilepsi atau Orang yang menderita ayan atau epilepsi,juga batal puasanya jika itu terjadi sepanjang hari.

10. Murtad, adalah kondisi di mana seseorang keluar dari Islam, baik karena keyakinan, ucapan maupun perbuatan. Maka jika seseorang keluar dari Islam, maka dengan sendirinya puasa orang tersebut batal. Karena syarat sah puasa adalah harus Islam.

11. Mengobati orang yang sakit melalui dua jalan (qubul dan dzubur). Mengobati orang sakit yakni dengan cara menyuntik bisa membatalkan puasa.

Puasa sendiri tidak hanya menahan lapar, minum, dan dari hal-hal yang membatalkan sejak terbit fajar (waktu subuh) hingga terbenam matahari (waktu magrib). Dalam Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali, puasa dapat dibedakan ke dalam tiga tingkat. Puasa pertama, puasa umum, yaitu menahan perut dan kemaluan dari keinginan/syahwat. Puasa kedua, puasa khusus, yaitu menahan telinga, mata, lidah, tangan, kaki, juga seluruh anggota tubuh dari dosa. Puasa ketiga, puasa khususnya khusus adalah menahan hati agar selalu fokus kepada Allah. 

Dalam kitab Nihâyah al-Zain fî Irsyâd al-Mubtadi’in oleh Syekh Nawawi al-Bantani, terdapat beberapa amalan sunah selama Ramadan yang bila dikerjakan dapat menyempurnakan ibadah puasa.

1.Sahur dilakukan pada malam/dini hari. Memang, sebaiknya seorang muslim mengakhirkan sahur. Namun, ia juga layak memilih waktu yang tepat atau bukan waktu yang diragukansudah terbit fajar (wakt subuh) atau belum.

2. Menyegerakan Berbuka Berkebalikan dengan sahur yang dikerjakan pada akhir waktu, berbuka justru sebaiknya disegerakan begitu tiba waktu magrib. Saat berbuka, Nabi Muhammad memakan kurma. Jika tidak ada, maka air putih sudah cukup untuk melepaskan dahaga.

3. Membaca Doa Ketika Berbuka Terdapat ragam doa ketika menyantap makanan buka puasa yang sama-sama diriwayatkan dari ucapan Rasulullah. Dalam Hasyiyatul Bujairimi alal Khatib, versi panjang doa buka puasa yang dibaca setelah sedikit menyantap hidangan berbuka, adalah sebagai berikut.

Allahumma laka sumtu wabika aamantu wa bika wa'alaika tawakkaltu dzahabaz zhama’u wabtallatil ‘urûqu wa tsabatal ajru, insyâ Allah. Yaa waa si'al fadhli ighfirlii alhamdulillahilladzi hadaanii fasumtu warozaqii faafthortu

Artinya, "Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, hanya kepada-Mu aku bertawakal. Sungguh, rasa haus sudah sirna, urat-urat sudah basah, dan balasan sudah tetap, insya Allah. Wahai Dzat yang maha luas karunia-Nya, ampunilah aku. Segala puji hanya milik Allah Dzat yang telah memberiku petunjuk, hingga aku kuat berpuasa. Lalu Dia memberiku rezeki, hingga aku bisa berbuka."

4. Mandi besar dilakukan jika seseorang dalam keadaan junub, karena pada dasarnya tidak ada larangan suami-istri menyalurkan hasrat pada malam hari bulan Ramadan. Jika seseorang melakukan mandi wajib sebelum sahur, hal tersebut adalah langkah hati-hati sehingga ia benar-benar dalam keadaan suci saat ibadah puasa. Meskipun demikian, terdapat kelonggaran jika semisal, pasangan suami-istri tersebut khawatir akan air yang terlalu dingin yang dapat mengganggu kesehatan.

5. Menahan Ucapan Sia-Sia Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi bersabda, "Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Puasa adalah dengan menahan diri dari kata-kata laghwu dan rafats ...”. Laghwu adalah perkataan yang tidak berfaedah, sedangkan rafats adalah perkataan jorok (cabul). 

Pada dasarnya, puasa adalah mengendalikan hawa nafsu. Memang ucapan laghwu dan rafats tidak membatalkan puasa, tetapi merusak pahala puasa.

6. Menahan Diri dari Perbuatan yang Tidak Selaras dengan Tujuan Puasa Seringkali dijumpai, setelah berpuasa sehari penuh, seseorang jadi berlebihan ketika menyantap hidangan buka. Mudah pula ditemui, seseorang yang berpuasa tetapi masih terlalu mencintai hal-hal duniawi.

7. Memperbanyak Sedekah Diriwayatkan, Nabi Muhammad bersabda, "Siapa saja yang memberi makanan berbuka kepada seorang yang berpuasa, maka dicatat baginya pahala seperti orang yang beruasa itu, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa tersebut," (H.R. Ahmad).

8. Memperbanyak Sedekah Diriwayatkan, Nabi Muhammad bersabda, "Siapa saja yang memberi makanan berbuka kepada seorang yang berpuasa, maka dicatat baginya pahala seperti orang yang beruasa itu, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa tersebut," (H.R. Ahmad).

9. Mengkhatamkan Al-Qur'an atau membaca Al-Qur'an hingga selesai dari juz pertama hingga juz 30, dapat dilakukan misalnya, sekali selama satu bulan Ramadan. Lebih baik lagi jika bisa berkali-kali.

10. Istiqomah Bulan Ramadan ibarat bulan latihan bagi seorang muslim untuk 11 bulan berikutnya. Setelah melakukan ibadah intensif selama 30 hari, diharapkan hal ini berlanjut dalam bulan-bulan selanjutnya, tidak terhenti pada Ramadan saja. Dengan demikian, setiap Ramadan baru, ada peningkatan seseorang untuk makin dekat dengan Allah.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda