kip lhok
Beranda / Feature / Ketika Aphthovirus Menjadi Ancaman Bagi Peternak

Ketika Aphthovirus Menjadi Ancaman Bagi Peternak

Rabu, 18 Mei 2022 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

[Foto: Istimewa]


Seranganya kini menjadi momok. Hampir seluruh penjuru negeri merasakan dampak dari virus ini. Dunia sudah dibuatnya geger. Demikian dengan bumi Pertiwi. Tidak terkecuali Aceh.

Di Aceh, negeri ujung barat pulau Sumatera ini juga merasakan dampak serangan aphthovirus dari famili picornaviridae. Diberitakan, di Tamiang sudah ada 3.485 ekor dari total 44.495 populasi sapi yang terkena serangan wabah.

Sementara untuk Aceh Barat, masyarakat di sana sudah menyiapkan jurus mengantisipasi serangan itu dengan memberlakukan lockdown. Tidak membenarkan hewan, khususnya sapi dan kerbau masuk ke Aceh Barat.

Serangan wabah apakah yang meresahkan ini? Berbahayakah wabah virus yang kini mulai menggempur sumber usaha ekonomi masyarakat ini?  

Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) merupakan penyakit yang menyerang hewan ternak. Wabah ini disebut juga dengan wabah sapi, karena banyak menyerang sapi. 

PMK umumnya tidak mematikan bagi hewan ternak yang sudah dewasa. Namun, bagi hewan yang masih muda, PMK bisa menjadi sangat serius dan menimbulkan kerugian produksi yang sangat tinggi.

Wabah PMK, disebabkan oleh virus dan sangat menular. Gejala yang paling tampak adalah demam, blister di mulut dan kaki hewan ternak, dan air liur kental. Hewan ternak yang bisa terkena wabah PMK antara lain sapi, kerbau, unta, kambing, domba, rusa, dan babi. 

Menurut World Organisation for Animal Health, wabah PMK diperkirakan menyebar pada sekitar 77 persen populasi hewan ternak di Afrika, Timur Tengah, Asia, dan sebagian Amerika Selatan. Virus ini dengan mudah menular melalui napas, air liur, mukus, susu, dan feses. 

Pengaruh PMK terhadap ternak, sangat menyiksa bagi sapi dan hewan ternak lainnya. Blister atau kantung besar berisi air yang berkembang di kulit, jika pecah akan meninggalkan luka terbuka yang sangat perih. Bahkan luka ini membutuhkan waktu hingga 10 hari untuk sembuh. 

Jika luka ini terjadi di bagian kaki, maka akan membuat sapi sulit berjalan menuju tempat makan. Selain itu, luka pada mulut akan membuat sapi tidak mau makan dan minum. Sapi dewasa mungkin akan mulai makan setelah beberapa hari. 

Namun, sapi atau hewan ternak lain yang masih muda akan mati lemas akibat tidak mendapatkan asupan yang cukup selama sakit. Dilansir dari Agriculture Victoria, PMK tidak dianggap sebagai masalah kesehatan bagi manusia karena penularan dari hewan ke manusia sangat jarang ditemukan. 

Namun, manusia bisa membawa virus tetap hidup di hidungnya selama 24 jam dan menularkannya kepada hewan lainnya. 

PMK dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama foot and mouth disease (FMD). Namun adakalanya orang salah menafsirkanya, sehingga sering salah dikira sama dengan hand, foot, and mouth disease (HFMD) atau flu singapur yang banyak menyerang anak-anak. 

Padahal keduanya adalah penyakit yang berbeda dan berasal dari virus yang berbeda. PMK disebabkan oleh aphthovirus dari famili picornaviridae. Terdapat tujuh serotipe virus yang sudah terdeteksi, yaitu A, O, C, SAT1, SAT2, SAT3, dan Asia1. 

Semua serotipe tersebut menjadi endemi di negara yang berbeda-beda di seluruh dunia. Setiap negara membutuhkan vaksin yang berbeda untuk hewan ternaknya spesifik sesuai dengan serotipe yang ada di negara tersebut. 

Bagaimana PMK di Aceh?

Ahir-ahir ini Indonesia mulai dihebohkan dengan pemberitaan PMK yang menyerang hewan, khususnya sapi. Hampir seluruh belahan negeri ini ada memberitakan tentang serangan virus ini terhadap sapi, tidak terkecuali di Aceh.

Untuk Aceh, seperti diberitakan Dialeksis.com, penularan wabah PMK, seperti disampaikan Humas Pemkab Aceh Tamiang, awalnya 2.813 ekor yang tertular, kini bertambah jadi 3.485 ekor dari total 44.495 populasi sapi, per Minggu (15/5/2022). 

"Data tersebut hasil rekapan perkembangan kasus PMK dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Aceh Tamiang hingga Minggu 15 Mei 2022 pukul 24.00 WIB," kata Kabag Humas Setdakab Aceh Tamiang, Azwanil Fakhri kepada Dialeksis.com, Senin (16/5/2022). 

Menurut Zuwan, panggilan akrab Azwanil Fakhri, dari 12 Kecamatan dalam Kabupaten Aceh Tamiang hanya 2 Kecamatan yang masih bebas wabah PMK yakni kecamatan Tamiang Hulu dan Sekerak. Sisanya 10 kecamatan lainnya semua telah terdampak.

Menurut rekap data perkembangan kasus PMK tersebut, kata Zuwan, lembu yang paling banyak terjangkit terdapat di Kecamatan Seruway dengan total 1.192 ekor, kemudian disusul Kecamatan Banda Mulia 511 ekor. Selanjutnya Kecamatan Bendahara 500 ekor, Rantau 413 ekor, Karang Baru 351 ekor, Kejuruan Muda 252 ekor, Manyak Payed 179 ekor, Tenggulun 46 ekor, Bandar Pusaka 37 ekor dan Kota Kuala Simpang 4 ekor. 

"Untuk yang mati hingga saat ini masih 13 ekor terdiri dari Kecamatan Bendahara 6 ekor, Karang Baru 3 ekor, Rantau 2 ekor, kemudian Manyak Peyed dan Banda Mulia masing-masing 1 ekor," sebut Azwanil yang akrab disapa Zuwan itu. Dar 3.485 ekor yang terpapar PMK tersebut, 567 ekor diantaranya telah dinyatakan sembuh. 

Demikian dengan Bireuen, di negeri juang ini juga PMK menyerang sapi. Walau tidak sebanyak di Tamiang, namun ada juga angka akibat PMK ini. Ada 184 ekor sapi yang tersebar di 13 Kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bireuen yang terkena PMK.

Menurut Safrizal Kepala Bidang Kesehatan Hewan Kesmavet, Pengolahan dan Pemasaran Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bireuen, Senin (16/5/2022) kepada Dialeksis.com, dari 184 hewan yang terserang PMK ini, 26 ekor sudah dinyatakan sembuh.

Dia berharap, bila ada gejala ternak yang terserang PMK untuk segera melapor kepada petugas Keswan yang ada di Kecamatan-Kecamatan. Langkah awal, segera pisahkan dengan ternak lain. Ternak yang sudah terjangkit jangan dilepaskan secara liar, karena virusnya bisa menyebar ke hewan lain, harap Safrizal.

Lain lagi upaya yang dilakukan masyarakat di Aceh Barat. Tim gabungan petugas kesehatan hewan, TNI dan Polri,melarang dan menolak adanya ternak dari luar daerah masuk ke Kabupaten Aceh Barat.

Larangan ternak dari luar daerah masuk ke Aceh Barat untuk sementara ini untuk mencegah terjadinya wabah penyakit kuku dan mulut bagi ternak di dalam daerah,” kata Kabag Operasional Polres Aceh Barat Kompol Iswar.

Menurutnya, larangan tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah bersama TNI dan Polri, bertujuan agar wabah PMK tidak terjangkit di negeri Teuku Umar ini. Melakukan lockdown dengan tidak memberikan peluang kepada virus untuk berkembang adalah langkah bagus.

Penyakit ternak yang sedang mewabah ini perlu diantisipasi, tentunya peran aktif peternak sangat menentukan memutuskan mata rantai wabah virus ini. Demikian dengan pihak lainya yang juga punya peran dalam mengatasi masalah ini, harus serius.

Jangan sempat virus ini menggurita menjalar ke seluruh negeri. Selagi bisa dihentikan, harus dihentikan. Kita tidak menginginkan terjadinya musibah, namun ketika musibah itu datang harus kita hadapi. Berbagai upaya harus dilakukan untuk mengatasinya.

Saat negeri ini sedang terpuruk karena gempuran corona yang dampaknya sangat besar, kiranya tidak bertambah parah dengan hadirnya wabah PMK. Kita berdoa dan berupaya semoga wabah di negeri ini segere berahir. ** Bahtiar Gayo

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda