kip lhok
Beranda / Feature / Tuduhan Korupsi Jadi Lahan Jaksa dan Polisi Lakukan Pemerasan

Tuduhan Korupsi Jadi Lahan Jaksa dan Polisi Lakukan Pemerasan

Minggu, 21 Mei 2023 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

DIALEKSIS.COM- Kapan negeri ini akan bersih, bila aparat penegak hukum yang seharusnya menegakan keadilan, justru menjadi pemeras? Sudah menjadi rahasia umum, mereka yang dituduh melakukan korupsi akan menjadi lahan jaksa dan polisi sebagai ajang pemerasan.

Dijadikan ATM berjalan. Sementara status mereka yang dituduhkan tidak jelas. Modus pemerasan ini menjadi fenomena “Industri hukum” yang muncul di daerah daerah. Oknum Jaksa dan polisi mengandalkan kekuatanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Ahirnya kasus yang sudah menjadi rahasia umum ini diangkat kepermukaan. Terungkapnya hakim agung menjadi tersangka suap, semakin membuat kasus “pemerasan” yang dilakukan oknum jaksa dan polisi menjadi pembahasan publik.

Tidak tanggung-tangung, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD justru membuka lebar ke media. Mahfud MD mengungkapkan, modus pemerasan yang dilakukan oknum jaksa di daerah. Hal itu diketahui mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut berdasarkan laporan yang masuk kepadanya.

Mahfud menyebutkan, modus pemerasan ini sebagai fenomena “industri hukum” yang muncul di daerah-daerah. Seperti ditayangkan KompasTV, pada Selasa (16/5/2023) menteri yang dikenal vocal dan berpihak kepada rakyat ini menguak apa yang selama ini meresahkan dilapangan.

Mahfud mengatakan modus pemerasan yang disebutnya dengan fenomena "industri hukum" ini banyak sekali terjadi di daerah terkait dengan proyek pemerintah. Aturan itu dibuat atau diberlakukan untuk mengambil keuntungan," kata Mahfud MD.

Dalam penjelasanya Mahfud menyebutkan, Modus pemerasan fenomena "industri hukum" ini muncul dari laporan Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji. Kepada Mahfud dia mengaku resah oleh oknum-oknum jaksa yang tiba-tiba muncul melakukan pemeriksaan.

Tuduhan korupsi proyek pembangunan oleh oknum jaksa, muncul  kepermukaan dengan tuduhan adanya korupsi di tengah proyek pembangunan yang sedang berlangsung di Kalbar.

 "Proyek sedang berjalan, sudah diperiksa oleh jaksa. Jaksa manggil, katanya korupsi ini, sehingga orang menjadi takut melakukan proyek. Nah, jaksanya cuma meras-meras aja itu," ujar Mahfud.

“Tidak ada kepastian, hanya diperas jaksa dan polisi,” sebut Mahfud,” setelah jaksa memeriksa dengan tuduhan melanggar hukum, kejaksaan setempat tidak kunjung memberikan keputusan hukum terkait ada atau tidaknya tersangka dalam proyek itu”.

"Dibilang melanggar hukum, kamu korupsi ini, diperiksa terus, enggak pernah ada keputusan apakah tersangka atau tidak, ya hanya diperas saja, polisi juga melakukan hal yang sama," ujar Mahfud.

Sebelumnya sudah ada aturan dan kesepakatan bersama bahwa terhadap proyek pemerintahan yang sedang berjalan, kejaksaan maupun kepolisian tidak boleh melakukan pemeriksaan sebelum masa anggaran berakhir.

Apabila ditemukan permasalahan, aparat penegak hukum harus terlebih dahulu melaporkan kepada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Laporan diberikan kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau inspektorat daerah.

"Jangan dari jaksa dan polisi langsung ke pimpro (pemimpin proyek), atau langsung ke yang nyetor barang, itu sangat menganggu," kata Mahfud.

Fenomena "industri hukum" di sejumlah provinsi, kata Menkopolhukam ini, tidak hanya muncul di Kalbar, tetapi juga banyak ditemukan di provinsi lain termasuk di Sulawesi Selatan.

"Di berbagai daerah begitu, nah itu juga jadi masalah. Itu moralitas yang dilanggar oleh aparat penegak hukum. Tentu tidak semua aparat penegak hukum, tapi gejala itu terjadi," kata Menkopolhukam.

Lelaki yang menjadi trend di bumi Pertiwi ini karena sikapnya yang tegas dalam membela kebenaran dan mengungkapnya ke publik, menjelaskan fenomena "industri hukum" juga pernah membuat pegawai ketakutan hingga enggan mendaftar sebagai pejabat dinas tertentu di wilayah Yogyakarta.

"Kalau tidak salah dulu di Yogyakarta, dulu betapa di sini perlu beberapa pejabat dinas misal yang diperlukan 10 tapi yang mendaftar cuma enam,” tutur Mahfud.

“Kenapa? Karena takut, orang disuruh jujur tapi APIP-nya enggak bener, suruh laporan yang bener, tapi disuruh menyuap agar tidak diperiksa, agar tidak dijadikan tersangka korupsi,” jelasnya.

Menurut Mahfud, tanpa ada landasan moral dan etika, produk hukum berpotensi dijadikan lahan industri dengan instrumen pasal yang telah disiapkan untuk keuntungan pihak tertentu.

"Dalam industri itu bahan mentah dijadikan matang, sehingga hukum ini, tangkap saja dengan pasal ini. Kalau ini menyuap berlakukan pasal ini. Ada pasalnya semua, kalau mau diperas uang sekian pasalnya ini, kalau ingin bebas pasalnya ini," ungkap Mahfud.

Fenomena ini dibahas bersama Kemendagri, Kejaksaan Agung, Polri, Kemenpan RB, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Upaya pembersihan diri, untuk menghentikan praktik industri hukum, harus dilakukan upaya perbaikan mulai dari di tingkat atas.

“Ketegasan dan keteguhan sikap seorang pemimpin dalam upaya penegakkan hukum diperlukan untuk memberantas praktik "industri hukum" ini,” jelasnya.

Namun, jangan berharap pemberantasan industri hukum dapat berjalan mudah seperti membalikkan telapak tangan dan dalam waktu singkat. Sebab praktik tersebut telah dilakukan mengakar hingga ke tingkat bawah di daerah-daerah.

 "Kalau atas, secara struktural okelah. Saya, misalnya, pejabat setingkat menteri, di sekeliling saya harus bersih. Lalu kepala wilayah harus bersih, kepala kabupaten harus bersih. Mulai begitu dulu. Dan itu tidak mudah," kata Mahfud, dalam keteranganya seperti dilansir Kompas.com.

Mahfud MD sudah mengangkat persoalan yang selama ini menjadi duri dalam daging dalam menegakan keadilan. Bagaimana mau membersihkan negeri ini, bila oknum oknum aparat penegak hukum menjadikankan sebagai lahan pemerasan, industry hukum.

Oknum-oknum jaksa dan polisi menjadikanya sebagai lahan untuk keuntungan pribadi, menjadikan mereka yang mengerjakan proyek sebagai obyek, melakukan intimidasi, berbuah pemerasan.

Kapan di negeri ini akan tegak keadilan yang benar-benar diinginkan publik, bila mental oknum jaksa dan polisi masih seperti ini? Bila air di hulu keruh, sampai ke muara akan keruh. Namun bila air di hulu bersih, muara juga akan terlihat jernih.

Mahfud MD sudah membuka persoalan ini, kini kembali kepada kita semuanya, khususnya oknum jaksa dan polisi sebagai penegak hukum. Apakah mau memperbaiki negeri ini. Mengubah etika moral dalam berbangsa dan bernegara.

Moral menentukan masa depan negeri ini. Moral menentukan apakah negeri ini akan runtuh atau semakin jaya. Etika moral para peyelenggara negara akan menentukan masa depan bangsa. *** Bahtiar Gayo


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda