Beranda / Feature / Wastafel Menunggu Tersangka Baru

Wastafel Menunggu Tersangka Baru

Minggu, 20 Oktober 2024 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Kondisi pengadaan wastafel di Dinas Pendidikan Aceh. Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Feature - Apakah akan ada tersangka baru dalam kasus korupsi wastafel? Melihat dinamika persidangan tidak tertutup kemungkinan akan muncul tersangka baru. Majelis hakim bagaikan “menguliti” drama dari sekenario korupsi di Disdik Aceh ini.

Majelis hakim yang menggelar persidangan korupsi ini sudah memeriksa puluhan saksi. Beragam keterangan bermunculan, bahkan menyeret sejumlah nama tokoh pemerintahan Aceh. Ada yang panas dingin ketika majelis hakim mulai mengumpulkan keterangan yang terserak, menjadi satu kesatuan yang utuh.

Ada bantah membantah, ada pula yang berupaya “menyelamatkan” orang lain sehingga tidak duduk di kursi pesakitan. Kasus ini sudah menetapkan tiga. Namun ketiga tersangka ini tidak tinggal diam, mereka menjelaskan semua yang mereka ketahui tentang korupsi wastafel.

Persidangan semakin menarik, puluhan saksi akan diminta keteranganya. Muncul pertanyaan di publik, apakah korupsi wastafel di Dinas Pendidikan Aceh ini hanya menetapkan tiga tersangka?

Pihak penyidik sudah menetapkan tigas tersangka, Rachmat Fitri, mantan Kepala Disdik Aceh selaku pengguna Anggaran (PA), Muchlis sebagai Pejabat Pengadaan Barang/Jasa dan Zulfahmi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).  

Apakah hanya mereka bertiga yang harus mempertanggungjawabkan kerugian negara ini? Anggaran pengadaan wastapel tahun 2020 itu terbilang besar mencapai Rp 45 miliar itu. Menurut Jaksa yang menuntut para tersangka, kerugian negara mencapai Rp 7,3.

Sejumlah pihak petinggi pemerintah Aceh turut terlibat dalam persoalan ini, dimulai sejak menetapkan anggaran, penunjukan rekanan pelaksana, hingga pelaksanaan di lapangan. Walau masing masing pihak berupaya melepas jeratan, namun rangkaian keterangan saksi akan membentuk sebuah cerita yang utuh yang kini sedang dirangkum majelis hakim.

Dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim Zulfikar yang didampinggi R Deddy Harryanto, serta Muhammad Jamil dalam persidangan, bukan hanya saling bantah membantah terjadi. Namun ada yang bersikukuh, bagaikan tahan badan untuk “melindungi” sosok lainya.

Misalnya dalam persidangan Jumat (18/10/2024), saksi Syifak bersikeras bahwa dia mendapatkan paket PL 159 unit, karena perkenalanya dengan Teuku Nara Setia, Sekretaris Pendidikan Aceh. Syifak sedikitpun tidak menyinggung keterlibatan abang kandungnya Kautsar Muhammad Yus dan Bustami Hamzah.

Dia bersikukuh tidak memberikan kompensasi apapun atas didapatnya paket proyek itu, dia juga tidak melibatkan abangnya Kautsar yang sangat dekat hubunganya dengan Bustami Hamzah mantan kepala Kepala Badan Pengelola Keuangan Aceh (BPKA).

Apa kehebatan dan kekuatan saksi Syifak, sehingga sekretaris Dinas Pendidikan Aceh tunduk padanya dan memberikan 159 paket proyek? Saksi juga ahirnya “membagi” proyek itu kepada pihak lainya.

Bahkan Syifak dengan tegas menyebutkan dia tidak memberikan kompensasi apapun kepada Teuku Nara sekretaris Pendidikan Aceh atas “ucapan” terima kasih setelah dia mendapatkan 159 paket proyek wastapel.

Sekedar catatan; saksi Syifak merupakan adik kandung Kautsar Muhammad Yus, dimana Kautsar selama ini dikenal merupakan orang dengan Bustami Hamzah, yang ketika itu jabatanya Kepala Badan Pengelola Keuangan Aceh (BPKA).

Keterangan saksi lainya di persidangan sebelumnya, Kepala Bagian Program Dinas Pendidikan (Disdik), Muzafar dengan gamblang menyebutkan keterlibatan Bustami Hamzah dalam menyusun anggaran proyek. Bahkan rapat “tertutup” dilaksanakan di ruangkan kepala BPKA.

Namun Taqwalah, mantan Sekda Aceh dalam keteranganya dipersidangan, persoalan anggaran refucosing itu seluruhnya berada di wewenang Dinas Pendidikan Aceh, dirinya selaku ketua TAPA( Tim anggaran Pemerintah Aceh) tidak terlibat di dalamnya.

Namun keterangan Taqwalah dibantah oleh tersangka Rachmat Fitri, mantan Kepala Disdik Aceh. Ada bantah membantah dalam persidangan da nada pihak yang berupaya “menyelamatkan” diri da nada juga yang melindungi orangan lain.

Nama nama sejumlah sosok bermunculan dipersidangan ini, mulai dari Bustami Hamzah (mantan kepala BPKA), Taqwallah, mantan Sekda Aceh, hingga ke Nova Iriansyah Gubernur Aceh. 

Majelis hakim yang menggelar persidangan ini “menguliti” sampai ke akar-akarnya tentang “drama” korupsi ini. Adanya saling bantah, ada upaya menyelamatkan diri dan ada upaya melindungi pihak lain.

Semuanya menjadi satu kesatuan, menjadi catatan majelis hakim dalam merangkai utuh bagaimana kronologis korupsi wastapel di Dinas Pendidikan Aceh. Akankah muncul tersangka baru dalam kerugian negara mencapai Rp 7,3 miliar ini? Kita tunggu saja. *Bahtiar Gayo

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI